INDONESIAONLINE – Riba berasal dari akar kata bahasa Arab “az-ziyadah”, yang artinya tambahan atau pertumbuhan. Dalam Islam, riba didefinisikan sebagai praktik pengambilan tambahan atau kelebihan pada transaksi keuangan yang hukumnya adalah haram.

Menurut Syekh Abu Yahya Zakaria Al-Anshary, Fathul Wahab bi Syarhi Manhaji al-Thullab, riba adalah suatu akad pertukaran barang tertentu yang tidak diketahui padanannya menurut timbangan syara’ yang terjadi saat akad berlangsung atau akibat adanya penundaan serah terima barang baik terhadap kedua barang yang dipertukarkan atau salah satunya saja.

Berikut ini beberapa jenis riba yang erat terjadi dalam kehidupan sehari-hari:

1. Riba al-fadl

Riba jenis ini terjadi akibat transaksi jual beli yang disertai dengan adanya kelebihan pada salah satu dari dua barang yang hendak ditukarkan.

Contohnya, di A memiliki beras bagus seberat 1 kilogram. Si B memiliki beras jelek seberat 2 kilogram. Si A bermaksud memiliki beras kualitas jelek milik Si B tersebut untuk campuran pakan ternaknya. Sementara, Si B membutuhkan beras bagus untuk konsumsi keluarganya.

Akhirnya, terjadilah transaksi keduanya untuk saling menukarkan beras tersebut. Si A membawa beras bagus seberat 1 kilogram dan di B membawa beras kualitas buruk seberat 2 kilogram. Transaksi terjadi dengan penukaran beras 1 kg ditukar dengan beras 2 kg ini yang disebut riba al-fadl.

Baca Juga  Ternyata, Ini Alasan Mengapa Datangnya Kematian Dirahasiakan Allah

2. Riba al-yadi

Riba jenis ini terjadi akibat jual beli yang disertai penundaan serah terima kedua barang yang ditukarkan atau penundaan terhadap penerimaan salah satunya.

Contohnya, Si A hendak membeli beras milik Si B dengan standar 1 kg beras untuk 4 kg jagung. Standar ini dibangun karena kebetulan harga beras saat itu adalah 10 ribu rupiah per kilogram. Sementara jagung milik Si A berharga 2.500 rupiah per kilogram. Keduanya sudah sama-sama sepakat.

Setelah Si A menerima beras, ternyata dia tidak segera menyerahkan jagung yang dimilikinya kepada si B di majelis akad dan saat itu juga.

Transaksi inilah yang disebut sebagai riba al-yad. Sebab, ada kemungkinan harga 1 kg beras di kemudian hari berbeda dengan harga 4 kg jagung. Bisa jadi di kemudian hari, harga 1 kg beras sama dengan harga 5 kg jagung.

3. Riba al-nasa’

Riba ini terjadi akibat jual beli tempo. Contohnya, si A menjual emas yang dimilikinya seberat 1 kilogram kepada Si B dengan harga disepakati 50 juta rupiah. Si A menyerahkan emasnya kepada Si B, namun uangnya baru diserahkan selang satu bulan berikutnya.

Baca Juga  Rupa Jin yang Begitu Buruk, Ini Hewan-Hewan yang Bisa Melihatnya

Setelah jatuh tempo, ternyata si B belum memiliki uang sebesar 50 juta tersebut. Sementara itu, harga jual emas mengalami kenaikan sebesar 55 juta rupiah per kilogram. Selanjutnya si A berkata kepada si B, akankah dihentikan transaksinya dengan risiko Si B membayar ke si A sebesar 50 juta rupiah, ataukah dilanjut dengan menambah tempo 1 bulan lagi dengan risiko si B memiliki kewajiban membayar harga emas menjadi sebesar 55 juta rupiah.

Demikian tiga jenis riba yang dirangkum dari Instagram @nuonline_id. Dijelaskan juga bahwa semua transaksi jual emas dan perak dan transaksi jual beli bahan makanan, apa pun jenisnya, merupakan transaksi barang ribawi. Termasuk jual beli bahan makanan pokok, seperti beras, jagung, ketela pohon, maupun barang konsumsi tambahan/pelengkap seperti buah-buahan, susu, daging, dan ikan. Bahkan untuk air dan krupuk, hukum riba dapat berlaku kepadanya. (bin/hel)