INDONESIAONLINE – Di tengah keragaman suku, agama, dan ras, bangsa Indonesia terbukti mampu dengan kokoh merekatkan persatuan bangsa. Dai dan daiyah memiliki peran besar dalam menjaga ikatan tersebut, bukan menjadi pemecah modal sosial bangsa.

“Kami Pondok Pesantren Al Ubaidah Kertosono yang merupakan pintu terakhir dalam menguji kemampuan para santri yang kemudian disalurkan ke majelis taklim di bawah naungan LDII memiliki kewajiban besar untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. ,” kata pengasuh Pesantren Al Ubaidah (Ponpes), Nganjuk, KH. Ubaidillah Alhasaniy, saat ditemui di kantor pondok pesantren, Senin (28/2).

Mereka, para penafsir dakwah LDII dan ormas Islam lainnya, ia harapkan menjadi penjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Menurutnya, sejalan dengan program kerja “LDII Untuk Bangsa” yang memuat delapan bidang, kebangsaan menempati urutan pertama.

“Kita sebagai pusat pelatihan dan ujian para misionaris dan misionaris LDII, harus menyelaraskan ini. Sejak tahun 1972, kita tegaskan bahwa Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI adalah final,” kata Kiai Ubaidillah Alhasaniy yang kerap disapa Kyai Ubaid.

Ia menegaskan, pihaknya harus bekerja sama dengan semua pihak agar pandangan kita terinformasikan dengan baik kepada masyarakat Indonesia. Selama ini ia telah mengundang pembicara dari kalangan akademisi dan praktisi. Pada awal tahun 2022, ia membuat program kerja, dengan mengikutsertakan narasumber dari unsur Kementerian Agama (Kemenag), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kodim, dan Polres Nganjuk.

Program tersebut sudah menjadi agenda rutin, mengingat sebagai pesantren berfungsi sebagai pintu terakhir pelepasan juru dakwah. “Jadi mahasiswa yang akan terjun ke masyarakat harus memahami kebijakan pemerintah terkait dakwah sesuai arahan Kemenag dan MUI,” ujarnya.

Sementara itu, sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila, KH Ubaid menjelaskan bahwa para penafsir dakwah harus memahami wawasan kebangsaan, bela negara, dan masalah keamanan dan ketertiban umum atau Kamtibmas.

“Untuk itu, kami mengajak Polres Nganjuk dan Kodim untuk memberikan pemahaman wawasan kebangsaan, bela negara serta menumbuhkan rasa cinta tanah air dan penghormatan atas jasa para pahlawan,” ujar Kiai Ubaid yang juga pengurus Departemen Pendidikan Agama dan Dakwah (PKD) DPP LDII.

“Ikan ditangkap, air tidak keruh” Program kerja Pondok Pesantren Al Ubaidah ini disambut baik oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Kabupaten Nganjuk, sekaligus pengurus Pondok Pesantren Darul Ulil Albab KH. Kharisuddin Aqib. Menurutnya, minimnya informasi dan ketidaktahuan masyarakat bisa menimbulkan salah paham.

“Bila melihat ratusan santri setiap bulannya terserap ke dalam kelompok pengajian LDII, prestasi Pondok Pesantren Al Ubaidah memang patut untuk disyukuri dalam berkompetisi dalam kebaikan,” ujar KH Kharisuddin.

Menurutnya, dengan pencapaian tersebut, penting bagi Pondok Pesantren Al Ubaidah untuk bersinergi dengan berbagai pihak, agar tidak menimbulkan kecemburuan yang menyelimuti suasana.

“Jika orang tidak tahu, mereka tidak merasa bisa salah paham. Tapi kalau kita saling memahami dan bekerja sama, ikannya bisa diambil, tapi airnya tidak keruh,” ujarnya menggambarkan kondisi dakwah di masyarakat majemuk seperti Indonesia.

Ia mengajak para santri Pondok Pesantren Al Ubaidah untuk berdakwah dengan ajakan yang baik, menyejukkan, dan tidak menyalahkan juru dakwah lainnya.

“Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai sumber petunjuk bagi umat Islam memiliki banyak wajah, dzuwajihin satta, sehingga cara pandang atau fiqh menjadi beragam,” ujarnya.

Untuk itu, perbedaan-perbedaan ini tidak boleh menyakiti, menyinggung dan mencemooh da’i lainnya.

“Para misionaris harus saling menjaga, karena semuanya mengajak ke jalan Allah demi kemaslahatan umat manusia,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Kantor Kementerian Agama (Kakankemenag) Kabupaten Nganjuk Mohammad Afif Fauzi saat ditemui di Pondok Pesantren Al Ubaidah usai menyampaikan materi etika dakwah mengatakan, kondisi masyarakat yang majemuk menuntut setiap umat beragama memiliki kewajiban untuk memelihara perdamaian.

Ia mengatakan moderasi beragama menjadi prioritas Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

Moderasi beragama adalah upaya agar kehidupan beragama tidak menimbulkan perselisihan, tetapi agama adalah untuk menebar kedamaian, kasih sayang di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja, kata Afif.

Menurutnya, fanatik agama diperbolehkan. Namun, jangan salahkan orang yang berbeda agama atau kepercayaan.

“Agama hadir di tengah-tengah kita untuk mengangkat harkat dan martabat manusia, itulah pentingnya moderasi beragama. Agar kehidupan yang harmonis dapat terwujud di negara kita tercinta ini,” imbuhnya.

Menurutnya, para penafsir dakwah memiliki kewajiban untuk menyadarkan masyarakat bahwa keragaman keyakinan dan suku bukanlah alasan untuk berkonflik. Namun kekayaan umat manusia, malah menjadi kekuatan bagi umat manusia untuk saling mengenal dan bekerjasama demi kebaikan bersama.

“Bagi yang tidak seagama, kemanusiaan adalah bersaudara dalam kemanusiaan, kita sama-sama manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang menginginkan manusia hidup rukun dan damai,” ujarnya.

Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso menyambut baik tindak lanjut Program Kerja DPP LDII yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Al Ubaidah. Menurutnya, LDII merupakan lembaga dakwah inklusif yang selalu menerima masukan dan bekerjasama dengan berbagai pihak, dalam mengatasi permasalahan bangsa.

Ditegaskannya, Pondok Pesantren Al Ubaidah sebagai pusat pelatihan para misionaris LDII memiliki komitmen yang kuat untuk membangun persatuan dan kesatuan bangsa.

“Meskipun kami adalah organisasi dakwah, kebangsaan tetap menjadi fokus utama kami. Jika Indonesia diombang-ambingkan, tentu umat Islam di dalamnya tidak bisa bekerja dan beramal, apalagi berdakwah,” pungkas KH Chriswanto.