Beranda

Perang Banner di Kantor PGRI Banyuwangi: Dualisme Kepemimpinan Makin Panas!

Perang Banner di Kantor PGRI Banyuwangi: Dualisme Kepemimpinan Makin Panas!
Suhu di internal Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Banyuwangi mendidih dikarenakan adanya dualisme kepemimpinan (jtn/io)

Memanas! Konflik dualisme kepengurusan PGRI Banyuwangi meletus menjadi ‘perang banner’ di kantor sekretariat. Kubu M. Sodiq dan Sudarman saling klaim kepengurusan sah. Bagaimana nasib para guru di tengah perseteruan ini?

INDONESIAONLINE – Suhu politik di internal Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Banyuwangi mendidih. Bukan lagi sekadar perang wacana, konflik dualisme kepemimpinan kini meletus menjadi “perang banner” yang simbolis namun sarat makna di jantung organisasi, Kantor Sekretariat PGRI Banyuwangi, Sabtu malam (19/7/2025).

Pemicunya adalah pelantikan kepengurusan PGRI Banyuwangi versi H.M. Sodiq pada Sabtu siang. Sebagai bentuk euforia dan pengumuman, kubu Sodiq memasang banner ucapan selamat atas kepengurusan baru mereka. Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama.

Hanya dalam hitungan jam, banner tersebut tertutup oleh spanduk lain yang dipasang oleh kubu petahana, Sudarman. Spanduk kegiatan dari kubu Sudarman itu seolah menjadi “jawaban” telak atas klaim kepengurusan baru, menciptakan ketegangan yang bisa dirasakan langsung di lokasi.

Aksi saling “tindih” spanduk ini nyaris menyulut api yang lebih besar. Pihak Sodiq menyatakan keberatan keras. Mereka menganggap tindakan tersebut sebagai bentuk pelecehan terhadap prosesi pelantikan yang baru saja digelar dan upaya delegitimasi kepengurusan mereka yang diklaim sah.

Dua Kapten, Satu Kapal yang Terancam Oleng

Di tengah situasi yang memanas, kedua “kapten” PGRI Banyuwangi memberikan pernyataan. Sudarman, yang akrab disapa Eyang Kakung, menegaskan bahwa dirinya tidak berniat konfrontatif. Ia mengklaim pemasangan banner tandingan itu murni untuk kegiatan internal.

“Saya terbuka dan bersedia mengundurkan diri secara terhormat apabila memang terbukti bersalah,” ujar Sudarman kepada wartawan.

Ia bersikukuh memegang Surat Keputusan (SK) yang memberinya mandat hingga 2029 dan mengklaim seluruh jajaran pengurusnya masih solid. “Hingga malam ini, seluruh pengurus yang bersama saya tetap solid mendukung saya menuntaskan masa jabatan,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua PGRI versi satunya, H.M. Sodiq, mencoba meluruskan akar masalah. Menurutnya, istilah dualisme kurang tepat. Ia menyebut konflik ini berhulu dari sengketa di tingkat pusat antara kubu Teguh Sumarno dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang kini bergulir di PTUN.

“Yang bersengketa itu Pak Teguh Sumarno dkk. Jadi Pak Teguh versus Kemenkumham,” jelas Sodiq melalui pesan WhatsApp, Minggu (20/7/2025).

Terkait klaim masa bakti Sudarman hingga 2029, Sodiq melontarkan serangan balik. “Padahal (kepengurusannya) sudah dibekukan oleh PB PGRI. Lebih baik tanya ke Pak Sis (Sekretaris), karena jika saya yang bicara takut dibilang membela diri,” pungkasnya, melempar bola panas.

Guru Menanti Damai, Pendidikan Jangan Jadi Korban

Beruntung, insiden Sabtu malam itu tidak sampai ke ranah fisik. Emosi kedua kubu masih terkendali, didinginkan oleh imbauan para tokoh pendidikan yang hadir di lokasi. Mereka mendorong agar segala perbedaan diselesaikan melalui mekanisme organisasi yang bermartabat.

Kini, “perang banner” tersebut menjadi simbol nyata perpecahan yang mengkhawatirkan. Di tengah perseteruan elite ini, ribuan guru di Banyuwangi hanya bisa berharap cemas. Mereka menantikan kedua pihak menepikan ego kelompok dan kembali menomorsatukan kepentingan utama: memajukan pendidikan di Bumi Blambangan (nj/dnv).

Exit mobile version