Beranda

Anggaran Jatim Mangkrak: DPRD Desak Evaluasi Total OPD

Anggaran Jatim Mangkrak: DPRD Desak Evaluasi Total OPD
Jubir Fraksi PDIP DPRD Jatim Dewanti Rumpoko ketika menyampaikan pandangan akhir dalam Rapat Paripurna (jtn/io)

DPRD Jatim melontarkan kritik keras atas buruknya serapan anggaran APBD 2024. Rp1,38 triliun dana tak terserap dan SILPA tembus Rp4,7 triliun memicu desakan evaluasi total OPD, penajaman perencanaan, dan percepatan pembangunan infrastruktur prioritas.

INDONESIAONLINE – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Timur (DPRD Jatim) melontarkan kritik keras terhadap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim atas rendahnya serapan anggaran dalam pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024.

Tercatat, Rp1,38 triliun anggaran belanja daerah tidak terserap, menyisakan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) fantastis sebesar Rp4,7 triliun. Kondisi ini memicu desakan evaluasi total terhadap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang dinilai tidak optimal.

Kritik tajam ini disampaikan secara serentak oleh sejumlah fraksi dalam Rapat Paripurna DPRD Jatim, Senin (2/6/2025), saat menyampaikan pandangan akhir terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Jatim Tahun Anggaran 2024.

Sorotan Utama: Serapan Belanja Modal dan SiLPA yang Melonjak

Juru Bicara Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Khusnul Khuluk, menyoroti realisasi belanja daerah 2024 yang hanya mencapai 96,14 persen, menyisakan 3,86 persen atau setara Rp1,38 triliun yang tidak terserap.

“Fraksi PKS berpendapat, Pemprov Jatim perlu melakukan mitigasi kepada OPD yang realisasi belanjanya masih di bawah rata-rata. Khusus komponen belanja modal yang serapannya hanya 93,09 persen, terutama sub komponen belanja modal jalan, jaringan, dan irigasi yang hanya 78,67 persen, kami mendesak evaluasi total kinerja OPD teknis dengan peningkatan perencanaan, pengawasan, dan pekerjaan,” tegas Khusnul Khuluk.

Hal senada dipertegas oleh Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Jubir Fraksi PDIP, Dewanti Rumpoko, menyoroti proporsi belanja modal yang hanya Rp2,3 triliun atau 6,66 persen dari total belanja daerah Rp34,56 triliun.

“Angka ini jauh dari ideal, mengingat standar nasional berada di kisaran 20 hingga 25 persen,” ujar Dewanti, mantan Wali Kota Batu.

Selain itu, Dewanti menambahkan, SiLPA 2024 yang mencapai Rp4,7 triliun (13,6 persen dari total belanja) tergolong tinggi dibandingkan ketentuan umum pengelolaan keuangan daerah yang idealnya di kisaran 5–10 persen.

“Kami menilai bahwa, hal ini sebagai cerminan lemahnya kualitas perencanaan anggaran serta kurang cepatnya pelaksanaan program, khususnya kegiatan fisik,” jelasnya.

Desakan Perbaikan: Peta Jalan, Percepatan, dan Keterbukaan Data

Menanggapi kondisi tersebut, Fraksi PDIP mendesak Pemprov Jatim segera menyusun peta jalan belanja modal dengan skema peningkatan bertahap hingga 20 persen mulai 2026. Ini termasuk perbaikan perencanaan berbasis kinerja, percepatan proses pengadaan barang dan jasa sejak awal tahun, serta kontrol realisasi program secara periodik dan transparan.

Dewanti juga menyesalkan rendahnya serapan belanja modal untuk sektor vital seperti jalan, jaringan, dan irigasi yang hanya 78,67 persen, jauh di bawah target minimal 95 persen. Menurutnya, penanganan banjir, pemeliharaan jalan provinsi, dan pembangunan infrastruktur di kawasan rawan bencana belum mendapatkan alokasi yang proporsional.

“Konektivitas wilayah dan layanan infrastruktur dasar menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan daerah. Fraksi mendorong pemerintah provinsi mempercepat proyek-proyek infrastruktur prioritas melalui skema kontrak multiyears, dengan target progres fisik minimal 90 persen pada triwulan ketiga setiap tahun anggaran,” tandas Dewanti.

Ia juga menekankan perlunya peningkatan alokasi anggaran sebesar sekurang-kurangnya 20 persen dari total belanja modal untuk program penanganan banjir, perbaikan jalan provinsi, dan mitigasi bencana di tahun berikutnya, serta keterbukaan data realisasi belanja sektoral sebelum pengesahan APBD 2025.

Manajemen Data dan Kinerja OPD Jadi Sorotan

Dalam isu penanggulangan kemiskinan, Fraksi PDIP mendesak penataan ulang program berbasis data spasial kemiskinan dan pengangguran per wilayah desa/kelurahan, serta penambahan anggaran Rp250 miliar untuk program padat karya produktif, pelatihan vokasi, dan pemberdayaan UMKM.

Realisasi belanja bantuan sosial (89,66 persen) dan bantuan keuangan ke kabupaten/kota (91,75 persen) juga dinilai masih terkendala. “Kritik Fraksi PDI Perjuangan mengenai lemahnya manajemen data bansos dan lambatnya verifikasi tidak dijawab dengan solusi sistemik. Fraksi mendorong integrasi sistem data berbasis DTKS dan SIPD serta penetapan protokol percepatan penyaluran bantuan yang lebih adaptif,” seru Dewanti.

Berbagai alasan teknis seperti kekosongan jabatan, gagal tender, hingga sisa kontrak disebut eksekutif sebagai penyebab rendahnya serapan anggaran di beberapa SKPD strategis, termasuk Dinas Kesehatan (92,17 persen) dan Dinas Peternakan (71,95 persen).

“Fraksi PDI Perjuangan menilai jawaban ini tidak menyentuh kritik utama tentang lemahnya perencanaan awal dan koordinasi antar-OPD. Fraksi menegaskan perlunya review total atas sistem perencanaan anggaran mulai dari penyusunan RKPD hingga KUA-PPAS, serta pembentukan tim asistensi lintas OPD,” papar Dewanti.

Senada, Jubir Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Hikmah Bafaqih, juga menyoroti rendahnya penyerapan belanja bantuan sosial dan mendesak harmonisasi data P3KE, DTKS, dan DTSEN.

Hikmah Bafaqih turut menggarisbawahi serapan yang kurang optimal pada urusan pemerintahan pilihan (meliputi kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, serta perindustrian) dengan serapan hanya 92,04 persen. Sektor-sektor ini dinilai krusial bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Jatim.

“Fraksi PKB meminta agar pemerintah daerah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perencanaan dan pelaksanaan program pada urusan pemerintahan pilihan tersebut. Fraksi PKB juga mendorong agar alokasi anggaran ke depan disusun dengan mempertimbangkan potensi strategis masing-masing sektor,” tegas Hikmah.

Secara keseluruhan, rendahnya serapan anggaran ini menunjukkan permasalahan fundamental dalam perencanaan, pelaksanaan program, dan koordinasi internal Pemprov Jatim. Fraksi PKB secara spesifik menyoroti Dinas Peternakan (71,95 persen) dan Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya (88,72 persen) sebagai OPD yang perlu evaluasi dan pembinaan intensif.

Desakan keras dari DPRD Jatim ini menandai tuntutan serius untuk perbaikan kinerja anggaran demi pembangunan yang lebih optimal di provinsi tersebut (mca/dnv).

Exit mobile version