Opini: Haji dan Uji Kesabaran

Profesor Dr Zainuddin MA Rektor UIN Maliki Malang

INDONESIAONLINE – HARI itu Rabu, (5/7/2023) saya bertemu dengan sepasang suami isteri yang baru saja pulang dari menunaikan ibadah haji di bandara Hang Nadim, Batam. Mereka orang Kepulauan Riau (Kepri) yang asli Turen, Malang.

Sambil menunggu flight pesawat ke Surabaya yang deley satu jam, saya mengobrol tentang kondisi mereka berdua dan tentang para Jemaah haji Indonesia pada umumnya.

Saya juga mengkonfirmasi berita yang viral di medsos terkait para Jemaah yang dikabarkan “terlantar dan telat bekal makanan” di Muzdalifah. Ternyata menurut informasinya, bahwa apa yang diberitakan di medsos tersebut tidak semuanya sesuai dengan kenyataan yang ada. Termasuk menurut mereka, yang diberitakan ada yang tidur di toilet padang Arafah itu karena memang ia mencari tempat untuk merokok.

Kebetulan mereka berdua ini bertemu dengan orang tersebut. Memang cuaca ekstrem hingga 45 derajat Celsius. Mereka bercerita bahwa perjalanannya lancar dan tidak ada masalah dengan catering dan transportasi. Informasi yang beredar bahwa transportasi dan makanan dari catering yang telat tersebut katanya juga tidak benar.

Menurut Ibu ini, sebelum berangkat ke Arafah sebetulnya para Jemaah sudah disediakan makanan dan mereka diimbau supaya tetap membawa bekal makanan lain untuk persediaan. Menurut kesaksian Ibu ini, bahwa Jemaah yang diberitakan terlambat di Muzdalifah itu karena tidak sabar menanti antrian. Jika sabar dan mau tertib ya tidak ada masalah, imbuhnya.

Ikhtiar Kementerian Agama

Pelaksanaan haji tahun yang lalu (2022) Kementerian Agama mendapat apresiasi yang luar biasa dari para Jemaah maupun publik karena dimenej secara professional dan transfaran, melebihi pelaksanaan tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini pun (2023) Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas juga masih terus berjuang untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada para Jemaah haji Indonesia dengan melakukan upaya-upaya antisipatif dan inovatif.

Apalagi tahun ini Jemaahnya yang jauh melebihi tahun-tahun sebelumnya, dan banyak Jemaah yang dari kaum lansia. Jika kemudian ada yang tidak beres dengan pelayanan Jemaah, maka Gus Menteri tidak segan-segan untuk menegur keras. Oleh karena itu sebagai amir al-hajj, bersama tim-nya beliau melakukan kontrol ketat dan terus memantau kondisi di lapangan.

Misalnya soal telat pengiriman makanan oleh catering, beliau harus rela menahan panas dan lapar hingga para Jemaah itu sudah terlayani dengan baik dan masalahnya beres semua. Inilah sikap dan tanggung jawab yang beliau emban sebagai pejabat publik.

Upaya-upaya pelayanan Jemaah haji yang prima itu antara lain dilakukan dengan usulan penambahan kuota kepada Pemerintah Saudi Arabia. Tahun ini kuota Jemaah haji Indonesia berjumlah 221000 orang, yang terdiri dari 203.320 kuota Jemaah haji reguler dan 17.680 kuota khusus, kemudian atas lobby Gus Men, pemerintah Arab Saudi memberikan kuota tambahan sebanyak 8000 orang, sehingga total Jemaah haji Indonesia sebanyak 229.000 orang.

Menurut data dari Kementarian Agama RI, jumlah Jemaah haji tahun ini merupakan jumlah yang terbesar sepanjang sejarah pelaksaan haji di Indonesia. Menurut Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi, Dr. Tawfiq al-Rabiah, jumlah Jemaah haji seluruh dunia mencapai dua juta orang, ini artinya bahwa jumlah Jemaah haji Indonesia mencapai 11,4% dari seluruh jemaah haji dunia. Dari 11,4%, seluruh Jemaah haji Indonesia, sekitar 30% atau 68700 orang adalah Jemaah lansia, sehingga problematika haji tahun ini lebih kompleks dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Tentu ini yang harus dipahami, betapa susah dan payahnya mengatur manusia yang ratusan ribu manusia yang memiliki perilaku yang beraneka ragam. Namun demikian, antisipasi dan ikhtiar yang dilakukan Kementerian Agama dan tim dapat menekan problem yang ada di lapangan.BBeberapa langkah ikhtiar dan upaya antisipatif itu antara lain, memberikan pelayanan prima kepada jemaah haji Indonesia, yaitu adanya layanan transpotasi yang disebut dengan “Bus Shalawat”.

