INDONESIAONLINE – Aroma musim semi di Boston, Massachusetts, pada April 2024, tidak membawa janji kehangatan bagi Kevin Boyce. Alih-alih, ia membawa ancaman tak terlihat, seukuran kepala peniti yang akan merenggut nyawanya dalam hitungan minggu.
Kevin, 62 tahun, pria yang dikenal akan semangat hidupnya, tak menyadari bahwa gigitan kutu kecil telah menanamkan benih kehancuran di otaknya.
Kisah tragisnya dimulai dengan gejala yang tampak tak berbahaya: sakit kepala, muntah, dan sensasi lemas yang tak lazim, mirip seperti flu biasa. Keluarga Kevin, termasuk adik perempuannya, Erin Boyce, mulanya tak menaruh curiga.
Namun, kondisi Kevin memburuk dengan kecepatan mengerikan. Hanya dalam beberapa hari, ia pingsan di rumahnya, sebuah insiden yang langsung melarikan dirinya ke unit perawatan intensif di Massachusetts General Hospital.
Di sanalah, diagnosis mengejutkan itu datang: virus Powassan. Sebuah penyakit langka yang ditularkan melalui gigitan kutu, namun kasusnya menunjukkan peningkatan signifikan dalam dekade terakhir. Erin tak akan pernah melupakan kata-kata yang menggambarkan kehancuran yang terjadi di dalam tubuh kakaknya.
“Otaknya telah meledak begitu banyak akibat ensefalitis, dan dia mengalami kerusakan otak yang sangat parah,” tuturnya pilu, mencoba menggambarkan kengerian yang disaksikannya.
Ensefalitis, atau peradangan otak, adalah komplikasi paling mematikan dari virus Powassan. Gejala seperti demam tinggi, kebingungan, kehilangan koordinasi, kesulitan berbicara, hingga kejang adalah penanda bahwa virus telah menggerogoti sistem saraf pusat.
Sekitar 10 persen kasus Powassan yang parah berakhir dengan kematian. Kevin termasuk di antara korban yang tak berdaya menghadapi invasi senyap itu.
“Itu sangat mengerikan,” Erin berbisik, suaranya sarat duka. “Tapi kami tahu apa yang diinginkan Kevin, jadi kami harus merelakannya,” ujarnya lirih.
Beberapa minggu setelah dirawat intensif, Kevin Boyce menghembuskan napas terakhirnya, meninggalkan seorang istri, dua putra, dan seorang cucu perempuan yang berduka. Kematiannya menjadi peringatan pahit akan bahaya yang tersembunyi di alam bebas, dibawa oleh serangga kecil yang sering kali luput dari perhatian.
Kini, Erin dan keluarganya mengemban misi. Mereka ingin kisah Kevin menjadi lonceng peringatan bagi masyarakat luas. “Kami hanya ingin masyarakat tahu apa yang harus dicari dan waspada terhadap kutu, terutama jika ada kutu di tubuh Anda,” tegas Erin.
Pencegahan Kutu: Tameng Terpenting
Virus Powassan ditularkan dari kutu yang terinfeksi melalui kontak dengan darah hewan pengerat. Yang lebih menakutkan, virus ini dapat menular ke manusia hanya dalam waktu 15 menit setelah kutu menempel. Gejala baru muncul satu minggu hingga satu bulan setelah gigitan.
Untuk meminimalkan risiko, para ahli menyarankan beberapa langkah proaktif:
-
Kenakan Pakaian Pelindung: Saat beraktivitas di luar ruangan, terutama di area berhutan atau semak-semak, gunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang. Masukkan celana ke dalam kaus kaki atau gunakan selotip untuk menutup celah.
-
Pilih Warna Terang: Pakaian berwarna terang memudahkan identifikasi keberadaan kutu yang menempel.
-
Tetap di Jalur: Saat mendaki di hutan, hindari berjalan di semak-semak dan perdu, karena kutu cenderung menyukai habitat tersebut.
-
Gunakan Pengusir Kutu: Aplikasikan pengusir kutu yang mengandung DEET, permetrin, atau picaridin pada kulit atau pakaian.
-
Periksa Diri dan Hewan Peliharaan: Setelah kembali ke rumah, segera periksa tubuh Anda, anak-anak, dan hewan peliharaan dari kutu.
-
Tindakan Cepat: Jika menemukan kutu, gunakan pinset untuk mencabutnya sedekat mungkin dengan kulit, tanpa meremas tubuh kutu.
-
Mandi dan Cuci Pakaian: Segera mandi setelah aktivitas luar ruangan dan cuci pakaian dengan air panas untuk membunuh kutu yang mungkin masih menempel.
Kisah Kevin Boyce adalah pengingat yang menyakitkan: bahaya seringkali datang dalam bentuk terkecil dan paling tak terduga. Kesadaran dan kewaspadaan adalah kunci untuk melindungi diri dari ancaman virus Powassan yang mengintai.