INDONESIAONLINE – Dampak kelangkaan minyak goreng masih dirasakan masyarakat. Salah satunya adalah pengusaha kerupuk di Desa Putat Lor, Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik.

Untuk mendapatkan minyak goreng saja, ia terpaksa merogoh kocek ke luar kota dengan harga yang lebih tinggi dari peraturan pemerintah sebesar Rp. 14 ribu. Yaitu mulai dari Rp. 18 ribu menjadi Rp. 19 ribu per liter.

Dengan demikian, biaya produksi yang dikeluarkan jauh lebih tinggi dari sebelumnya. Tak hanya itu, harga bahan baku kerupuk seperti tepung tapioka juga mengalami kenaikan.

“Tidak ada pilihan lain, mau tidak mau kita harus tetap berproduksi. Kalau kita berhenti produksi, kasihan nasib buruh kita,” kata pengusaha kerupuk Sutino.

Pria berusia 59 tahun itu mengaku telah menggeluti bisnis kerupuk selama 30 tahun. Namun, baru kali ini terjadi kelangkaan minyak goreng paling parah.

Sebelum minyak goreng langka, Sutino membeli minyak goreng di kisaran Rp 12 ribu per liter. Dalam sehari, menghabiskan 180 kilogram minyak. Kini, ia harus pergi ke luar kota untuk mendapatkan minyak goreng di kisaran harga Rp. 18 ribu menjadi Rp. 19 ribu.

“Tinggal melipatgandakan nilai produksi karena terjadi kelangkaan minyak goreng yang sudah berjalan sebulan,” katanya.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPRD Gresik, Mujid Riduan, mengatakan pemerintah harus turun ke lapangan. Membantu pengusaha kecil yang kesulitan mendapatkan minyak goreng.

“Setelah ini saya berkoordinasi dengan Diskoperindag untuk membantu UMKM,” kata politisi PDI-P itu saat berkunjung ke tempat usaha Sutino, Selasa (1/3/2022).

Mujid mengatakan, dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah telah melakukan operasi pasar dengan harga Rp. 14.000 per liter. Namun, fakta di lapangan minyak goreng masih langka.

“Selain kelangkaan minyak goreng, pemerintah juga harus memperhatikan kenaikan harga tepung tapioka. Ini harus menjadi perhatian Pemkab Gresik,” tambahnya.

Ketua DPC PDI-P mengatakan, data yang diterima ada tiga produsen kerupuk buatan sendiri yang gulung tikar. Diskoperindag harus mengumpulkan data dan memberikan solusi.

“Pengrajin rumahan mulai kerupuk, tahu, tempe supaya bisa kita catat berapa yang mekar dan kempis, berapa yang berhenti beroperasi, perlu dicatat. Kita butuh data itu, pemkab harus hadir ke UKM,” ujarnya.

Mujid mengaku akan membantu pengusaha kerupuk dengan menyerahkan bantuan peralatan melalui dana hibah. Sehingga produsen kerupuk rumahan bisa bertahan.