INDONESIAONLINE – Petugas gabungan dari Bareskrim Polri, Direktorat Interdiksi Narkotika Bea Cukai, Bea Cukai Soekarno Hatta, Kanwil Bea Cukai Jatim I, Kanwil Bea Cukai Jatim II, dan Bea Cukai Malang berhasil menggerebek pabrik narkoba terbesar di Indonesia yang terletak di Jalan Bukit Barisan, Kecamatan Klojen, Kota Malang, pada 2 Juli 2024.
Terungkapnya pabrik narkoba ini berawal dari kecurigaan terhadap pengiriman bahan baku dari luar negeri. Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Jawa Timur (Jatim) II, Agus Sudarmadi, menjelaskan bahwa para pelaku menggunakan modus false declaration, yaitu memberikan informasi yang tidak benar atau menyesatkan dalam dokumen resmi.
“Mereka mengirimkan bahan baku narkoba dari luar negeri dengan cara mengelabui petugas bea cukai. Barang tersebut dikirim dalam jumlah kecil, tidak langsung dalam jumlah besar. Mereka menggunakan cara yang cukup panjang rantai pasoknya. Itu terdata dan ada false declaration,” ungkap Agus dalam media briefing kinerja Semester I Tahun 2024 di Kantor Kanwil DJBC Jatim II, Kota Malang, Kamis (11/7/2024).
Bahan baku narkoba tersebut dikirim ke Indonesia dalam bentuk cat, namun di dalamnya diselundupkan narkoba. Agus mengakui bahwa proses penyelidikan dan pengungkapan kasus ini membutuhkan waktu yang cukup lama.
“Kita sistemnya sudah ada, tapi kemungkinan lolos tetap ada. Kadang-kadang para pelaku itu terus mengupdate, ini ketahuan ya pindah,” imbuh Agus.
Dari hasil penggerebekan, petugas berhasil mengamankan barang bukti berupa 1,2 ton MDMB-4en-PINACA (Ganja Sintetis), 25.000 butir pil Xanax, 25.000 butir pil Extasy, dan 40 kg bahan baku MDMB-4en-PINACA setara dengan 2 ton produk jadi.
Petugas juga mengamankan lima tersangka dalam kasus ini, yaitu YC (23), FP (21), DA (24), AR (21), dan SS (28). Kelima tersangka ini dikendalikan oleh seorang Warga Negara Asing (WNA) asal Malaysia berinisial KENT, yang saat ini masih dalam pencarian atau buron (DPO).
Para tersangka dijerat dengan Pasal 113 ayat (2) subsider pasal 114 ayat (2) subsider 112 ayat (2), juncto 132 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun penjara dan maksimal hukuman mati (ir/dnv).