Beranda

Duh, Pengasuh Cecoki Balita dengan Obat Penggemuk Berbahaya

Duh, Pengasuh Cecoki Balita dengan Obat Penggemuk Berbahaya
Dexamethasone dan pronicy, obat yang seharusnya tidak diberikan sembarangan, apalagi, kepada anak kecil. (@linggra.k)

INDONESIAONLINE – Media sosial dikejutkan dengan kisah memilukan yang dibagikan seorang ibu di Surabaya. Ibu tersebut menceritakan bahwa anak balitanya dicekoki obat penggemuk oleh pengasuh yang bekerja di rumahnya.

Melalui akun Instagramnya @linggra.k, ibu itu menceritakan bahwa kasus ini baru terungkap pada Agustus lalu. Saat itu Linggra mendapati bahwa pengasuh yang sudah bekerja sejak Oktober 2022 memberikan obat penggemuk kepada anaknya tanpa sepengetahuan atau izin darinya.

Linggra mengungkapkan bahwa obat yang diberikan adalah dexamethasone dan pronicy, obat yang seharusnya tidak diberikan sembarangan, apalagi kepada anak kecil.

“Suster anakku ternyata kasih obat ini selama satu tahun tanpa sepengetahuanku. Setelah aku searching di Google, ternyata obat ini adalah obat penggemuk badan dan penambah nafsu makan yang mengandung steroid. Herannya, obat keras ini bisa dijual bebas di online.” tulisnya.

Menurut keterangan dokter yang menangani anaknya, penggunaan obat dexamethasone secara berlebihan dan tanpa pengawasan dapat berdampak buruk, terutama pada hormon kortisol. “Hasil test hormon anakku bikin shock. Hormon kortisolnya sangat rendah, padahal hormon ini sangat penting untuk mengatur aktivitas sehari-hari,” ungkap Linggra. Tak lama setelah obat itu dihentikan, anaknya menjadi sangat lemah dan mengalami penurunan kondisi fisik yang drastis.

Sang ibu menggambarkan betapa berbahayanya situasi tersebut. “Hari ke-9 setelah pemberhentian obat, anakku drop. Dia tidak mau makan, minum, dan hanya tidur. Langsung aku bawa ke UGD, dan dokter bilang hormon kortisolnya rendah sekali. Kalau aku tidak tahu tentang kasus ini, bisa-bisa anakku mengalami kematian mendadak karena kekurangan hormon itu.” ceritanya.

Lebih lanjut, ibu tiga anak ini juga menceritakan bagaimana mood anaknya berubah drastis akibat efek obat tersebut. “Setelah pemakaian obat, mood swing anakku luar biasa. Kadang dia bisa marah-marah tanpa kendali, bahkan sampai memukul. Semua ini dampak dari obat dexamethasone itu.” tambahnya.

Kasus ini semakin memprihatinkan ketika diketahui bahwa motif pengasuh memberikan obat tersebut adalah untuk memudahkan pekerjaannya. “Supaya gampang kerjanya, tidak repot-repot ndulang (menyuapi),” katanya dalam unggahannya.

Hal ini membuat Linggra merasa bahwa tindakan tersebut adalah bentuk kekerasan yang lebih dari sekadar kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). “Kalau aku bilang ini lebih dari KDRT. Ini pencobaan pembunuhan dari dalam,” tegasnya.

Setelah kejadian tersebut, Linggra memutuskan untuk membawa anaknya ke dokter spesialis endokrin di Singapura untuk mendapatkan perawatan yang lebih mendalam. Proses pemulihan hormon anaknya memerlukan waktu yang cukup lama. “(Setelah satu bulan pengobatan) Hormon kortisolnya masih rendah, dan butuh proses panjang untuk mengembalikannya ke normal. Efek steroid juga butuh waktu lama untuk hilang,” jelasnya.

Menurut Linggra, kejadian ini telah dilaporkan kepada pihak kepolisian. Sementara pengasuh anak keduanya juga telah ditangkap oleh Polda Jatim.

“Keadilan ini bukan untuk saya saja. Tapi untuk semua ibu-ibu yang memiliki hati nurani, yang tau bagaimana sakitnya ketika anaknya disakiti oleh orang lain,” tulis Linggra.

Kasus ini menjadi peringatan bagi para orang tua untuk lebih berhati-hati dalam memilih pengasuh dan memastikan tidak ada obat yang diberikan tanpa sepengetahuan mereka. Selain itu, ketersediaan obat keras seperti dexamethasone dan pronicy yang dijual bebas di pasar online juga patut menjadi perhatian, mengingat potensi penyalahgunaan yang dapat membahayakan kesehatan, terutama anak-anak.

Sang ibu mengakhiri unggahannya dengan pesan untuk para ibu lain agar selalu waspada. “Aku sharing ini supaya bisa menjadi pengetahuan tambahan buat mommyz, terutama yang pakai suster. Semoga kita semua diberi kekuatan untuk menjalani peran sebagai ibu.” tutup Linggra. (bn/hel)

Exit mobile version