INDONESIAONLINE – Tidak ada yang bisa membungkam ekspresi atau pendapat orang, apalagi media. Apalagi saat ini masyarakat sedang ‘euforia’ terhadap kebebasan berekspresi, apalagi dengan munculnya media sosial (medos).

Namun masyarakat pengguna internet diharapkan bijak dalam menggunakan media sosial agar tidak bersinggungan dengan hukum pidana.

Hal itu disampaikan advokat muda Lumajang Indra Hosy Efendi saat menjadi narasumber pada acara wawasan kebangsaan bersama anggota Komisi E DPRD Jatim dari Fraksi PDIP Hari Putri Lestari di Pondok Asri Sukodono, Lumajang.

Sembari mencontohkan beberapa kasus warga yang terjerat hukum akibat penggunaan internet, Indra Hosy Efendi memberikan tips agar pengguna media sosial tidak terjerat UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik).

“Untuk media sosial yang perlu diwaspadai adalah kebenaran informasi, transaksi elektronik, pencemaran nama baik dan hal-hal sensitif,” ujarnya. “Pasal 27 UU ITE sangat erat kaitannya dengan aktivitas media sosial,” lanjutnya.

Pasal 27 ayat 3 UU ITE, berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dapat diakses dengan hinaan dan/atau pencemaran nama baik”.

Sedangkan sanksinya tertuang dalam Pasal 45 UU ITE yang berbunyi: (1) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4 ) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

Hal inilah yang menurut Indra Hosy Efendi perlu diwaspadai agar para pengguna media sosial tidak berlebihan dalam mengutarakan pendapat atau membuat postingan tertentu.

Sementara itu, narasumber dari praktisi media, Herry Purwanto, menyoroti perbedaan antara media sosial dan pers (media arus utama). Dia mencontohkan, kalau ada konflik di jalan, seperti media sosial. Sedangkan pers ibarat tinju di ring yang ada wasitnya.

Ibarat balapan, media sosial adalah balapan liar, sedangkan pers adalah balapan atau balapan di sirkuit yang resmi dipertandingkan. “Sebelum saya pergi dari sini, saya mendapat informasi dari media sosial yang mengatakan PDIP menolak pesantren sehingga mengundang banyak komentar negatif. Tapi setelah kami cek kebenarannya, ternyata info itu hoax, jadi sebagai media. , saya harus memberikan pencerahan,” katanya.

“Maka berhati-hatilah dalam menerima informasi dan terutama yang ingin berbagi berita di media sosialnya. Periksa kebenarannya terlebih dahulu agar tidak ikut-ikutan menyebarkan hoax,” tambah Hery.

“Kalau dulu mulutmu harimaumu, hari ini jarimu harimaumu. Jadi bijaklah bermedia sosial,” kata Wahyudi, mediator saat mengakhiri acara.