Uncategorized  

Kota Malang Belum Ajukan Usulan Rekom Kenaikan UMK Tahun 2022

Kota Malang Belum Ajukan Usulan Rekom Kenaikan UMK Tahun 2022

Kota Malang Belum Ajukan Usulan Rekom Kenaikan UMK Tahun 2022

INDONESIAONLINE – Rekomendasi usulan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2022 di Kota Malang belum diajukan. Hingga saat ini, Wali Kota Malang Sutiaji masih melakukan telaah atas rekomendasi dari dewan pengupahan.

Sebelumnya, Dinas Tenaga Kerja Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DisnakerPMPTSP) Kota Malang telah mengusulkan rekomendasi kenaikan usai melaksanakan rapat koordinasi bersama Dewan Pengupahan Kota Malang. 

Besaran nominal yang diusulkan kurang lebih naik Rp 23 ribu untuk UMK Kota Malang tahun 2022 atau naik 0,79 persen menjadi Rp 2.994.144,22, dibandingkan tahun 2021 lalu sebesar Rp 2.970.502,00.

Dalam hal ini, Sutiaji mengaku masih harus menelaah kembali usulan tersebut dan mengkolaborasikan usulan kepada kalangan pengusaha.

“Masih belum, antara buruh dan perusahaan tidak bisa pisah. Ketika kita nekan tinggi, perusahaan collapse. Jadi, harus kolaborasi, demikian juga perusahaan,” ujarnya, Jumat (19/11/2021).

Dijelaskan Sutiaji, dalam hal ini Pemerintah Kota (Pemkot) Malang tidak memiliki kapasitas untuk memutuskan besaran kenaikan UMK. Pihaknya, hanya bisa mengusulkan angka atau nominal yang diusulkan beserta penjelasan atau rasionalisasinya kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur.

“Penentuan UMK itu bukan di kota/kabupaten, kita hanya mengusulkan saja. Dari dewan pengupahan, selanjutnya walikota mengusulkan bagaimana teman-teman perusahaan dengan pengajuan dewan pengupahan, kita ambil tengahnya. Setelah itu kita mengusulkan ke provinsi, dan provinsi yang menentukan,” terangnya.

Sebab, penentuan UMK ini dikatakannya juga berpengaruh terhadap investor yang akan masuk ke daerah. Sehingga nantinya, saat usulan dari Pemkot Malang diajukan, Pemprov Jawa Timur yang akan mempertimbangkan disetujui atau tidaknya. 

“UMK itu kan berpengaruh terhadap investor, investasi yang akan datang. Ini jadi bahan pertimbangan provinsi. Jangan sampai UMK tinggi, investor yang akan datang ke Jawa Timur malah tidak jadi. Nanti pada gilirannya tenaga kerja jadi tidak bisa terserap banyak-banyak,” pungkasnya.

(fin/pit)