INDONESIAONLINE-Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Blitar terus hadir memberikan pelayanan dan pengayoman kepada masyarakat. Terkini, Kemenag Kabupaten Blitar menyapa memberikan edukasi kepada masyarakat luas dalam dialog interaktif di Radio RRI Pro 1 Malang.

Dalam kegiatan ini Kemenag Kabupaten Blitar diwakili Kepala Seksi (Kasi) Pendidikan Agama Islam (PAIS) Drs. H. Moh. Rosyad, M.Si. Agenda Sosialisasi dan Dialog Interaktif edisi ini mengusung tema tentang Toleransi dan Moderasi Beragama di Radio RRI Pro 1 Malang, Minggu (25/9).

Ya, sosialisasi tersebut dilaksanakan karena masih adanya kesalahan dalam memaknai toleransi dan moderasi  beragama. Ada yang beranggapan bahwa toleransi dan moderasi beragama dapat mendangkalkan aqidah dan mengaburkan ajaran agama. Ada juga yang berpendapat bahwa program toleransi itu hanya untuk menyasar radikalisme saja. Ada pula yang beranggapan bahwa dengan dalih toleransi beragama, dapat ikut merayakan ritual peribadatan agama lain, dan sebagainya.

Dalam kesempatan ini Rosyad menjelaskan, ketika kafir Quraisy, Al-Walid bin Al-Mughirah dan kawan-kawan mendatangi Nabi Muhammad SAW untuk mengajak Nabi menyembah apa yang mereka sembah dengan kompensasi mereka juga akan menyembah apa yang menjadi sesembahan Nabi Muhammad Saw, maka turunlah Q.S. Al-Kafirun ayat 1-6 sebagai jawaban ajakan kaum kafir qurais tersebut. Ayat tersebut secara terang dan gamblang memberikan batasan bertoleransi antar umat beragama “bagiku agamaku dan bagimu agamamu”.

Baca Juga  Tak Ada Natal di Tempat Kelahiran Yesus di Palestina Tahun Ini

“Toleransi itu harus murni, tidak boleh mencampur adukkan ajaran agama yang satu dengan ajaran agama yang lain. Bila dicampur adukkan, maka  ajaran agama tersebut akan menjadi kabur dan tidak jelas. Kita umat Islam mempunyai keyakinan bahwa agama Islam adalah satu-satunya agama yang paling benar di dunia ini. Namun, kita harus sadar bahwa di sekitar kita juga ada orang yang mempunyai agama yang tidak sama dengan  agama kita dan mereka juga berkeyakinan bahwa agama mereka yang paling benar,” kata Rosyad.

Persepsi tersebut bisa menjadikan gesekan antar umat beragama bila saling memaksakan kehendak. Karena itu, dalam konteks berinteraksi, bersosial dan bernegara, sangat dibutuhkan sikap tenggang rasa, saling menghargai, saling toleransi antar umat beragama agar kebaikan, kedamaian, ketenteraman dan harmoni sosial tetap terjaga. Sebagaimana kita tahu, semua agama punya visi yang sama, menciptakan kedamaian dan kebahagiaan.

Lebih lanjut, Rosyad menyampaikan bahwa dalam mempelajari ajaran agama kita harus radikal, dalam arti sampai ke pokok-pokok ajarannya. Hal ini diperlukan agar kita mempunyai pemahaman bahwa ajaran agama sesungguhnya sangat toleran dan moderat (tidak ekstrim). Perlu digarisbawahi, yang tidak toleran dan tidak moderat adalah pemahaman umatnya, bukan ajaran agamanya, sebagaimana dijelaskan dalil Q.S. Al-Baqarah : 143.

Baca Juga  Ternyata Ini Kesibukan Penghuni Surga yang Dijelaskan dalam Al-Qur'an

“Umat islam dijadikan sebagai Ummatan Wasatan, berusaha menjadi moderat, tidak ekstrim, selalu memposisikan ditengah dalam segala persoalan hidup, bersikap adil, tidak berat sebelah. Sikapnya ke dunia maupun ke akhirat berimbang, tidak karena sikap religiusitasnya kemudian ia mengabaikan keduniaannya,” lanjut Rosyad.

Dalam konteks negara, bangsa Indonesia adalah negara yang paling beragam agamanya. Indonesia adalah negara multicultural, plural dan majemuk. Oleh karena itu lanjut Rosyad, perlu kehadiran instrumen dalam mengelola keberagaman tersebut agar kesatuan dan persatuan bangsa tetap terjaga sebagaimana cita-cita para pendiri bangsa.

“Harus ada nasionalisme kebangsaan. Warga negara harus mentaati konsensus nasional, taat konstitusi, taat kepada agama dan bangsanya, menghindari kekerasan dan adaptif terhadap budaya, sebagaimana telah dicontohkan Rosulullah Muhammad SAW saat mendirikan Madinah. Dengan Piagam Madinahnya, kaum Muhajirin, kaum Anshor, kaum Yahudi, dan bani Nadlir menyepakati bersama dan menandatangani bersama, membangun entitas bersama berupa Negara Madinah. Kaum Sabean, Zoroaster, Kristen, dan Yahudi sebagai kaum non-muslim menjadi protected people yang dapat hidup berdampingan dan dapat menjalankan ibadah dengan bebas di bawah kekuasaan muslimtu,” tutup Rosyad.(Adv/Kmf)