Beranda

Fenomena Joki Strava, Ini Kata Psikolog

Fenomena Joki Strava, Ini Kata Psikolog
Ilustrasi Aplikasi Strava yang kini memunculkan fenomena Joki Strava (Ist)

INDONESIAONLINE – Aplikasi Strava kini tengah menjadi sorotan publik, terutama di kalangan penggiat olahraga. Aplikasi kebugaran ini berfungsi untuk mencatat aktivitas olahraga, seperti bersepeda, lari, dan berenang. Popularitasnya melonjak, terutama di antara para pelari dan pesepeda yang ingin berbagi pencapaian mereka.

Namun, seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna, muncul fenomena baru Joki Strava. Joki ini menawarkan jasa untuk menjalankan aktivitas olahraga sesuai permintaan klien. Setelah menyelesaikan aktivitas, mereka akan memberikan bukti berupa gambar catatan aktivitas, yang kemudian dapat dibagikan di media sosial. Ini menjadi cara bagi individu untuk memamerkan pencapaian olahraga mereka, meskipun sebenarnya tidak dilakukan sendiri.

Kecenderungan ini muncul dari kebutuhan masyarakat, khususnya generasi muda untuk mendapatkan validasi sosial. Banyak pengguna rela mengeluarkan uang untuk mendapatkan catatan aktivitas yang “impressionable,” lengkap dengan rute, kecepatan, dan waktu tempuh yang tinggi. Fenomena ini memicu pertanyaan tentang pentingnya validasi dalam kehidupan seseorang.

Dr. Tutut Chusniyah, S.Psi, M.Si, seorang psikolog dan Dekan Fakultas Psikologi Universitas Negeri Malang, menjelaskan bahwa kebutuhan akan validasi adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Validasi ini membantu individu membentuk identitas mereka.

“Salah satu kebutuhan dasar itu kan membentuk identitas. Jadi orang itu perlu memiliki identitas, saya ini siapa,” jelasnya.

Menurutnya, identitas sering kali dipengaruhi oleh persepsi orang lain. Ketika seseorang tidak mendapatkan pengakuan yang mereka inginkan, mereka mungkin tergoda untuk menciptakan identitas palsu melalui cara-cara manipulatif, seperti menggunakan jasa Joki Strava.

Fenomena ini menunjukkan bahwa tingginya kebutuhan akan validasi sosial dapat menjadi pendorong bagi individu untuk mengambil jalan pintas dalam memamerkan pencapaian mereka. Bagi para joki, ini adalah peluang untuk meraup keuntungan dari mereka yang haus akan pengakuan.

Namun, ada sisi gelap dari fenomena ini. Kepalsuan yang ditampilkan di media sosial dapat mempengaruhi perilaku di dunia nyata, berpotensi menyebabkan individu terjebak dalam penciptaan identitas yang tidak otentik.

“Perilaku deviance saat ini sudah dibawa ke dunia nyata. Dia ingin membentuk identitas dirinya dengan cara manipulatif,” tambah Dr. Tutut.

Oleh karena itu, penting untuk memiliki literasi digital yang baik agar individu terhindar dari dampak negatif perkembangan teknologi. “Membentuk identitas diri dengan cara manipulatif itu tidak sehat. Mereka hanya mendapatkan kebahagiaan semu. Ini berpengaruh pada perkembangan pribadi,” pungkasnya.

Fenomena Joki Strava menggarisbawahi tantangan yang dihadapi oleh masyarakat modern dalam menghadapi kebutuhan untuk mendapatkan validasi. Dengan memahami pentingnya identitas yang autentik, individu diharapkan dapat menjalani kehidupan yang lebih bermakna dan sehat, jauh dari kepalsuan yang ditawarkan oleh dunia maya (as/dnv).

Exit mobile version