JATIMTIMES – Pemerintah lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 36 tahun 2020 tentang Minyak Goreng Sawit wajib Kemasan yang dikutip dari laman www.kemendag.go.id, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Oke Nurwan berasumsi harga minyak goreng curah sangat bergantung pada kenaikan harga minyak sawit sehingga pemerintah memutuskan tahun depan hanya minyak goreng kemasan yang boleh beredar.

“Per 1 Januari 2022 besok, minyak goreng curah tak boleh beredar di pasaran,” ujarnya.

Lebih lanjut, Oke Nurwan menjelaskan bahwa, untuk minyak goreng kemasan bisa diproduksi lebih dulu dan dapat disimpan jangka panjang. Jika minyak sawit mengalami kenaikan, maka dampaknya tidak langsung dirasakan konsumen. Dia juga menyebutkan saat ini negara yang memakai minyak curah hanya dua, yakni Indonesia dan Bangladesh.

Sementara atas adanya permendag tersebut terjadi dampak yang dirasakan konsumen maupun harga minyak curah di pasaran. Yakni sejak akhir tahun 2021 tepatnya bulan November sampai awal bulan Desember di sejumlah pasar tradisional dan pasar milik pemerintah daerah Kabupaten Tuban. Harga Minyak curah yang menjadi bahan baku utama penggorengan bagi pelaku usaha mikro di perdesaan seperti usaha kerupuk, usaha gorengan, mengalami lonjakan harga yang tak terkendali. 

Baca Juga  Tarik Minat Investor dan Tumbuhkan Lapangan Pekerjaan, Pengembangan Kawasan Industri di Kendal Bisa Jadi Percontohan Daerah Lain

“Kalau pelaku usaha kecil di pedesaan sini. lebih milih minyak goreng curah. Meski saat ini harga mahal hingga Rp 19 ribu perkilo. Sebab lebih murah dan banyak (takaran),” kata pedagang toko kelontong di Senori Tuban Muslikah, Selasa (7/12/2021).

Senada Muslihah salah seorang pedagang di Pasar Bangilan milik Pemkab Tuban Anis mengatakan bahwa, konsumen lebih memilih minyak curah. Sebab, lebih ekonomis untuk bahan penggorengan. Dia juga kaget perihal wacana penghapusan minyak curah di pasaran. 

“Kasihan konsumen yang kebanyakan pelaku usaha rumah seperti produksi kerupuk, penjual gorengan. Kalau disuruh berganti minyak kemasan,” tuturnya.

Pedagang lain, Khonzanah mengaku selama hampir dua bulan ini konsumen mengeluh perihal naiknya harga minyak curah. Dia terang – terangan tidak setuju akan wacana penghapusan minyak curah di pasaran tanpa adanya alternatif lain dari pemerintah. 

“Saya baru tahu kalau minyak curah mau dilarang edar. Mestinya pemerintah juga beri solusi minyak kemasan atau produk apa yang ditawarkan sebagai penggantinya. Kalau tiba – tiba dicabut (tidak boleh edar) di pasaran sama saja aturan tidak relevan harusnya niatan pemerintah penghapusan minyak curah dibatalkan,” kesalnya. 

Baca Juga  Lewat Digitalisasi, UKM Mampu Lebih Bangkit dan Melaju

Sementara Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskoperindag) Tuban, Agus Wijaya mengaku sampai saat ini masih menunggu sosialisasi atas kebijakan pemerintah pusat dalam hal ini Kemendag atas terbitnya permendag nomor 36/2020  lalu. 

“Petunjuk teknisnya belum ada. Memang tidak salah permendag memunculkan ini. Namun, masyarakat atau konsumen membutuhkan adaptasi peralihan dari minyak curah ke minyak goreng kemasan,” ujar Agus kepada awak media di Pendapa Krido Manunggal, Senin (7/12/2021) kemarin. 

Agus menilai adanya permendag itu, karena pemerintah menilai minyak curah beredar di pasaran selama ini tidak ada standar atau tidak jelas produknya dan kestabilan harga ditentukan harga sawit. Namun begitu, pihak dinas tidak bisa berbuat banyak. Pihak daerah dalam hal ini dinasnya berharap kepada kemendag juga memberikan referensi produk- produk minyak goreng yang standar harga berbeda dan tidak memberatkan pelaku usaha mikro. 

“Kalau konsumen langsung diarahkan ke minyak goreng kemasan berstandar dan produk harga berbeda itu lebih baik. Karena bagi pelaku usaha (konsumen) sudah terbiasa dengan minyak curah. Dan adaptasi peralihan dari (minyak curah ke minyak kemasan) ini juga butuh waktu,” tutupnya(*)



Ahmad Istihar