Investigasi penggerebekan bintang porno Inggris TEB di Bali mengungkap praktik produksi konten dewasa berkedok studio kreatif. Simak analisis hukum dan dampaknya.
INDONESIAONLINE – Di balik tembok sebuah vila yang disulap menjadi studio di Desa Pererenan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, sebuah aktivitas ilegal berkedok “kreasi konten” akhirnya terhenti. Kamis siang (4/12/2025), ketenangan kawasan yang kini menjadi primadona baru para ekspatriat dan digital nomad itu pecah oleh derap langkah personel Polres Badung.
Target mereka jelas: TEB alias BB (26), seorang wanita berkebangsaan Inggris yang dikenal sebagai bintang film dewasa, beserta krunya. Namun, operasi yang dipimpin langsung oleh Kapolres Badung AKBP M. Arif Batubara ini menyingkap fenomena yang lebih meresahkan daripada sekadar kasus asusila biasa.
Ini adalah bukti nyata bagaimana Bali mulai dimanfaatkan sebagai “lokasi syuting” industri pornografi internasional secara terorganisir.
Kedok Studio Kreatif dan Barang Bukti
Saat digerebek pukul 14.30 Wita, polisi menemukan 18 Warga Negara Asing (WNA) di lokasi. Sekilas, aktivitas mereka tampak seperti komunitas kreatif biasa yang menjamur di Canggu dan Pererenan. Namun, temuan di lapangan berbicara lain.
Polisi menyita alat produksi profesional—kamera resolusi tinggi dan perangkat penyimpanan USB—yang bersanding dengan barang bukti tak lazim: botol pelumas, alat kontrasepsi, kostum, hingga obat-obatan. Hal ini mengindikasikan adanya niat (mens rea) untuk memproduksi konten pornografi secara komersial, bukan sekadar koleksi pribadi.
“Tim gabungan menemukan sekira 18 WNA, diantaranya satu orang perempuan yang berprofesi sebagai konten kreator (TEB),” ungkap AKBP Arif Batubara, Sabtu (6/12/2025).
Dari 18 orang, polisi memilah peran mereka dengan cermat. Empat orang resmi ditetapkan sebagai tersangka: TEB (Inggris), LAJ (27, Inggris), INL (27, Inggris), dan JJTW (28, Australia). Sementara 14 lainnya dipulangkan karena terbukti tidak saling mengenal dan hanya berada di lokasi yang salah, sebuah indikasi bahwa studio tersebut mungkin juga beroperasi sebagai ruang komunal atau co-working space yang disalahgunakan.
Jerat Hukum Berlapis di Tanah Garuda
Kasus ini menambah daftar panjang pelanggaran hukum oleh WNA di Pulau Dewata. Berdasarkan data dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Bali, tren deportasi dan penindakan hukum terhadap WNA meningkat signifikan dalam dua tahun terakhir, terutama terkait penyalahgunaan izin tinggal dan pelanggaran norma kesusilaan.
Pakar hukum pidana menyoroti bahwa tindakan TEB dan rekannya melanggar kedaulatan hukum Indonesia yang ketat soal asusila. Mereka tidak hanya terancam oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (penyalahgunaan visa), tetapi juga jerat pidana berat:
-
UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi: Pasal 4 ayat (1) melarang setiap orang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi. Ancamannya bisa mencapai 12 tahun penjara.
-
UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik): Jika konten tersebut didistribusikan secara daring melalui server yang bisa diakses di Indonesia.
“Barang bukti seperti BPKB dan mobil Suzuki yang diamankan menunjukkan para pelaku sudah menetap cukup lama dan memiliki mobilitas tinggi. Ini bukan turis yang sekadar lewat, tapi sindikat yang beroperasi di sini,” ujar sumber internal kepolisian yang enggan disebut namanya.
Penggerebekan di Pererenan ini menjadi alarm keras bagi pengawasan orang asing di Bali. Transformasi Bali dari destinasi wisata budaya menjadi surga bagi content creator global membawa dua sisi mata uang. Di satu sisi mendatangkan devisa, namun di sisi lain membuka celah bagi praktik ilegal seperti produksi konten dewasa yang berlindung di balik privasi vila sewaan.
Langkah Polres Badung yang bergerak cepat berdasarkan laporan masyarakat patut diapresiasi sebagai upaya menjaga marwah Bali. Kasus TEB menjadi preseden bahwa “surga tropis” ini bukanlah zona tanpa hukum bagi para pelaku industri pornografi global. Proses penyelidikan kini berlanjut untuk membongkar apakah ada jaringan lokal yang memfasilitasi operasional studio terlarang tersebut.