Bus Shalawat adalah transportasi yang dapat diakses oleh jemaah haji Indoensia untuk kebutuhan ke Masjidil Haram selama 24 jam, sehingga memudahkan para jemaah dari berbagai maktab menuju Masjidil Haram. Konsumsi pun disiapkan secara maksimal dan memadahi.

Demikian pula akomodasi penginapan ketika berada di ARMUZNA (Arafah, Muzdalifah dan Mina) tersedia dengan baik. Di Madinah, hotel atau maktab juga diupayakan dekat dengan Masjid Nabawi yang hanya ditempuh dengan berjalan kaki, dan mereka dapat mengikuti shalat 40 waktu (arbain) dengan nyaman.

Yang paling antisipatif adalah pelayanan terhadap jemaah haji lanjut usia (lansia) dengan tagline-nya “Haji 2023 Berkeadilan dan Ramah Lansia”. Ini merupakan langkah kreatif dan inovatif sekaligus membanggakan. Karena jumlah jemaah haji lansia tahun ini mencapai 30%, atau sekitar 67.800 orang.

Tercatat Jemaah haji yang berusia lebih 100 tahun mencapai lebih dari 30 orang, dengan usia tertua adalah 119 tahun. Mereka mendapat perhatian khusus mulai dari layanan kursi roda, kesehatan dan konsumsi makanan lumat seperti bubur. Bahkan banyak petugas PPIH yang menggendong jemaah lansia ketika mereka tidak mampu berjalan.

Beberapa lansia yang udzur ketika wukuf berhalangan, maka difasilitasi dengan safari wukuf. Demikian pula layanan kesehatan baik di Madinah, Makkah dan ARMUZNA dilaksanakan selama 24 jam, dengan ketersediaan para dokter spesialis yang cukup dan memadai.

Modal Ibadah Haji

Tahun ini atas nama Rektor, saya melepas para Jemaah Calon Haji (JCH) dari warga besar UIN Maulana Malik Ibrahim Malang sebanyak 16 orang dan ada diantara mereka yang menjadi petugas. Dan alhamdulillah setiap tahun UIN Malang selalu mendapat amanah dari Kementerian Agama untuk menjadi petugas kesehatan di tanah suci Makkah. Karena UIN Malang memiliki FKIK (Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan).

Dan alhamdulillah para dokter yang ditugaskan tersebut mendapat apresiasi dan sambutan yang positif dari Jemaah dan Kementerian karena dapat menjalankan tugas dengan baik dan penuh integritas.

Dalam setiap kesempatan saya melepas Jemaah Calon Haji (JCH), baik di kampus maupun di luar kampus, saya selalu sampaikan bahwa modal utama berhaji itu selain mengerti syarat rukunnya adalah kesabaran. Dengan sikap sabar inilah semua yang terkait dengan masalah atau problem yang ditemui akan terlampaui dengan baik. Karena tidak sedikit para Jemaah haji berantem atau geger di tanah suci karena tidak mampu menahan amarahnya (alias tidak sabar).

Bahkan antar suami-isteri pun juga terjadi konflik karena masalah sepele. Padahal mereka itu berada di tanah suci (haram). Maka pesan Tuhan dalam Alquran, “bahwa barang siapa yang berhaji ke tanah suci (baitullah) maka jangan berkata-kata kotor atau yang tidak bermanfaat (rafas), jangan berbuat maksiat (fusuq) dan jangan berantem (jidal).

Termasuk larangan berulah atau berbuat usil seperti mencabut tanaman dan meburu binatang dan juga perbuatan lain yang merugikan orang atau lingkungan.

Itulah etika yang harus dijaga oleh setiap orang yang berhaji, yaitu etika teologis (hablun min Allah), etika sosiologis (hablun min al-nas) dan juga etika kosmik (hablun min al’alam). Dan etika ini tidak hanya berlaku pada setiap orang yang sedang menunaikan ibadah haji (hujjaj) di Makkah al-Mukarramah saja, namun harus terbawa sampai kembali ke tanah air masing-masing.

Inilah sesungguhnya lesson learn dan message universal di balik ibadah haji. Bukan simbol dan atributnya yang dibawa pulang, melainkan pelajaran dan hikmahnya. Kini, para jemaah haji sudah berangsur-angsur mulai kembali ke tanah air, semoga mereka diberi keselamatan dan haji mereka diterima oleh Allah SWT sebagai haji mabrur.

*Penulis Rektor UIN Maliki Malang Profesor Dr Zainnudin MA (www.uin-malang.ac.id)

Hajiopinirektor uin maliki malang