Haji Furoda 2025 terancam gagal dan blacklist di Arab Saudi akibat visa ziarah. Tokoh Muda NU Ubaidillah Amin ingatkan bahaya memaksa masuk Mekah, soroti pengawasan ketat dan risiko tinggi.
INDONESIAONLINE – Fenomena gagal berangkatnya jemaah haji Furoda di tahun 2025 kembali meresahkan, dengan modus utama penggunaan visa ziarah atau visa turis yang sejatinya tidak sah untuk berhaji. Sejumlah jemaah yang nekat mencoba cara ini kini terancam tidak hanya gagal menunaikan ibadah, tetapi juga sanksi berat dari otoritas Arab Saudi, termasuk deportasi dan daftar hitam (blacklist).
Keresahan ini diungkapkan oleh Tokoh Muda Nahdlatul Ulama (NU) Ubaidillah Amin yang akrab disapa Gus Ubaid. Pengasuh Pondok Pesantren Annuriyyah, Kaliwining Jember ini, memiliki pengalaman serupa dan kini lantang menyuarakan imbauan agar jemaah Furoda maupun jemaah lain yang berada di Arab Saudi dengan visa non-haji, tidak memaksakan diri masuk ke Makkah, khususnya menjelang puncak ibadah haji.
“Kami pernah mengalami pengalaman serupa (menggunakan visa ziarah) dan itu sangat berisiko. Saat ini, situasinya jauh lebih ketat. Pemerintah Saudi Arabia sangat memperketat seluruh perbatasan menjelang puncak haji, terutama saat wukuf di Arafah. Upaya untuk lolos ke Arafah sangat berisiko tinggi,” tegas Gus Ubaid.
Pengawasan Ketat dengan Teknologi Drone dan Ancaman Jalur Gurun
Menurut Gus Ubaid, Pemerintah Saudi Arabia kini tak main-main dalam pengawasan. Teknologi canggih seperti drone telah dikerahkan untuk memantau pergerakan jemaah. Ini membuat celah bagi mereka yang berniat menerobos jalur tak resmi semakin sempit dan berbahaya.
“Banyak pihak travel yang menawarkan jasa lewat jalur gurun atau menggunakan jasa mukimin lokal. Tapi risikonya sangat besar. Dulu kami pernah dikejar-kejar, dan sekarang jauh lebih ketat dan pengawasan semakin masif dengan teknologi drone,” kisahnya, mewanti-wanti agar jemaah tidak tergoda tawaran jalan pintas ilegal tersebut.
Ia juga menambahkan, meskipun berhasil lolos ke Arafah, akses ke tempat lain di Tanah Suci belum tentu terbuka, menjadikan seluruh upaya tersebut sia-sia dan membahayakan.
Konsekuensi memaksakan diri dengan visa ziarah sangat fatal. Gus Ubaid menjelaskan bahwa jemaah yang nekat masuk ke Mekah dengan visa non-haji hampir pasti akan kesulitan menembus Arafah. Penjagaan sangat ketat, dan seluruh tenda di Arafah sudah terdaftar atas nama jemaah haji resmi.
“Apalagi suhu di Arafah saat ini bisa mencapai 50 derajat Celsius, sangat membahayakan bagi yang tidak memiliki fasilitas memadai seperti tenda ber-AC atau logistik yang terjamin. Jemaah resmi pun biasanya menolak kehadiran orang yang tak terdaftar di tenda mereka,” paparnya.
Lebih jauh, ancaman terburuk adalah penahanan, deportasi, hingga masuk dalam daftar hitam (blacklist) permanen di Saudi Arabia. Hal ini berarti jemaah yang terkena sanksi tidak akan bisa lagi masuk ke Arab Saudi di masa mendatang, bahkan untuk umrah sekalipun.
Pilihan Bijak: Tunggu di Jeddah, Umrah Setelah Puncak Haji
Sebagai solusi bijak, Tokoh Muda Nahdliyin Inspiratif versi Forkom Jurnalis Nahdliyin ini menyarankan agar jemaah Furoda yang sudah berada di Jeddah atau Riyadh untuk tidak memaksakan diri.
“Lebih baik para jemaah Furoda menunggu di Jeddah dan melaksanakan umrah setelah puncak haji selesai. Biasanya, setelah wukuf Arafah dan jemaah haji resmi kembali ke Mekah, barulah akses dibuka untuk umrah,” saran Gus Ubaid.
Ia menegaskan, ibadah haji seharusnya dijalankan dengan penuh hikmat dan tertib, bukan dengan menciptakan kegaduhan atau berisiko menimbulkan konflik dan bahaya pribadi.
“Saran kami, bagi calon jemaah haji Furoda yang sudah di Jeddah atau Riyadh, sebaiknya tidak memaksakan diri masuk ke Mekah tahun ini. Keselamatan dan ketertiban harus diutamakan,” pungkasnya (mbm/dnv).