INDONESIAONLINE – Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) terus mendalami kasus dugaan korupsi pengadaan tanah Kampus Politeknik Negeri Malang (Polinema). Pada Kamis (22/2/2024), penyidik Kejati Jatim memeriksa Awan Setiawan, mantan Direktur Polinema, terkait kasus ini.

Awan Setiawan diperiksa selama kurang lebih 6 jam. Penyidik mencecarnya dengan 54 pertanyaan terkait proses pengadaan tanah yang dilakukan sejak tahun 2020.

“Tadi Pak Awan diperiksa sejak pukul 10.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB. Total ada 54 pertanyaan yang diberikan kepada Pak Awan,” ucap kuasa hukumnya Didik Lestariono.

Lantas bagaimana kronologi kasus dugaan korupsi pengadaan tanah kampus Polinema ini? Berikut ringkasannya:

Kronologi Dugaan Korupsi Pengadaan Tanah Kampus

Kasus dugaan korupsi pengadaan tanah kampus Polinema dimulai sejak 2019. Di mana, Polinema memasukkan pengadaan tanah untuk pengembangan kampus dalam Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah 2019-2024.

Baca Juga  Usut Kasus Dugaan Korupsi di Kemenaker, NasDem: KPK Ini Penegak Hukum atau Alat Politik?

Pada 2020, proses pengadaan tanah pun dimulai dengan dibentuknya Tim 9 untuk menangani proses pengadaan tanah. Di mana tim 9 melakukan proses transaksi tanah seluas 3,2 hektare (ha) dengan harga Rp 6 juta per meter persegi.

Berlanjut sampai akhir 2021, Awan Setiawan lengser dari jabatannya sebagai Direktur Polinema. Pergantian pucuk pimpinan Polinema ternyata membuat proses pembayaran 3 termin sisa dengan nilai Rp 20 miliar dihentikan oleh direktur Polinema yang baru.

Tahun 2022, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) mulai melakukan penyelidikan atas dugaan korupsi dalam pengadaan tanah kampus Polinema. Bergerak cepat, 2023 Tim 9 diperiksa oleh Kejati Jatim dan Awan Setiawan pun tak luput diperiksa.

Baca Juga  Biadab, Pria 45 Tahun Setubuhi Keponakan hingga Hamil

Kepala Kejati Jatim, Mia Amiati mengatakan, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 20 orang saksi, termasuk Awan Setiawan, mantan Direktur Polinema.

Dari hasil pemeriksaan saksi dan alat bukti yang dikumpulkan, penyidik menemukan adanya dugaan penyimpangan dalam proses pengadaan tanah.

“Dugaan penyimpangan itu antara lain penetapan harga tanah tanpa dasar penilaian dari KJPP mengenai kewajaran harga tanah,” ucap Mia Amiati.

Diduga terdapat kerugian negara senilai Rp 20 miliar akibat sisa pembayaran yang dihentikan.

Mia Amiati menambahkan, penyidik Kejati Jatim masih terus mendalami kasus ini dan belum menetapkan tersangka.

“Penyidik masih terus bekerja dan mengumpulkan bukti-bukti untuk menetapkan tersangka,” tegasnya.