INDONESIAONLINE – Pernikahan dini di Kabupaten Malang sangat banyak. Hal tersebut terlihat dari jumlah pengajuan dispensasi nikah yang dicatat oleh Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Malang. Dimana dalam periode Januari hingga Juni 2022 ini, tercatat ada sebanyak 722 pengajuan dispensasi menikah di usia muda. 

Kesadaran masyarakat yang cenderung masih rendah, dinilai menjadi salah satu persoalan. Selain itu, juga ada beberapa faktor yang melatarbelakangi tingginya angka tersebut. Yakni faktor kesadaran, keterbelakangan pendidikan dan ekonomi yang rentan turut berkontribusi melatarbelakangi tingginya pernikahan dini.

Jika dibandingkan dengan tahun 2021 dalam periode yang sama, yakni Januari hingga Juni, sebenarnya ada penurunan. Dimana pada tahun lalu, tercatat ada sebanyak 819 pengajuan dispensasi menikah. Kendati ada penurunan, menurut Humas PA Kabupaten Malang Abdul Rouf, jumlah tersebut masih relatif tinggi. 

“Pertama memang perlu mendapat perhatian adalah pemahaman masyarakat. Dari latarbelakang budaya dan pendidikan. Aturan undang-undang direvisi dari usia 16 tahun untuk perempuan menjadi 19 tahun untuk keduanya. Namun masyarakat masih kurang siap,” ujar Abdul Rouf.

Baca Juga  Viral, Usai Gelar Karnaval Bertemakan Satanic, Brasil Diterjang Banjir Bandang 

Apalagi, berdasarkan catatan PA Kabupaten Malang, dalam 5 tahun terakhir angka pernikahan dini di Kabupaten Malang cenderung mengalami kenaikan. Tahun 2017 ada 377 kasus permohonan dispensasi nikah, tahun 2018 ada 847, tahun 2019 naik lagi menjadi 917 kasus. Sedangkan 2020 dan 2021 mencatat angka tertinggi dengan 1783 dan 1762 kasus.

Beberapa contoh faktor pendorong adalah hamil di luar nikah. Selain itu, di beberapa kasus, pernikahan dijadikan sebagai pilihan saat seseorang tak mampu melanjutkan pendidikan. Dimana hal itu juga kemungkinan karena faktor keterbelakangan ekonomi. 

“Dalam pandangan saya iya, tapi ini baru dugaan, perlu penelitian lebih lanjut. Di mana memang ada banyak orang tua yang berpikir simpel saja jika dalam ekonomi lemah dan tidak mampu melanjutkan pendidikan maka dinikahkan saja. Latar belakang ekonomi dan pendidikan ikut kontribusi,” terang Rouf.

Di sisi lain, dalam hal ini pihaknya juga dihadapkan pada dua pilihan yang cukup dilematis. Dimana pada satu sisi, belum cukupnya usia tentu menjadi alasan dalam pengajuan dispensasi nikah. Namun di sisi lain, dalam beberapa kasus, pihaknya harus dihadapkan dengan masalah sosial. Seperti hamil di luar nikah. 

Baca Juga  Peringati Hari Mangrove, Puslatpurmar-4 Purboyo Tanam Ribuan Bibit Bakau

Untuk itu, dirinya menilai bahwa masyarakat perlu untuk terus diedukasi. Baik oleh Pemerintah Daerah (PA), Komnas PA dan elemen lain yang punya concern untuk mengedukasi masyarakat. Tujuannya, menjaga agar pernikahan anak belum cukup umur tidak terjadi. “Pengadilan Agama dan bagian hukum Pemkab Malang terus melakukan penyuluhan hukum berkala,” imbuh Rouf. 

Selain itu, dalam pelaksanaannya, peran tokoh masyarakat juga dinilai cukup penting. Baik melalui tempat ibadah hingga pembiasaan dari sisi budaya. Regulasi daerah juga dipandang penting bagi pencegahan persoalan pernikahan dini.

Hal ini sudah diwujudkan dalam surat keputusan gubernur mengenai perlindungan anak. Yang saat ini sudah mulai mendapat respon dari masing-masing Pemda. 

“Memang harus ada aturan turunan dan level paling bawah, tetapi tidak sesederhana itu. Keberhasilan aturan perlu peran kesadaran masyarakat melalui edukasi. Mengatasi permasalahan ekonomi dengan pemberdayaan masyarakat. Termasuk memberi akses seluas-luasnya pendidikan kepada yang rentan ekonomi sehingga kesempatan itu (nikah dini) tertutup,” pungkasnya.