Beranda

Neraka Wang Fuk Court: Tragedi di Balik Tradisi Bambu Hong Kong

Neraka Wang Fuk Court: Tragedi di Balik Tradisi Bambu Hong Kong
Apartemen di Hongkong mengalami kebakaran besar dan menimbulkan korban jiwa serta ratusan orang hilang yang belum ditemukan petugas (Ist/io)

Kebakaran apartemen Wang Fuk Court Hong Kong menewaskan 36 orang. Investigasi menyoroti bahaya perancah bambu dan jaring renovasi sebagai ‘sumbu’ api mematikan di tengah distrik padat Tai Po.

INDONESIAONLINE – Langit di atas Distrik Tai Po masih diselimuti asap kelabu pekat hingga Kamis (27/11) pagi. Di bawahnya, kompleks apartemen Wang Fuk Court berdiri hangus, menjadi saksi bisu dari salah satu tragedi kemanusiaan terburuk dalam sejarah modern Hong Kong. Apa yang bermula sebagai renovasi rutin hunian vertikal, berubah menjadi neraka api tingkat lima—klasifikasi darurat tertinggi dalam sistem pemadam kebakaran kota tersebut.

Hingga berita ini diturunkan, otoritas setempat mengonfirmasi 36 nyawa melayang. Namun, angka yang lebih mengerikan membayangi: 279 orang masih dinyatakan hilang. Mereka adalah ayah, ibu, dan anak-anak yang terperangkap dalam labirin beton yang sedang “dibungkus” untuk perbaikan.

Anatomi Bencana: Ketika Tradisi Menjadi Sumbu Api

Fokus investigasi kini bukan lagi sekadar memadamkan sisa api yang masih menjilat beberapa sudut gedung, melainkan pada penyebab kecepatan rambat api yang disebut “tidak wajar” oleh Departemen Pemadam Kebakaran. Sorotan tajam mengarah pada selubung hijau yang menutupi gedung: perancah bambu (bamboo scaffolding) dan jaring nilon pelindung debu.

Wang Fuk Court tengah menjalani renovasi fasad. Dalam tradisi konstruksi Hong Kong yang telah bertahan berabad-abad, bambu adalah raja. Material ini dipuja karena fleksibilitas, kekuatan tarik yang tinggi, biaya murah, dan keberlanjutan ekologisnya. Hong Kong adalah satu dari sedikit kota metropolitan dunia yang masih mempertahankan teknik kuno ini untuk gedung pencakar langit.

Namun, insiden di Tai Po membuka kotak pandora mengenai risiko keselamatan. Analisis lapangan menunjukkan bahwa perancah bambu yang kering, dikombinasikan dengan jaring nilon sintetis yang mudah terbakar, menciptakan “efek cerobong asap” (chimney effect).

Alih-alih melindungi lingkungan sekitar dari debu, struktur ini justru menjadi jalur ekspres bagi api untuk merambat vertikal dari lantai dasar hingga ke atap dalam hitungan menit, menjebak penghuni di dalamnya.

Data dari Biro Pengembangan Hong Kong sebelumnya telah mencatat adanya kekhawatiran terkait degradasi mekanis bambu dan sifatnya yang mudah terbakar (flammability). Meski regulasi mengharuskan penggunaan bahan tahan api, praktik di lapangan sering kali luput dari pengawasan ketat, terutama pada proyek renovasi hunian lama.

Heroisme di Tengah Kepanikan

Di tengah kekacauan, kisah kepahlawanan menyeruak. Seorang petugas pemadam kebakaran berusia 37 tahun gugur dalam tugas. Pemerintah Hong Kong, melalui Kepala Eksekutif John Lee, memberikan penghormatan tertinggi atas keberaniannya menerobos kobaran api demi menyelamatkan warga.

“Ia adalah sosok berdedikasi yang memberikan segalanya,” ujar Lee.

Pengorbanan sang petugas tidak sia-sia. Operasi penyelamatan dramatis pada Rabu malam berhasil mengevakuasi seorang bayi dan wanita lanjut usia dari kepungan asap, memberikan secercah harapan bagi keluarga korban yang menunggu dengan cemas di pusat bantuan sementara.

Lebih dari 800 personel pemadam kebakaran dikerahkan sejak panggilan pertama masuk pukul 14.51 waktu setempat. Skala operasi ini menunjukkan betapa kompleksnya medan yang dihadapi: gedung tinggi, lorong sempit khas perumahan publik Hong Kong, dan akses yang tertutup material renovasi.

Dugaan Kelalaian: Tiga Pria Ditangkap

Tragedi ini tampaknya bukan sekadar “kecelakaan murni” (act of God). Kepolisian Hong Kong bergerak cepat dengan menangkap tiga pria yang diduga memiliki keterlibatan langsung dalam pemicu kebakaran. Menurut laporan BBC, mereka kini menghadapi tuduhan pembunuhan tidak berencana (manslaughter).

Penangkapan ini mengindikasikan adanya pelanggaran prosedur keselamatan kerja yang fatal selama proses renovasi. Apakah ada penggunaan alat pemicu percikan api di dekat bahan mudah terbakar? Atau kegagalan dalam menyediakan alat pemadam ringan di area konstruksi? Investigasi gabungan antara kepolisian, pemadam kebakaran, dan otoritas perumahan kini tengah mendalami detail tersebut.

Refleksi Tata Kota Hong Kong

Kebakaran Wang Fuk Court menjadi peringatan keras bagi tata kota Hong Kong. Dengan kepadatan penduduk mencapai lebih dari 6.000 jiwa per kilometer persegi—salah satu yang tertinggi di dunia—risiko kebakaran di gedung bertingkat adalah mimpi buruk logistik.

Anggota dewan lokal melaporkan ratusan warga membanjiri posko bantuan, melaporkan kehilangan kontak dengan keluarga. Sistem komunikasi yang terputus dan kepanikan massal memperparah situasi. Insiden ini memaksa Hong Kong untuk mengevaluasi kembali penggunaan perancah bambu pada gedung hunian berdensitas tinggi. Apakah tradisi harus tetap dipertahankan jika nyawa menjadi taruhannya?

Hingga Kamis pagi, kata kunci “apartemen Hongkong kebakaran” masih memuncaki tren pencarian Google, mencerminkan simpati dan ketakutan global terhadap kerentanan hidup di hutan beton. Bagi warga Tai Po, Wang Fuk Court kini bukan lagi sekadar tempat tinggal, melainkan monumen kesedihan yang menuntut jawaban dan perubahan regulasi keselamatan yang radikal.

Exit mobile version