INDONESIAONLINE – Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang menyelenggarakan webinar internasional, Selasa (26/7/2022). Webinar internasional ini diinisiasi Unit Rumah Moderasi Beragama (RMB) dan mengusung tema: “In Defence of Religious Moderation: Learning From Different Perspectives”.

Rektor UIN Maliki Malang Prof Dr M. Zainuddin MA menjadi salah satu narasumber. Narasumber lain adalah ahli sekaligus tokoh analis di bidang moderasi beragama dari Jerman Prof Dr Arndt Graf (Goethe-Universität Frankfurt, Germany), Nana Yuliana PhD (duta besar Indonesia untuk Republik Kuba merangkap Bahama, Republik Dominika, Haiti, dan Jamaika) serta dan terakhir KH Zuhairi Misrawi Lc (duta besar Indonesia untuk Tunisia).

Dalam paparannya, rektor asal Bojonegoro itu menyampaikan materi tentang moderasi Islam di Indonesia.  Prof Zain, sapaan akrabnya, menjelaskan, terdapat 6 agama yang diakui oleh negara, yaitu  Islam, Kristen, Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu. Islam adalah agama mayoritas dengan 231,06 juta umat berdasarkan laporan The Royal Islamic Strategic Studies Centre ( RISSC ).

1

Jumlah itu setara dengan 86,7 persen dari total penduduk Indonesia. Hubungan antarumat beragama telah diatur oleh negara dengan nama Tri Kerukunan Antarumat Beragama (hubungan antarumat beragama, intern umat bragama dan antaragama dan pemerintah). Hubungan antaragama selama ini relatif terkendali dan harmoni.

Baca Juga  Pascasarjana UIN Malang Helat IC-ISLEH 2022, Usung Tema Strategis Ini

Jikapun ada konflik, masih bisa diselesaikan dengan baik. Untuk memelihara dan menguatkan hubungan yang harmoni antarumat beragama tersebut, maka pemerintah membuat kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Panjang (RPJMP), yang di antaranya  moderasi beragama dan revolusi mental.

Lebih detail, Prof Zain menjelaskan  moderasi beragama. Menurut dia, moderasi beragama merupakan sikap keberagamaan yang toleran. Inklusif, menolak segala tindakan kekerasan dan menjaga NKRI, berkomitmen terhadap Pancasila sebagai dasar ideologi negara, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika.

“Jadi, kalau mereka warga Indonesia, warga beragama, tidak memiliki komitmen, tidak toleran, tidak inklusif, tidak menginginkan Bhineka Tunggal Ika, maka belum disebut moderat,” jelasnya.

Sementara itu, gerakan revolusi mental mengajak seluruh umat beragama dan seluruh warga bangsa untuk mengedepankan nilai-nilai religius dalam berbangsa dan bernegara. Hingga kini, hal tersebut masih terus berproses dan hingga saat ini masih relatif aman dan terkendali . Jikapun terdapat konflik, masih dapat diatasi melalui komunikasi tri kerukunan dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

Baca Juga  Terjunkan 707 Mahasiswa KKN, Unisba Blitar Angkat Tema Pemulihan Ekonomi Berbasis Teknologi

“Dan ini banyak sekali forum ini yang dibentuk pemerintah maupun komunitas masyarakat beragama yang intinya menjadikan hubungan antar-umat beragama damai, sejahtera dan harmoni,” paparnya

2

Selanjutnya, disampaikan mengenai peran politik umat islam pasca-Orde Baru. Terdapat 4 periodesasi Islam di Indonesia. Pertama, 1909-1945 periode klasik/prakemerdekaan;. Kedua, 1966-1998 periode modern/Orde Baru. Ketiga, 1945-1966 periode pertengahan /kemerdekaan -Orde Lama. Dan keempat, 1998 sampai sekarang periode post modern/reformasi.

Penjelasan dari Profesor asal Bojonegoro ini cukup detail karena ruang lingkup materinya tidak hanya dari peta umat beragama, tetapi sampai pada periode perubahan zaman pemerintahan di Indonesia lalu mengerucut hingga pada formasi sosial elit Agama.

Namun demikian, menurut Prof Zain, hakikat dari moderasi beragama di negeri ini merujuk pada empat indikator. Indikator anti-kekerasan, toleransi, komitmen kebangsaan dan penerimaan tradisi.