Beranda

Gerebek Pesta Seks Sesama Jenis di Surabaya, Polisi:

Gerebek Pesta Seks Sesama Jenis di Surabaya, Polisi:
Peserta pesta seks sesama jenis yang digerebek Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polrestabes Surabaya (Ist)

Penangkapan admin pesta seks sesama jenis di Surabaya mengungkap modus operandi dan frekuensi kegiatan terlarang yang selama ini luput dari pantauan. Bagaimana jaringan ini beroperasi?

INDONESIAONLINE – Surabaya, kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia, kembali diguncang kabar mengejutkan. Penggerebekan sebuah pesta seks sesama jenis di salah satu hotel di kawasan Ngagel, Kecamatan Wonokromo, pada Rabu (22/10/2025), bukan hanya mengungkap praktik terlarang, melainkan juga menyingkap fenomena gunung es: sebuah jaringan kegiatan serupa yang telah beroperasi secara tersembunyi selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

Admin berinisial RK, yang ditetapkan sebagai tersangka utama dalam kasus ini, bukan pemain baru. Di hadapan penyidik Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polrestabes Surabaya, RK mengakui telah menginisiasi delapan event serupa sebelumnya.

“RK sebelumnya pernah membuat event yang sama sebanyak 8 kali. Bertempat di Surabaya, yaitu di hotel yang sama dan 1 kali event di hotel yang berbeda,” terang Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Edy Herwiyanto di Mapolrestabes Surabaya.

Ini berarti, penangkapan kali ini merupakan upaya kesembilan RK dalam menyelenggarakan pesta seks sesama jenis. Lokasi yang dipilih pun tak jauh dari pusat kota, termasuk hotel di kawasan Ngagel dan wilayah Surabaya Pusat, menunjukkan pola yang terencana dan berulang.

Jaringan Digital: Dari WhatsApp ke Pesta Nyata

Lebih dari sekadar penyelenggara event, RK juga teridentifikasi sebagai otak di balik pembentukan grup-grup WhatsApp tertutup untuk komunitas sesama jenis. Sejak tahun 2024, RK telah mendirikan “Grup X Male Surabaya 1 dan 2”, serta “Grup X Male Malang”. Grup-grup ini diduga kuat menjadi medium utama bagi RK untuk mengorganisir acara, menyebarkan informasi, dan mengumpulkan peserta.

Fenomena penggunaan platform digital seperti WhatsApp untuk memfasilitasi pertemuan tatap muka, termasuk yang bersifat sensitif dan melanggar hukum, bukan hal baru. Kemampuan RK dalam mengelola grup-grup ini selama lebih dari setahun tanpa terdeteksi menjadi indikasi kecanggihan modus operandi dan terbatasnya pengawasan di ranah digital.

Implikasi dan Pertanyaan yang Belum Terjawab

Total 34 individu yang terlibat dalam pesta tersebut kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, pengakuan mereka bahwa beberapa di antaranya telah berulang kali mengikuti acara serupa tanpa terdeteksi polisi, memunculkan pertanyaan besar. “Yang bersangkutan beberapa kali melakukan, tapi tidak ada yang pernah ditangkap oleh Polrestabes. Artinya ada yang beberapa kali melakukan, tapi yang kita amankan, yang kita proses baru sekarang,” tambah AKBP Edy.

Ini mengindikasikan adanya celah pengawasan yang serius, atau bahkan, keberadaan komunitas tersembunyi yang jauh lebih besar dan terorganisir di balik layar. Kasus ini juga menyoroti kompleksitas dalam memantau dan menindak praktik-praktik ilegal yang bersembunyi di balik privasi komunikasi digital dan ruang-ruang privat.

Penggerebekan ini bermula dari laporan masyarakat, yang kembali menegaskan peran krusial partisipasi publik dalam membantu penegakan hukum. Namun, kasus ini lebih dari sekadar penangkapan individu; ini adalah panggilan untuk mengkaji lebih dalam bagaimana jaringan-jaringan serupa beroperasi, bagaimana mereka merekrut anggota, dan bagaimana pihak berwenang dapat mengembangkan strategi yang lebih efektif untuk mencegah dan mengungkap aktivitas terlarang semacam ini di masa depan.

Exit mobile version