JATIMTIMES – Kasus pengeroyokan yang dialami siswi kelas enam di salah satu sekolah dasar swasta di Kota Malang yakni Mawar (bukan nama sebenarnya), saat ini telah melalui proses diversi dan gagal. 

Sesuai dengan Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana. 

Di mana proses diversi sendiri menurut Pasal 6 UU Nomor 11 Tahun 2012 terdapat lima poin tujuan. Yakni mencapai perdamaian antara korban dan anak, menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan, menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi, dan menanamkan rasa tanggungjawab kepada anak.

Ketua Tim Kuasa Hukum korban yakni Leo A Permana menyampaikan, bahwa proses diversi memang wajib dilakukan. Hal itu sesuai dengan Pasal 7 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 

Proses diversi dapat dilakukan ketika tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara di bawah tujuh tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. 

Baca Juga  Pelaku Pembunuhan Warga Kampung Osing Terancam Penjara Seumur Hidup

Dalam proses diversi ini, lima tersangka pengeroyokan beserta keluarga dan juga kuasa hukum dihadirkan. Kemudian hadir juga pihak korban yang diwakili oleh ibu korban bersama tim kuasa hukum dan juga pihak Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Malang. 

“Diversi gagal, secara manusia memaafkan, tapi secara hukum, ibu korban ini mau tetap lanjut (proses hukum) untuk mencari keadilan,” ungkap Leo kepada JatimTIMES.com, Senin (6/12/2021).

Pria yang juga sebagai Ketua Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Malang Raya ini menuturkan, pada saat proses diversi tersebut, kelima tersangka beserta keluarga meminta maaf kepada ibu korban. 

“Keluarga pelaku dan tersangka sendiri ya minta maaf kepada ibu korban, yang lain nangis tapi ada satu anak yang wajahnya flat seperti tidak ada penyesalan,” tutur Leo. 

Dalam proses diversi terhadap kasus dengan korban Mawar ini, hanya lima tersangka pengeroyokan yang dihadirkan. Untuk satu tersangka kekerasan seksual dan persetubuhan tidak melalui proses diversi.

“Itu pelaku penganiayaan semua, karena kalau pelaku persetubuhan nggak bisa diversi, karena ancamannya 15 tahun,” ujar Leo. 

Sementara itu, korban yang tidak hadir di ruangan Mapolresta Malang untuk menjalani proses diversi, dikarenakan kondisi psikis dari korban masih belum stabil dan trauma yang dialami masih belum hilang seluruhnya. 

Baca Juga  Pria di Malang Dibunuh Teman gegara Mau Kembalikan HP

“Kalau sehari-harinya sudah lebih baik mas, tapi kalau tidur malam dia sering mengigau dan teriak-teriak, untuk pemulihan mentalnya masih belum 100 persen,” terang Leo.

Kemudian, salah satu trauma yang masih dirasakan oleh korban yakni ketika bertemu atau berada di lingkungan banyak orang, korban merasa ketakutan. Hal itu pula yang membuat korban masih memerlukan pendampingan trauma healing dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur dan pekerja sosial (peksos) Kementerian Sosial RI. 

“Keluhan fisik kapan hari masih mual-mual, sempat ketika dikunjungi Mensos itu sebelum sesaatnya mengalami muntah-muntah, lambungnya kena, karena stress,” kata Leo. 

Lebih lanjut, untuk kondisi kesehatan korban mulai membaik. Kemudian korban juga sempat dilakukan tes kehamilan dan hasilnya negatif. “Alhamdulillaah sudah di tes, nanti akan dilakukan tes berkala juga sama Dinsos untuk di fasilitasi, Alhamdulillaah hasilnya negatif (tidak hamil),” tandas Leo.



Tubagus Achmad