INDONESIAONLINE – Menjelang pelantikan Prabowo Subianto sebagai presiden baru Indonesia, isu pembentukan kabinet zaken dengan 44 kementerian menuai pro dan kontra. RUU Kementerian Negara yang telah disetujui Baleg DPR semakin menguatkan isu ini.
Di satu sisi, kabinet zaken diharapkan mampu membawa angin segar dengan fokus pada keahlian dan profesionalisme. Namun di sisi lain, kekhawatiran muncul, terutama soal potensi kabinet ini hanya menjadi ajang bagi-bagi jabatan politik.
Felicia Putri Tjiasaka, seorang pengusaha dan content creator di bidang keuangan, menyuarakan keresahannya. Melalui akun Instagramnya, @feliciaputritjisaka, ia menyoroti jumlah kementerian di Indonesia yang sudah tergolong gemuk.
“Jumlah kementerian kita sudah termasuk yang terbanyak di ASEAN. China saja, dengan penduduk 1,4 miliar, hanya memiliki 26 kementerian. Amerika Serikat bahkan hanya butuh 15 departemen,” tegas Felicia (22/9).
Ia khawatir penambahan kementerian justru membebani anggaran negara tanpa memberikan dampak signifikan. “Anggaran pasti membengkak untuk menampung berbagai kebutuhan kementerian baru,” tambahnya.
Felicia berharap Prabowo membentuk kabinet zaken yang benar-benar mengedepankan profesionalitas, bukan bagi-bagi kursi untuk koalisi gemuk.
“Semoga Pak Prabowo memilih orang-orang terbaik berdasarkan keahlian dan integritas, bukan karena afiliasi politik,” harapnya.
Kabinet Zaken: Harapan dan Tantangan
Kabinet zaken atau zaken kabinet merupakan model pemerintahan dimana anggota kabinet dipilih berdasarkan keahlian, bukan afiliasi politik. Fokus utamanya adalah menyelesaikan masalah bangsa secara efektif dan efisien.
Di Indonesia, wacana kabinet zaken kerap muncul sebagai solusi menghindari kepentingan politik yang menghambat kinerja pemerintahan.
Namun, efektivitas kabinet zaken sangat bergantung pada komitmen pemimpin dalam memilih anggota kabinet. Tanpa komitmen yang kuat, kabinet zaken berpotensi hanya menjadi jargon politik tanpa implementasi nyata.
Penambahan jumlah kementerian juga perlu dikaji secara mendalam. Efisiensi anggaran dan efektivitas kinerja kementerian harus menjadi pertimbangan utama, bukan sekadar menambah beban negara.
Felicia sendiri tetap optimis dengan masa depan Indonesia. Ia yakin banyak talenta hebat yang mampu membawa perubahan positif. “Yang kita butuhkan adalah pemimpin berintegritas, anti korupsi, dan tegas menolak intervensi kepentingan pribadi atau golongan,” pungkasnya (bn/dnv).