Beranda

OTT Polres Batu Bongkar Sindikat Pemeras Berkedok Wartawan dan LSM

OTT Polres Batu Bongkar Sindikat Pemeras Berkedok Wartawan dan LSM
Rilis Polres Batu kasus pemerasan oleh seorang yang mengaku wartawan dan anggota LSM terhadap salah satu Ponpes (jtn/io)

INDONESIAONLINE – Aksi sindikat pemerasan yang memanfaatkan isu sensitif pelecehan seksual di lingkungan pondok pesantren (Ponpes) berhasil dibongkar jajaran Polres Batu. Dua pelaku, yang mengaku sebagai wartawan gadungan dan anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), terciduk dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) saat menerima uang haram ratusan juta rupiah dari pengurus ponpes yang menjadi korban.

Yohanes Lukman Adiwinoto, yang mengaku sebagai “wartawan” dan Fuad Dwiyono, yang mengklaim sebagai anggota lembaga perlindungan perempuan dan anak, kini meringkuk di sel tahanan Polres Batu. Keduanya ditangkap setelah terbukti melakukan pemerasan terhadap salah satu Ponpes ternama di Kota Batu, memanfaatkan kasus dugaan pelecehan seksual yang tengah ditangani kepolisian.

Kapolres Batu, AKBP Andi Yudha Pranata, mengungkapkan bahwa penangkapan kedua pelaku dilakukan pada Senin (11/2/2025) di sebuah rumah makan di kawasan Junrejo. OTT ini merupakan respons cepat Polres Batu setelah menerima laporan dari pihak ponpes yang merasa menjadi korban pemerasan.

“Modus operandi pelaku sangat meresahkan,” ujar AKBP Andi Yudha dalam konferensi pers di Mapolres Batu, Selasa (18/2/2025).

“Mereka memanfaatkan kasus dugaan pencabulan yang memang sedang kita selidiki untuk menakut-nakuti pihak ponpes dan meminta sejumlah uang dengan dalih ‘mengamankan’ kasus agar tidak diberitakan,” ujarnya.

Kasus ini bermula dari laporan dugaan pencabulan yang dilakukan oleh seorang pengasuh ponpes berinisial MF terhadap dua santriwati di bawah umur. Laporan tersebut telah ditindaklanjuti oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Batu. Namun, di tengah proses penyelidikan, muncul dua sosok ini yang justru memanfaatkan situasi untuk keuntungan pribadi.

Menurut AKBP Andi Yudha, pelaku pertama kali menghubungi pihak ponpes dan meminta uang “damai” sebesar Rp 40 juta. Alasannya, uang tersebut akan digunakan untuk “membungkam” media agar tidak memberitakan kasus tersebut, serta sebagian akan diberikan kepada Fuad dan Lukman sendiri. Bahkan, sebagian kecil dijanjikan untuk “pengacara” fiktif berinisial F.

Namun, aksi pemerasan tidak berhenti di situ. Pelaku kembali menghubungi pihak ponpes pada tanggal 8 Februari 2025, meminta uang tambahan dengan jumlah fantastis, Rp 340 juta. Pembayaran direncanakan dalam dua termin, Rp 150 juta di awal dan sisanya lima hari kemudian.

“Pihak ponpes yang merasa diperas dan curiga dengan gelagat pelaku akhirnya memilih jalur hukum dan melaporkan kejadian ini ke Polres Batu,” jelas Kapolres.

Saat pertemuan pada 11 Februari 2025, ketika kedua pelaku menerima uang termin pertama sebesar Rp 150 juta, tim Resmob Polres Batu langsung bergerak cepat melakukan penangkapan.

Dari hasil pemeriksaan, terungkap bahwa pelaku menggunakan berbagai cara untuk menakut-nakuti korban, termasuk mencatut nama penyidik Polres Batu dan mengancam dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Mereka juga menjanjikan uang tersebut akan digunakan untuk “menyelesaikan perkara” dan “memulihkan nama baik” ponpes.

Ironisnya, Fuad diketahui sebagai anggota aktif lembaga yang seharusnya bermitra dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak (DP3A), sementara Lukman mengaku sebagai wartawan dari beberapa media yang katanya “terverifikasi”. Namun, setelah ditelusuri lebih lanjut, klaim keduanya patut dipertanyakan.

“Kedua pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara,” tegas AKBP Andi Yudha (pl/dnv).

Exit mobile version