Beranda

Sepatu Pinjaman, Panah Emas: Kisah Danish, Kuda, dan Negeri Beruang Merah

Sepatu Pinjaman, Panah Emas: Kisah Danish, Kuda, dan Negeri Beruang Merah
Danish Abdillah Alfaqih bersama Gubernur Gorontalo (Ist)

Kisah inspiratif Danish Abdillah, pemanah berkuda 14 tahun asal Gorontalo, yang raih emas di Grand Prix IHAA Rusia. Perjuangan dari sepatu pinjaman hingga podium internasional, mengharumkan nama Indonesia.

INDONESIAONLINE – Di tengah gemerlap arena Grand Prix International Horseback Archery Alliance (IHAA) Asian Nation Cup 2025 Stage 1 di Kota Serpukhov, Rusia, seorang pemuda 14 tahun berdiri di podium. Bukan hanya medali emas yang berkilau di lehernya, namun juga kisah sepatu pinjaman yang mengantarkannya ke sana.

Dialah Danish Abdillah Alfaqih, atlet berkuda kebanggaan Provinsi Gorontalo, yang berhasil menorehkan tinta emas dalam sejarah olahraga panahan berkuda Indonesia.

Danish berhasil menaklukkan kategori Raid 233 dengan menduduki peringkat pertama. Tak hanya itu, ia juga meraih peringkat ketiga pada Tower 90 dan peringkat ketiga secara umum untuk kategori junior. Sebuah prestasi luar biasa, mengingat perjalanan yang ia tempuh.

Dari Sepatu Plastik Hingga Keberuntungan Pinjaman

Perjalanan Danish menuju panggung dunia tak semulus lintasan kuda. Ia sempat berlatih dengan sepatu plastik, sebuah ironi bagi atlet yang bersaing di level internasional. Namun, takdir berpihak padanya.

“Awalnya hanya menggunakan sepatu plastik, tapi saat mau berangkat ke Rusia dapat pinjaman sepatu dari temannya,” ungkap Mariana Wijayanti, ibunda Danish, pada Jumat (5/9/2025).

Mariana menjelaskan bahwa sepatu kulit khusus untuk berkuda memiliki harga yang tak murah, menjadi salah satu item di antara daftar panjang kebutuhan logistik dan tiket pesawat yang harus mereka siapkan selama kejuaraan di Rusia. Sepatu pinjaman itu, rupanya, menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan Danish menorehkan prestasi di negeri orang.

Latihan di Pondok Penjaga Kuda, Mengikis Batas Mimpi

Sebelum menjejakkan kaki di tanah Rusia yang dingin, medan juang Danish adalah Bogor, Jawa Barat. Di sana, di tengah hiruk pikuk persiapan, ia menghadapi tantangan lain: biaya.

“Atlet lain menginap di vila, saya tidur di rumah penjaga kuda,” cerita Danish polos namun penuh makna. Sebuah pengakuan yang menyingkap tabir perjuangan.

Mariana membenarkan, fasilitas vila di lokasi latihan memang tersedia, namun dengan biaya menginap yang mencapai ratusan ribu rupiah per malam, angka itu bukanlah hal yang mudah dijangkau.

“Papanya sempat tanya ke Danish apakah mau menginap dan makan di rumah penjaga kuda, ternyata ia mau. Jadilah ia tidur bersama penjaga kuda,” kenang Mariana, menyoroti tekad putranya yang tak kenal menyerah.

Pengalaman ini menggembleng mental Danish, menjadikannya pribadi yang tangguh di arena.

Sentuhan Kuda dan Anak Panah Sejak Usia 11 Tahun

Sejak usia 11 tahun, Danish sudah akrab dengan dunia berkuda di Wadala Stable, Kecamatan Suwawa, Kabupaten Bone Bolango. Bersama kuda kesayangannya, Ahmar, ia mengasah kemampuan melesatkan anak panah sambil memacu kuda dengan kecepatan tinggi, tanpa memegang tali kekang. Adiknya, Dafinah Aliyah Nurabidah, yang juga merupakan atlet berkuda, turut menemaninya dalam latihan.

Pelatih Danish, Husen Alamri, memuji kesiapan mental Danish yang luar biasa, terutama saat harus menunggangi kuda lokal Rusia yang belum pernah ia kenali sebelumnya.

“Ada empat macam cara memerintah kuda. Keempat perintah ini adalah suara, kaki (kick), tangan (contact) dan kombinasi ketiganya,” jelas Husen, menunjukkan kompleksitas dan seni dalam mengendalikan kuda yang menjadi kunci keberhasilan Danish.

Adaptasi Cepat di Negeri Beruang Merah

Bersama tim Indonesia Equestrian Archery (IEA), Danish terbang ke Rusia dengan mental baja namun pembawaan santai, layaknya anak-anak seusianya. Pengalaman bertanding di luar negeri sebelumnya, termasuk ke Malaysia dan Perancis, memberinya bekal berharga.

Di Serpukhov, ia tak kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Bahkan, dengan kuda Karmen yang ia tunggangi di jalur perlombaan kategori Raid 233, dan kuda Vlavnaya di arena Tower 90, ia mampu menunjukkan performa terbaiknya.

“Makanannya enak-enak, saya suka,” ujarnya ringan, menegaskan adaptasinya yang mulus di negeri asing.

Meskipun tidak berhasil meraih juara di kategori Hunt Track, performa Danish tetap konsisten dan membanggakan.

Keberhasilan Danish bukan satu-satunya bintang yang bersinar terang. Menurut akun media sosial resmi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Moskow, Tim Indonesia panen prestasi di IHAA Asian Nation Cup 2025.

Rayyan Abdul Karim turut menyumbang medali emas di Final Ranking (Junior & Senior), dua medali perak di Tower 90 dan Raid 233, serta perunggu di Hunt Track. Daniel Asmi Muhammad juga meraih dua medali emas di kategori Tower 90 dan Hunt Track. Danish Abdillah sendiri berhasil meraih medali emas di Raid 233 dan perunggu di Tower 90.

Secara keseluruhan, Tim Nasional Indonesia menempati peringkat kedua, hanya kalah dari tuan rumah Rusia yang menduduki peringkat pertama, dengan Tiongkok di posisi ketiga.

IHAA Nation Cup sendiri merupakan kompetisi panahan berkuda yang diadakan dua kali setahun oleh Federasi Internasional Horseback Archery Alliance (IHAA), dibagi dalam zona Asia, Eropa, Amerika, dan Afrika. Indonesia masuk zona Asia bersama negara-negara kuat seperti Rusia, Kazakhstan, Uzbekistan, Mongolia, China, Pakistan, Yordania, Iran, Malaysia, Korea, Thailand, Singapura, dan Australia.

Kini, tim nasional panahan berkuda Indonesia menatap Asian Nation Cup Stage-2 yang dijadwalkan akan digelar di Wening Academy, IEA Indonesia, pada November 2025.

Kisah Danish Abdillah Alfaqih adalah bukti nyata bahwa tekad, kerja keras, dan dukungan, meski terbatas, mampu melesatkan mimpi setinggi anak panah ke langit prestasi internasional. Sebuah inspirasi bagi generasi muda Indonesia.

Exit mobile version