Beli Rumah Tak Dapat Surat, Warga Batu Tak Tenang Tinggal di Rumah Sendiri

INDONESIAONLINE – Pengembang properti gelap nampaknya tidak pernah habis di Malang Raya. Ada saja tingkah yang membuat masyarakat tergiur untuk membeli produknya untuk kemudian ditinggal tanpa kejelasan alias kabur.

Salah satu korban ketidakjelasan pengembang perumahan, Haydar Muhammad warga Kelurahan Dadaprejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu menceritakan keluh kesahnya karena tak kunjung mendapatkan surat atas tanah yang dibeli dengan harga jika cash keras sejumlah Rp 83.250.000 pada 2012 silam. Haydar membeli tanah berukuran 9×12 yang kemudian dibangun rumah namun tak kunjung mendapatkan surat. 

Mulanya, Haydar menceritakan bahwa ia tergiur dengan salah satu iklan properti yang tersebar di koran. Dalam promosi di salah satu koran yang beredar di Malang Raya itu, Haydar tertarik dengan promo Harie Properti yang menawarkan penjualan kavling tanah dan juga bangunan dengan nama perumahan Teratai Regency.

“Saya waktu itu masih awam, tidak punya kenalan atau bagaimana. Tapi memang waktu itu banyak pekerjaan di sana (perumahan tersebut),” kata Haydar kepada JatimTIMES, Rabu (2/2/2022).

Setelah itu, ia kemudian memutuskan untuk membeli sebidang tanah untuk dibangun sebuah rumah tinggal. Haydar yang semula berdomisili di Surabaya, kemudian melakukan perjalanan panjang ke Malang hanya untuk membeli tanah yang impiannya akan dibangun rumah.

Haydar pun memulai perbincangan dengan pengembang perumahan dengan intens karena niatnya membeli kavling tanah sangat serius. “Nah waktu itu saya dibilangin kalau surat tanahnya masih petok D, tapi nanti dijanjikan akan diuruskan sampai SHM. Bahkan saya ditemukan kepada pemilik tanahnya,” kata Haydar.

Dari situ, Haydar mengetahui bahwa pengembang perumahan belum membeli tanah yang akan dibangun perumahan itu secara total. “Waktu itu katanya beli tanahnya masih di DP saja. Jadi bayar tanahnya itu pakai uangnya user-user yang beli perumahan itu,” ucap Haydar.

Dalam perjalanan, Haydar diajak oleh pengembang perumahan untuk datang ke Notaris Wijaya Kusuma untuk menandatangani sesuatu hal yang sebelumnya tidak diketahui oleh Haydar. Ternyata penandatanganan itu adalah waarmerking.

Waarmerking sendiri adalah proses pendaftaran/register dokumen bawah tangan di buku khusus yang dibuat oleh notaris, yang mana dokumen tersebut sudah dibuat dan ditandatangani oleh pihak/para pihak sebelumnya.

“Nah ternyata ada kawan saya yang tahu tentang itu. Tapi bagaimana lagi saya saat itu buta tentang hal yang begitu. Intinya saya mau beli tanah lalu saya bangun rumah,” terang Haydar.

Tepat 3 Desember 2012, Haydar membayar uang tanda jadi (UTJ) sebagai pengikat keseriusannya membeli tanah yang pada siteplan diberi tanda kavling D1. Di situ, Haydar membayar sejumlah Rp 5 juta untuk tanah sebesar 111 meter persegi tersebut. Pembayaran itupun ditandatangani sendiri oleh Haydar dan pengembang perumahan atas nama Hadi Suprayitno.

Setelah membayar UTJ pada 3 Desember 2012, 14 hari kemudian atau tepatnya 17 Desember 2012, Haydar membayar uang sejumlah Rp 78.250.000. Kwitansi tersebut ditandatangani atas nama Andik di atas materai Rp 6000 dengan stempel Harie Properti.

Kemudian 4 Januari 2013, Haydar kembali membayar sejumlah uang sebesar Rp 11.650.000. Berlanjut ke 28 Januari 2013 , Haydar membayar Rp 16.650.000 dengan ditandatangani orang yang sama.

Keseriusan Haydar patut diacungi jempol, pasalnya ia terus membayar sisa kekurangan dari tanah yang ia beli. 28 Februari 2013, Haydar terus membayar sejumlah Rp 16.650.000. Pembayaran sejumlah Rp 16.650.000 terakhir dibayarkan Haydar pada 2 April 2013 dan 17 Mei 2013 yang saat itu ditandatangani oleh Tias Febriana.

Dari seluruh pembayaran itu, Haydar mengatakan kalau tanah yang dibelinya sudah lunas. “Nah sebelum lunas itu, saya sudah mulai bangun rumah. Saya sudah bilang ke pengembangnya, katanya tidak apa-apa, ya saya bangun aja sendiri,” ungkap Haydar.

Tapi kecurigaan Haydar mulai muncul, setelah beberapa bulan ia membangun rumahnya dan akan selesai, ternyata proses pembangunan di perumahan tersebut justru tidak ada progres. Tapi Haydar memilih tidak mau tahu tentang progres perumahan tersebut, karena ia merasa membangun rumahnya sendiri.

