Dewan Adat Keraton Surakarta Kukuhkan Pertapaan Panembahan Senopati di Blitar sebagai Cagar Budaya

Pembacaan surat pengagengan LDA Keraton Surakarta yang mentapkan Watu Gilang/Watu Atos di Desa Minggirsari sebagai situs cagar budaya.

INDONESIAONLINE – Semangat masyarakat Kabupaten Blitar dalam gerakan nguri-uri budaya mendapat apresiasi. Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat memberikan pengukuhan Watu Gilang/Watu Atos di Desa Minggirsari, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar, sebagai situs cagar budaya.

Pengukuhan Watu Gilang/Watu Atos di  Desa Minggirsari ini dilaksanakan bertepatan dengan acara Asmaranala Kali Brantas pada Sabtu 22 Juli 2023 kemarin. Dalam pengukuhan ini dibacakan surat pengagengan yang ditandatangani Ketua LDA GKR Koes Murtiyah Wandansari (Gusti Moeng).

Watu Atos/Watu Gilang di Desa Minggirsari ditetapkan LDA Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sebagai situs cagar budaya. Penetapan ini dilakukan   setelah dilakukan kajian oleh LDA, Watu Gilang/Watu Atos dipastikan memiliki keterkaitan dengan sejarah Kesultanan Mataram dan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

“Lembaga Dewan Adat Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat hanerangaken bilih patilasanipun Panembahan Senopati Mataram Watu Atos/Gilang  sarta patilasanipun Mbah Onggo wonten ing dusun Minggirsari , kecamatan Kanigoro, kabupaten Blitar taksih hanggadahi sesambetan kaliyan Karaton Surakarta Hadiningrat minangka kalanjenganipun saking Karaton Mataram,”  jelas Ketua LDA Keraton Kasunanan Surakarta, GKR Koes Murtiyah Wandansari dikutip dari Surat Keterangan Pengagengan LDA untuk Situs Watu Gilang/Watu Atos.

LDA Keraton Surakarta menegaskan Situs Watu Gilang/Watu Atos di Desa Minggirsari menyimpan sejarah yang luar biasa. Situs ini memiliki kisah yang memiliki kaitan erat dengan Panembahan Senopati dan sejarah berdirinya Kerajaan Mataram Islam. Sejarah situs ini berawal dari kisah Sunan Giri Prapen yang meramalkan akan muncul kerajaan di Jawa yang lebih besar dari Kesultanan Pajang. Ki Gede Mataram (Ki Ageng Pamanahan) selaku santri dari Sunan Kalijaga melaporkan ramalan tersebut kepada gurunya.

Sunan Kalijaga kemudian menyuruh Ki Gede Mataram untuk bertapa brata menggapai wahyu di Kembang Semampir.  Hasil pertapaan Ki Gede Mataram itu menuju ke Danang Sutawijaya, muncul sasmita gambaran bahwa anak muda inilah yang kelak akan menjadi raja besar di tanah Jawa dengan mendirikan Negara baru. Danang Sutawijaya adalah nama  Panembahan Senopati sebelum menjadi Raja Mataram. Peristiwa ini mungkin terjadi sebelum 1584. Tahun 1584 adalah tahun meninggalnya Ki Gede Mataram dan dua tahun kemudian, Senopati bertahta sebagai raja pertama Mataram Islam.

Danang Sutawijaya kemudian menjemput takdir dengan melakukan perjalanan ke Jawa Timur untuk sowan kepada Sunan Giri Prapen di Giri Kedaton. Setelah bertemu empat mata, Sunan Giri Prapen kemudian memberikan laku kepada Danang Sutawijaya untuk napak tilas leluhurnya. Napak tilas itu dilakukan Danang Sutawijaya dalam perjalanan pulang dari Surabaya. Ia mengunjungi petilasan-petilasan leluhurnya dengan menyusuri Kali Brantas. Salah satu petilasan leluhur itu adalah Watu Atos di Desa Minggirsari, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar. Watu Atos, batu besar berbentuk seperti bola itu dulunya merupakan petilasan Eyang Agung Kanigoro.

Danang Sutawijaya kemudian naik ke atas batu dan memulai meditasi dengan khusyuk. Ia menyerap semua energi leluhur yang ditinggalkan di atas batu tersebut. Ia bertapa selama berbulan-bulan dan mendapatkan kepuasan berupa pencerahan baru dari leluhur yang telah meninggalkan jejak spiritualnya di batu hitam bundar tersebut.

Di kemudian hari, ramalan Sunan Giri Prapen benar-benar menjadi kenyataan. Danang Sutawijaya akhirnya menjadi raja dan mendirikan negara baru Kesultanan Mataram dengan ibukotanya di Kotagede. Ia menjadi raja dengan gelar Panembahan Senopati (berkuasa 1586-1601).

Puncak dari kejayaan negara baru ini adalah ketika masa kekuasaan Sultan Agung Hanyokrokusumo (berkuasa 1613-1645). Sultan Agung, cucu Senopati itu berhasil membawa Mataram berjaya dengan menguasai hampir seluruh wilayah Jawa. Sultan Agung juga menjadi raja Mataram yang berjuang melawan kolonialisme Belanda.

Mataram lahir hampir bersamaan dengan datangnya Belanda di Nusantara. Dalam perkembangannya, banyak tokoh-tokoh pejuang yang muncul dari trah Dinasti Mataram Islam. Setelah Sultan Agung, nama besar dari Dinasti Mataram yang hingga kini terus dikenang perjuangannya melawan Belanda adalah Pangeran Diponegoro. Dari Keraton Surakarta ada Susuhunan Pakubuwono VI  (raja yang berjuang bersama Diponegoro) dan Pakubuwono X.Serta Pangeran Sambernyawa/KGPAA Mangkunegara I dari Kadipaten Mangkunegaran.

Kepala Desa Minggirsari Eko Hariadi, menyampaikan ucapan terimakasih kepada LDA Keraton Kasunanan Surakarta. Pengukuhan Watu Gilang/Watu Atos sebagai situs cagar budaya ini memberikan tambahan semangat bagi Desa Minggirsari untuk terus nguri-uri budaya.

“Situs peninggalan leluhur harus kita jaga dan lestarikan. Perjuangan mereka dalam berjuang dan membentuk peradaban membuat bangsa kita menjadi bangsa yang besar,” kata Eko.

Pengukuhan Situs Watu Gilang/Watu Atos Pertapaan Panembahan Senopati oleh LDA Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat mendapat apresiasi dari Anggota DPRD Jatim dari PDI Perjuangan Guntur Wahono. Guntur mengatakan, pemberian kekancingan ini merupakan bukti Kabupaten Blitar merupakan daerah yang penting di masa lalu. Ia pun merasa bangga, dengan pengukuhan ini membuktikan Desa Minggirsari benar-benar memiliki semangat tinggi dalam merawat dan melestarikan budaya dan peninggalan leluhur.

“Pengukukuhan oleh LDA Keraton Surakarta ini pasti ada bukti disini raja-raja dan leluhur sudah berbuat sesuai di tempat ini. Keberadaan situs ini pasti akan memberikan arti yang sangat luar biasa dan paling tidak Panembahan Senopati rojo agung dari Mataram pernah datang, berkunjung dan tinggal di sini,” tegas Guntur. (ar/hel)

 

Cagar BudayaKabupaten BlitarWatu AtosWatu Gilang