INDONESIAONLINE – Seorang anak berusia 8 tahun di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, terpaksa menunda pendidikan dasarnya akibat ketiadaan dokumen administrasi kependudukan (adminduk). Masalah bermula dari status pernikahan orang tuanya yang hanya tercatat secara siri, sehingga si anak belum memiliki akta kelahiran, salah satu syarat wajib untuk mendaftar sekolah.
Kasus ini terungkap setelah anggota DPRD Situbondo, Janur Sasra Ananda, mendapat laporan dari masyarakat. Tidak tinggal diam, ia langsung berkoordinasi dengan Dinas Sosial (Dinsos) setempat untuk memberikan pendampingan. Kepala Dinsos Situbondo, Timbul Surjanto, membenarkan adanya kasus tersebut.
“Setelah dihubungi oleh Pak Janur, kami segera melakukan koordinasi dan mencari sekolah yang masih membuka pendaftaran siswa baru. Beruntung, SDN 2 Patokan Situbondo masih menerima pendaftaran secara offline,” jelas Timbul usai mendampingi proses pendaftaran pada Kamis, 19 Juni 2025.
Timbul menerangkan, meski anak tersebut seharusnya sudah duduk di kelas 2 SD, keterlambatan mendaftar terjadi karena persyaratan administrasi tidak terpenuhi imbas pernikahan siri kedua orang tuanya. Namun, pihaknya memastikan proses pendidikan tetap berjalan sembari menunggu kelengkapan dokumen seperti akta kelahiran, kartu keluarga, dan buku nikah.
“Yang penting anaknya bisa sekolah dulu, dokumen akan kami bantu urus menyusul. Pendidikan adalah hak dasar setiap warga, jadi tidak boleh ada anak Situbondo yang terhambat pendidikan hanya gara-gara urusan administrasi atau ketidaktahuan, apalagi faktor ekonomi,” tegas Timbul.
Dinsos juga akan memeriksa kelayakan keluarga anak tersebut untuk masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan memberikan bantuan perlengkapan sekolah.
Janur Sasra Ananda, legislator dari Partai Demokrat yang turut mengawal kasus ini, meminta seluruh sekolah tidak menolak siswa hanya karena persoalan administratif dan mendesak orang tua anak segera mengurus status pernikahannya secara resmi di negara.
“Sekarang di ijazah harus ada nama kedua orang tua. Tanpa dokumen resmi, akta kelahiran tidak bisa keluar, sehingga langkah administrasi selanjutnya jadi terkendala,” paparnya.
Pihak SDN 2 Patokan Situbondo menyatakan komitmen menerima semua siswa yang ingin belajar, dengan catatan administrasi keluarga segera diurus. “Kami terbuka untuk menerima. Kasihan anak jika nanti terkendala saat kelulusan hanya karena dokumen kurang lengkap,” ujar Kiki, guru kelas 1b.
Sementara itu, Jakfar Sadiq, ayah dari si anak, mengaku bersyukur atas perhatian lintas pihak. “Terima kasih kepada Pak Timbul, Pak Janur, dan SDN 2 Patokan. Baru tahu ternyata pernikahan siri bisa menghambat pendidikan anak. Akan segera saya urus administrasi kependudukannya,” ungkapnya.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya legalitas administrasi keluarga agar hak anak dalam mengenyam pendidikan tidak terhambat. Pemerintah daerah pun diharapkan makin proaktif dalam mendata dan mendampingi keluarga rawan sosial untuk menghindari masalah serupa.