Beranda

Menu Makan Bergizi Gratis di Jombang Dikeluhkan, Ini Kata SPPG

Menu Makan Bergizi Gratis di Jombang Dikeluhkan, Ini Kata SPPG
Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kepatihan Yayasan Puspa Wijaya Abadi Jombang, Jatim (jtn/io)

INDONESIAONLINE – Aroma keluhan menusuk Indra, menggagalkan janji manis program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah. Di jantung Kota Jombang, tepatnya di SMPN 1 Jombang, asa ribuan siswa untuk mendapatkan asupan gizi berkualitas justru berbenturan dengan realita pahit: nasi keras dan lauk ayam basi.

Insiden yang terjadi pada hari pertama pengiriman, Senin (1/9/2025), ini memicu gelombang pertanyaan dan sorotan tajam terhadap implementasi strategi program ini.

Senin pagi itu seharusnya menjadi penanda era baru bagi siswa SMPN 1 Jombang. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Program MBG yang dijadwalkan tiba pukul 09.00 WIB, molor dua jam, baru sampai di sekolah pada pukul 11.00 WIB.

Keterlambatan ini, menurut Lilis Wijayati (54), vendor dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kepatihan Yayasan Puspa Wijaya Abadi, adalah akibat “faktor kesiapan” dan status mereka sebagai penyedia baru.

“Hari Senin itu memang kita terlambat. Maklum kita masih baru, masih mengkondisikan semuanya,” ujar Lilis saat ditemui di dapur SPPG Kepatihan, Desa Kepatihan, Rabu (3/9/2025).

Namun, keterlambatan hanyalah permulaan. Keluhan yang lebih serius datang dari para siswa. MP, siswa kelas IX, dengan jujur ​​mengungkapkan pengalamannya.

“Masakannya enak yang sekarang. Kalau kemarin ayamnya kayak ada darahnya gitu, terus nasinya keras kurang matang,” tuturnya, membandingkan dengan menu hari berikutnya yang nilainya lebih baik.

Senada dengan MP, KN, rekan sekelasnya, juga mengeluhkan hal serupa. “Ayamnya kemarin basi, kalau tahunya hambar. Hari ini tadi enak, ada kayak bakwan, tahu, sayur dan jeruk,” terang KN, menyoroti kontras kualitas menu yang diterima.

Bantahan dari Balik Dapur: Semua Makanan Fresh

Menyikapi gelombang keluhan ini, Lilis Wijayati dari SPPG Kepatihan dengan tegas membantah tudingan tersebut. Ia bersikukuh bahwa seluruh menu dimasak dengan standar yang baik dan matang.

Lilis memahkotai proses masak yang panjang, dimulai dari pengolahan daging ayam pukul 16.00 – 19.00 WIB, dilanjutkan dengan pengolahan seluruh bahan makanan lain mulai pukul 03.00 WIB, hingga matang sepenuhnya sekitar pukul 07.00 WIB. Proses pemorsian ke nampan makanan dilakukan setelah itu.

“Kalau hari Senin itu semua makanan segar, dimasak pukul 06.45 WIB. Jadi Insyaallah kalau menu basi tidak ada,” tegas Lilis, menepis keraguan terhadap kualitas makanan yang mereka sajikan.

SPPG Kepatihan Yayasan Puspa Wijaya Abadi bukan pemain kecil. Mereka melayani 2.200 siswa dari lima lembaga pendidikan di Kecamatan Jombang, termasuk SMPN 1 Jombang, SMPN 2 Jombang, SDN Kepatihan, TK Al Amanah, dan TK Al Banuun. Skala layanan yang besar ini tentu menuntut sistem dan kontrol kualitas yang sangat ketat.

Lilis mengakui adanya celah dan berjanji untuk melakukan perbaikan. “Ke depan semoga kami bisa melayani lebih baik terhadap penerima manfaat. Agar bisa membentuk generasi muda yang lebih baik sesuai Arahan Bapak Presiden. Ke depan akan kami perbaiki lagi,” ucapnya menunjukkan komitmen untuk meningkatkan kualitas.

Pertanyaan Menggantung: Antara Janji dan Realita Gizi Siswa

Kejadian di SMPN 1 Jombang ini menjadi alarm penting. Program MBG, yang bertujuan mulia untuk memastikan asupan gizi seimbang bagi generasi penerus bangsa, tidak boleh mengorbankan kualitas demi kecepatan pelaksanaan. Keterlambatan pengiriman dan keluhan mengenai makanan yang tidak layak konsumsi, apalagi sampai basi, adalah preseden buruk yang harus segera diatasi.

Pemerintah daerah dan pihak terkait perlu melakukan evaluasi secara menyeluruh, tidak hanya pada aspek logistik, tetapi juga pada proses pengadaan, persiapan, dan distribusi makanan. Pengawasan ketat terhadap vendor penyedia layanan menjadi penting untuk memastikan bahwa setiap hidangan yang sampai di tangan siswa benar-benar bergizi, aman, dan layak dikonsumsi.

Kasus “nasi keras dan ayam basi” di Jombang ini bukan sekadar keluhan sepele. Ini adalah cerminan tantangan besar dalam merealisasikan program nasional yang ambisius. Masa depan gizi anak-anak Indonesia adalah taruhannya, dan tidak ada ruang untuk toleransi terhadap kualitas yang diteliti.

Pemerintah dan semua pihak terkait wajib memastikan bahwa program MBG benar-benar menjadi solusi, bukan justru menciptakan masalah baru di piring-piring para siswa (ar/dnv).

Exit mobile version