INDONESIAONLINE – Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN Maulana Malik Ibrahim Malang menggelar kegiatan pendidikan yang sarat nilai kebersamaan di Pesantren Nurul Karim, Probolinggo. Selama dua hari, 21-22 September 2025, dilaksanakan workshop bertajuk Pendidikan Multikultural Kontekstual untuk Harmoni Sosial di pesantren tersebut.
Agenda ini merupakan bagian dari program Qaryah Thayyibah, sebuah upaya menguatkan pendidikan berbasis masyarakat sekaligus menanamkan nilai inklusif dan toleransi bagi generasi muda.
Sebanyak 40 pendidik dari MI, MTs, dan MA Al-Husna ikut ambil bagian. Mereka mendapat materi dari dua pemateri utama. Prof Dr Hj Sulalah MAg, pakar pendidikan multikultural, menekankan peran strategis guru dalam menanamkan nilai keberagaman di lingkungan pesantren. Adapun Dr Nuril Nuzulia MPd, instruktur literasi nasional, menggarisbawahi pentingnya pendekatan berbasis cinta dalam membangun empati, sikap saling menghormati, serta keharmonisan sosial.
“Inti pendidikan bukan sekadar menyampaikan ilmu, melainkan juga mendidik hati agar peserta didik mampu menghargai perbedaan,” tegas Prof Sulalah.
Selain menghadirkan diskusi, LP2M UIN Malang memberikan dukungan nyata melalui bantuan satu unit printer dan lima mesin fingerprint untuk mendukung administrasi di MI, MTs, dan MA Al-Husna. Kepala MA Al-Husna, Muhammad MPd, menuturkan bahwa fasilitas ini akan mempercepat proses absensi sekaligus meningkatkan efisiensi sebagai bagian dari modernisasi tata kelola pesantren.
Kegiatan semakin menarik saat sesi microteaching berlangsung. Para guru mempraktikkan metode pembelajaran multikultural dengan mengintegrasikan materi pelajaran bersama nilai cinta, toleransi, serta penghargaan terhadap keragaman. Simulasi ini membuka inspirasi baru bahwa kelas dapat menjadi ruang ramah dan inklusif.
Pesantren Nurul Karim yang berdiri sejak 1963 semakin meneguhkan identitasnya sebagai lembaga yang terbuka. Kolaborasi dengan UIN Malang yang telah terjalin sejak 2017 melalui Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan kini makin diperkuat lewat LP2M. “Kami bertekad melahirkan generasi yang tidak hanya unggul secara akademis, tetapi juga bijak dalam menyikapi perbedaan,” ungkap Drs KH Abdurrahman, pengasuh pesantren.
Kegiatan ini ditutup dengan refleksi bersama serta ikrar untuk terus memperkuat pendidikan multikultural. Dari pesantren di Probolinggo ini, lahir pesan yang jelas: keharmonisan sosial hanya bisa terwujud apabila pendidikan berlandaskan cinta dan penghargaan terhadap perbedaan. (ars/hel)