Beranda

Darurat Pernikahan Dini: Ratusan Anak di Blitar Ajukan Dispensasi Nikah

Darurat Pernikahan Dini: Ratusan Anak di Blitar Ajukan Dispensasi Nikah
Ilustrasi pernikahan dini di Blitar, Jatim (Ist)

INDONESIAONLINE – Fenomena memprihatinkan pernikahan dini kembali mencuat di Kabupaten Blitar, dengan ratusan anak terpaksa mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama (PA). Data terbaru dari Pengadilan Agama Kelas 1A Blitar mengungkap bahwa sepanjang tahun 2024, sebanyak 201 permohonan dispensasi nikah telah diajukan, dengan 189 di antaranya dikabulkan.

Angka ini menunjukkan tingginya angka pernikahan anak di bawah umur, dengan mayoritas dipicu oleh kehamilan di luar nikah.

Humas PA Blitar, Edi Marsis, mengungkapkan bahwa tren dispensasi nikah ini didominasi oleh anak-anak perempuan yang hamil sebelum usia pernikahan yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan.

“Alasan mayoritas pemohon dispensasi adalah married by accident. Kehamilan di luar nikah memaksa mereka untuk mencari jalan menikah demi kebaikan calon anak,” jelas Edi.

Keputusan majelis hakim mengabulkan permohonan dispensasi nikah ini didasarkan pada pertimbangan yang mengedepankan hak anak dalam kandungan. Meski demikian, meningkatnya tren pernikahan anak melalui dispensasi menjadi lampu merah bagi perlindungan anak dan pendidikan generasi muda.

Perbandingan dengan data tahun lalu juga mengkhawatirkan. Pada tahun 2023, tercatat 328 pengajuan dispensasi nikah yang dikabulkan. Meskipun angka tahun ini sedikit menurun, namun hal ini mengindikasikan masalah pernikahan dini masih menjadi ancaman serius.

“Lonjakan dispensasi nikah ini adalah alarm. Kami melihat perlu adanya upaya yang lebih serius dari berbagai pihak,” ujar Edi Marsis.

Undang-Undang Perkawinan No. 16 Tahun 2019 menetapkan usia minimal menikah adalah 19 tahun baik untuk laki-laki maupun perempuan. Namun, karena situasi “terpaksa,” ketentuan ini kerap terabaikan. PA akhirnya menjadi pintu keluar bagi pasangan di bawah umur yang ingin “menyelamatkan diri” melalui pernikahan resmi.

Fenomena pernikahan dini ini tidak hanya sekadar isu hukum, tapi juga berdampak signifikan pada kesehatan reproduksi, ekonomi keluarga, dan kualitas pendidikan anak. “Jika dibiarkan tanpa penanganan, kita khawatir pernikahan dini hanya akan menjadi siklus kemiskinan dan keterbatasan,” lanjut Edi Marsis.

Dengan meningkatnya angka pengajuan dispensasi nikah di Blitar, berbagai kalangan menyuarakan perlunya upaya kolaboratif untuk mengatasi masalah ini. Pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan keluarga menjadi aktor utama dalam pencegahan pernikahan anak. Upaya ini meliputi peningkatan edukasi tentang kesehatan reproduksi, pendidikan seks yang komprehensif, dan pembekalan keterampilan hidup bagi remaja.

Edi Marsis menambahkan bahwa upaya pencegahan menjadi sangat penting agar anak-anak terlindungi dari dampak negatif pernikahan dini. “Kami mendorong edukasi yang lebih masif, pendampingan psikologis, dan perlindungan yang komprehensif bagi remaja, sehingga fenomena ini dapat ditekan di masa mendatang,” pungkas Edi Marsis.

Kondisi ini membutuhkan perhatian serius dari semua pihak agar hak-hak anak tetap terlindungi dan generasi muda memiliki kesempatan meraih masa depan yang lebih baik (ar/dnv).

Exit mobile version