Biang Kerok Polemik Impor KRL Bekas Jepang

INDONESIAONLINE – Hari ini, pemerintah akan membahas nasib impor KRL bekas dari Jepang. Menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita masalah yang ada pada KRL bekas Jepang itu akan diselesaikan pada rapat yang digelar di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi. Rapat itu juga akan dihadiri oleh Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

“Besok kita rapatkan, dengan semua. Nanti diundang oleh Menko Marves (Luhut). Iya besok sudah diagendakan, besok kita selesaikan. Besok kita rapatkan. Pasti ada solusi. Gak bisa kira-kira kalau keputusan,” ungkap Agus di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (2/3).

Lebih lanjut, Agus mengatakan jika dirinya telah mendengar masukan dari berbagai pihak misalnya pengamat transportasi.

“Pengamat kita dengar, semua kita dengar, ada yang kita dengar. Industri dalam negerinya kita dengar, semua kita dengar,” sebutnya.

Impor kereta bekas Jepang hingga kini masih menjadi polemik antara pemangku kepentingan, yakni antara Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perindustrian. 

Kemenperin meminta agar mendahulukan produksi dalam negeri, yakni dari PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA. Sedangkan Kemenhub mendorong adanya impor kereta karena terdesaknya kebutuhan untuk menggantikan kereta yang sudah usang.

“Pengadaan sarana ini harus segera dilaksanakan untuk menggantikan beberapa rangkaian kereta yang akan dipensiunkan pada 2023-2024 mengingat usia pakainya yang sudah terlalu lama,” ungkap Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati dalam keterangannya seperti dikutip, Jumat (3/3/2023).

Tak hanya didorong oleh faktor usia, namun juga kebutuhan pengadaan muncul untuk mengakomodasi pertumbuhan penumpang. Lalu, berdasarkan data yang dilaporkan oleh KCI, realisasi penumpang tertinggi sebelum pandemi sudah menyentuh angka 336,3 juta orang penumpang pada 2019. Jumlah penumpang diproyeksikan akan terus meningkat hingga 523,6 juta orang pada 2040.

Lalu, untuk mengakomodasi pertumbuhan tersebut, diperlukan upaya untuk meningkatkan kapasitas angkut dari 436 juta orang penumpang pada 2023, menjadi 517 juta orang pada 2026.

“Semoga upaya ini tetap membuat KCI dapat memberikan layanan terbaik bagi masyarakat,” ujar Adita.

Sementara, hal berbeda dilakukan oleh Kemenperin, dimana mereka menolak rencana impor KRL bekas Jepang yang diajukan KCI. Kemenperin melalui Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) baru merespons surat tersebut pada 6 Januari 2023.

Adapun isinya berupa penolakan impor dengan alasan kebutuhan kereta api harus dipenuhi dari produksi dalam negeri, dalam hal ini diproduksi oleh PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA.

Artinya KCI belum dapat mengimpor KRL bekas Jepang. Sebagai gantinya mereka harus melakukan subsitusi impor yaitu dengan Program Peningkatan Pengguna Produk Dalam Negeri (P3DN) dengan memesan KRL dari INKA.

“PT Industri Kereta Api (INKA) bisa membuat itu semua, kenapa kita harus impor gerbong kereta api bekas dari Jepang. Katanya bangga beli buatan Indonesia. Bangladesh saja membeli produk kereta kita sampai Rp 1,3 triliun,” sebut Sekretaris Jenderal Kemenperin Dody Widodo.

Lalu, Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai ada harga yang harus dibayar mahal jika impor kereta ini sampai terlambat, yakni nasib para penumpang yang bisa terkatung-katung karena kurangnya armada.

“Kalau gak boleh (diizinkan impor) kemungkinan dua, pertama kereta lama gak dioperasikan, kedua dioperasikan. Kalau gak dioperasikan makin banyak penumpang yang terlantar, kalau dioperasikan keselamatan siapa yang mau jamin? kan barangnya udah usang, khawatir patah lah anjlok,” katanya.

Djoko lalu mengungkap dari segi harga ada perbedaan yang mencolok antara produksi baru dalam negeri dengan impor kereta bekas. Ini yang menyebabkan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) terus-terusan mengimpor KRL bekas dari Jepang.

“Itu impor cuma ongkos angkut aja kok dari Jepang, cuma Rp 1 miliar/(gerbong) kereta, mudah-mudahan gak naik harganya. Jadi semacam hibah, di sana gak dipakai tapi di kita masih bisa kepakai 10 sampai 15 tahun,” ungkap Djoko kepada CNBC Indonesia, Kamis (2/3/23).

“Kalau INKA harga Rp 260-270 miliaran untuk 1 train set, 1 rangkaian ada 12 kereta ya,” lanjutnya.

Dengan begitu, harga impor 1 rangkaian kereta dari Jepang hanya membutuhkan biaya sekitar Rp 12 miliar. Perbedaannya sangat jauh, 25x lipat lebih murah. Namun, kereta tersebut tetap memerlukan biaya tambahan untuk pergantian fasilitas.

BekasBiangImporJepangKerokKRLPolemik