Beranda

Suara Leluhur Nias yang Hilang 95 Tahun Akhirnya Pulang: Digemakan Kembali di Maniamolo Fest 2025

Suara Leluhur Nias yang Hilang 95 Tahun Akhirnya Pulang: Digemakan Kembali di Maniamolo Fest 2025
Pameran multimedia bertajuk Suara yang Pulang, arsip rekaman, foto, dan film bisu karya etnomusikolog Jaap Kunst kini kembali bergema di Desa Hilisimaetano, Nias Selatan (Ist for io)

INDONESIONLINE – Suara-suara leluhur masyarakat Nias yang terekam pada tahun 1930 dan tersimpan nyaris seabad di Belanda, akhirnya ‘pulang’. Melalui pameran multimedia bertajuk “Suara yang Pulang“, arsip rekaman, foto, dan film bisu karya etnomusikolog Jaap Kunst kini kembali bergema di Desa Hilisimaetano, Nias Selatan.

Pameran bersejarah ini menjadi salah satu sorotan utama dalam Maniamölö Fest 2025, yang berlangsung dari 15 hingga 22 Juni. Inisiatif ini bukan sekadar memamerkan arsip, melainkan sebuah upaya repatriasi budaya yang menghidupkan kembali ingatan kolektif masyarakat Nias dengan warisan mereka yang telah lama terpisah.

Proyek ini terwujud berkat determinasi seorang peneliti independen asal Nias, Doni Kristian Dachi. Terinspirasi dari cerita pengantar tidur ayahnya, Doni memulai pencarian panjang yang membawanya pada penemuan krusial.

“Saya tahu tentang rekaman Jaap Kunst di Nias sejak 2013, tapi rasanya seperti mencari harta karun tanpa peta,” ungkap Doni.

“Titik baliknya terjadi pada Oktober 2024 saat saya menemukan berita repatriasi arsip Kunst di NTT. Itu memicu pertanyaan, mengapa Nias tidak?” lanjutnya.

Pertanyaan itu mendorong Doni untuk bertindak. Ia melacak dan menghubungi etnomusikolog Barbara Titus di Belanda, yang dikenal meneliti karya Jaap Kunst. Kolaborasi lintas benua pun terjalin. Doni bahkan terbang ke Amsterdam pada awal 2025 untuk melihat langsung arsip tersebut.

“Barbara tidak hanya memberikan akses, ia juga berinisiatif merestorasi rekaman Nias menggunakan AI (kecerdasan buatan) untuk mengurangi derau dan distorsi,” jelas Doni.

“Ini memastikan suara yang pulang dapat dinikmati dengan kualitas terbaik,” tegasnya.

Dari total 53 rekaman suara yang dibuat Kunst di Nias pada 1930, 21 di antaranya berasal dari Desa Hilisimaetano, lokasi pameran saat ini. Penempatan ini sengaja dilakukan untuk mendekatkan arsip dengan komunitas asalnya.

Pengunjung pameran dapat merasakan pengalaman imersif, mendengarkan melodi kuno, melihat potret kehidupan masa lampau, dan menonton film bisu yang merekam tradisi era 1930-an. Menariknya, pemandu pameran adalah para pemuda lokal dan mahasiswa Universitas Nias Raya, menandakan estafet pelestarian budaya kini berada di tangan generasi muda.

“Saya ingin suara ini hidup kembali di tengah-tengah kita, menjadi bagian dari narasi hidup kita sehari-hari,” harap Doni.

“Bentuk kepulangan ini tidak mungkin terjadi tanpa keterbukaan dan kemurahan hati dari para pemegang arsip saat ini. Ini terwujud karena adanya kesediaan untuk berkolaborasi,” pungkasnya.

Pameran “Suara yang Pulang” menjadi bagian integral dari Maniamölö Fest 2025, sebuah acara yang masuk dalam kalender Karisma Event Nusantara (KEN) dan turut menampilkan atraksi ikonis seperti ritual Famadaya Harimao dan lompat batu (Fahombo).

Exit mobile version