“Tapi ada beberapa orang yang sudah beli perumahan itu sempat tanya ke saya. Intinya kok sudah jadi sendiri. Ya saya bilang waktu itu, kalau saya beli cuma tanahnya saja,” kata Haydar.

Dari situ kecurigaan Haydar semakin menjadi, akhirnya ia mengajak orang-orang pembeli perumahan untuk menemui Achmad Hari Bowo selaku owner properti Harie Properti. Hal itu untuk menekan pihak properti agar segera membangun. Tapi setelah bertemu, mereka justru mendapatkan hasil negatif. Dalam hal ini pihak Harie Properti memiliki banyak alasan.

“Di situ saya yang janggal, karena surat tanah kan masih induk (jadi satu). Nah itu kalau sudah dibeli kan harus dipecah (di split). Itu saya mulai bingung,” keluh Haydar.

Bola panas yang muncul akibat ketidakjelasan Achmad Hari Bowo membuat pihaknya ingin lari dari user. Akhirnya sejak saat itu Achmad Hari Bowo tidak pernah kelihatan dan tidak pernah lagi datang ke Teratai Regency. Karena merasa tidak ada kejelasan, Haydar kemudian melaporkan hal tersebut kepada Polres Malang. Tepatnya 16 Maret 2015 keluar laporan polisi dengan nomor LP/105/III/2015/Jatim/Res Malang.

“Saya awalnya lapor ke Polres Batu, katanya tidak bisa karena kantor Hari (Achmad Hari Bowo) itu berada di Jalan Sidomakmur, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Sehingga saya lapornya ke polres panjen (Polres Malang),” ungkap Haydar.

Saat itu, polisi sempat datang ke rumah Haydar untuk melakukan penyelidikan. Bahkan sempat ada kabar bahwa kantor Harie Properti akan disita oleh polisi. “Nah tapi berjalannya waktu, penyidik yang tangani kasus saya ini pindah tugas. Akhirnya dari situ kasusnya terbengkalai,” kata Haydar.

Dari situ, Haydar merasa masalah yang dihadapinya semakin runyam. Bahkan ia mendapat kabar bahwa Achmad Hari Bowo ternyata banyak terlibat kasus. “Saya malah pernah ke rumah Hari itu. Tapi orang tuanya sudah pasrah. Hari mau diapakan itu katanya terserah. Saya semakin bingung,” ungkap Haydar.

Masalah Haydar semakin menjadi kala pemilik tanah Kasmani yang mengkuasakan tanahnya kepada anaknya bernama Mohammad Zainuri ‘bermain’ dengan iparnya yang diketahui Haydar bernama Bagus.

Menurut Haydar, pemilik tanah saat itu mencoba men-take over sendiri perumahan yang akan dibangun Harie Properti. Mereka membuat perumahan baru dengan dalih sudah di take over orang lain. “Nah setahu saya, Bagus itu iparnya Zainuri. Mereka seolah-olah tidak kenal, tapi mau bermain di situ,” kata Haydar.

Penjualan berubah menjadi tanah kavling yang dijual dengan harga Rp 80 juta per kavling. Di situ, Haydar kaget karena ia disuruh bayar lagi oleh Zainuri melalui Bagus. “Saya waktu itu mau marah, karena pembelian saya di Hari dulu tidak dianggap, dan saya suruh bayar lagi,” ungkap Hari menggebu.

Haydar pun sempat berfikir bagaimana menyelesaikan hak yang seharusnya ia dapatkan setelah membeli tanah dan membangun rumah sendiri. Akhirnya ia meminta saran keluarganya yang kebetulan berprofesi sebagai pengacara.

Di situ, Haydar mendapat saran untuk berbicara dengan pemilik tanah agar bisa menurunkan harga dari Rp 80 juta tersebut. “Saya menemui pemilik tanah, tapi dia melalui pengacaranya. Bukan diturunkan, malah harganya dinaikkan menjadi Rp 200 juta,” kata Haydar.

Seiring berjalannya waktu, Haydar mengaku sempat berfikir bahwa ada permainan di balik kasus yang sedang dihadapi. Sebab, ia telah membeli tanah kemudian di take over orang lain dan disuruh membayar kembali. “Saya sempat berfikir begitu. Jangan-jangan ada permainan ini. Mulai dari Hari, Zainuri melalui Bagus itu,” ungkap Haydar.

Saat ini, Haydar berharap haknya bisa didapatkan. Karena ia merasa sudah membeli tanah yang kemudian dibangun rumah dan saat ini telah ditinggali bersama keluarganya.

“Harapan saya sekarang ya surat saya saja itu bagaimana. Kalau berharap Hari sudah tidak mungkin mas, jika memang ketemu dan tertangkap, surat saya gimana, sama saja,” terang Haydar.

“Sekarang yang tinggal dari pemilik tanah ini, karena mereka sudah mendapatkan uang pembelian tanah dari Hari dulu. Meski mungkin belum lunas, tapi kan disitu juga ada uang saya,” imbuhnya mengakhiri.



Hendra Saputra