JATIMTIMES – Setiap manusia pasti akaan mati. Akan tetapi, tidak ada yang tahu kapan ajal dari masing-masing manusia akan tiba. Hanya Allah SWT yang mengetahui kapan tibanya ajal dari manusia. Lantas, mengapa Allah SWT merahasiakan kematian?. 

Allah SWT merahasiakan kematian tentunya terdapat tujuan tertentu. Diolah dari Islam Populer, setidaknya terdapat empat hal mengapa Allah SWT merahasiakan kematian setiap manusia. Allah SWT merahasiakan kematian agar manusia tidak mencintai dunia. Manusia perlu menyadari bahwa dunia hanya tempat sementara. 

Cinta yang berlebihan kepada dunia, akan membuat manusia lupa pada akhirat, di mana akhirat merupakan kehidupan yang abadi. Terlalu mencintai dunia akan menjadikan sifat seseorang malas berbuat kebajikan. Sifat ini mendorong manusia lupa jika seorang manusia akan mati dan menjalani kehidupan kekal di akhirat kelak.

Dalam sebuah hadist menjelaskan, kerugian bagi orang yang terlalu mencintai dunia. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menjadikan akhirat sebagai tujuannya, Allah memberikan kekayaan dalam hatinya, mengumpulkan semua usahanya, dan dia akan diambil di dunia walaupun dia enggan. Dan barangsiapa menjadikan dunia sebagai tujuannya, Allah memberikan kefakiran di depan matanya dan mencerai beraikan usahanya dan tidak dibagikan dunia baginya, kecuali yang sudah ditakdirkannya,”(HR at Tirmidzi).

Kecintaan dunia yang berlebih membuat hati seseorang buta. Rasulullah SAW bersabda, “ Tiadalah cinta di dunia itu menguasai hati seseorang. Kecuali dia akan diuji dengan tiga hal, yakni cita-cita tak berujung, kemiskinan yang tak mencapai kecukupan dan kesibukan yang tak lepas dari kelelahan,” (HR Ad Dailami).

Baca Juga  Tak Bisa Sembarangan, Dalam Islam Jima' Ada Adabnya

Kemudian, alasan selanjutnya Allah SWT merahasiakan kematian adalah agar manusia ikhlas beramal. Andai saja manusia tahu hari kematian, maka bisa saja manusia berubah menjadi giat untuk beramal karena tahu umurnya dekat dengan kematian.

Ikhlas sendiri dalam Islam adalah perkara penting dalam amalan hati dan erat hubungannya dengan iman. Syekh Syaikul Islam Taimiyah, dalam kitab Al Majmu Fatawa menjelaskan, bahwa amalan hati termasuk pokok dari keimanan. Misalnya mencintai Allah dan Rasul-nya, bertawakal kepada Allah SWT, bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah dan berlaku sabar di atas hukum-hukumnya.

Ikhlas merupakan salah satu syarat diterimanya amal. Dalam Al Qur’an, Allah berfirman, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, Dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus,” (QS Al Bayyinah 5).

Menghindari perbuatan maksiat, juga termasuk salah satu alasan mengapa Allah merupakan kematian. Jika seseorang mengetahui umurnya masih panjang, bisa saja seseorang tersebut melakukan kemaksiatan terus menerus. Seseorang berhenti maksiat setelah mengetahui jika umurnya tidak lagi panjang.

Baca Juga  KDRT Jelas Dilarang dalam Islam!, Istri Ibarat Kaca yang Mudah Pecah

Apabila seseorang mengingat mati tanpa perlu tahu kapan kematiannya datang, maka seseorang itu akan merasakan takut untuk melakukan perbuatan maksiat. Dengan mengingat kematian, manusia akan lebih konsentrasi pada urusan akhirat.

Kemudian, alasan waktu datangnya kematian dirahasiakan adalah agar membuat manusia lebih cerdas. Manusia yang mengingat kematian, akan memendekkan angan-angannya. Mereka akan lebih banyak berbuat kebaikan. Mereka menyadari jika kaya, miskin, jabatan dan sebagainya tidaklah ada gunanya setelah mengalami kematian.

Seseorang yang mengingat kematian, adalah orang yang digolongkan cerdas. Sebab, semua mahluk Allah akan mati dan mempertanggungjawabkan semua amal perbuatannya di akhirat. Orang cerdas yang memikirkan mati, tentunya tidak akan segan untuk melakukan kebajikan setiap saat tanpa ia mengetahui kapan kematiannya datang.

Ibnu Umar RA berkata, “Aku datang menemui Nabi Muhammad SAW bersama 10 orang. Lalu orang Ansor bertanya, siapakah orang yang paling cerdas dan paling mulai wahai Rasulullah ?’. Nabi menjawab, orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah orang-orang yang paling cerdas, mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kehormatan,” (HR Ibnu Majah).



Anggara Sudiongko