Sepak Pojok Kontroversial Inter Milan vs Fiorentina: VAR Bisu?

Sepak Pojok Kontroversial Inter Milan vs Fiorentina: VAR Bisu?
Tangkapan layar X pertandingan Inter Milan vs Fiorentina yang menghasilkan tragedi sepak pojok kontroversial (@GiuFer1997)

INDONESIAONLINE – Gemuruh Giuseppe Meazza, stadion kebanggaan kota mode Milan, Selasa (11/2/2025) dini hari WIB, terasa getir. Bukan euforia kemenangan yang membahana, melainkan dengung protes dan kekecewaan yang merayap di antara bangku-bangku stadion.

Inter Milan baru saja mengamankan tiga poin krusial atas Fiorentina, namun kemenangan 2-1 itu tak terasa manis. Ia dinodai kontroversi, sebuah noda tinta hitam yang sulit dihapus dari memori pertandingan ini.

Layar besar stadion berulang kali memutar adegan itu. Alessandro Bastoni, bek sayap Inter berlari mengejar bola yang hampir keluar lapangan. Di tepi garis, dengan gerakan akrobatik, ia menjangkau si kulit bundar, menyepaknya sebelum melewati batas.

Bola mengenai kaki pemain Fiorentina, dan wasit tanpa ragu menunjuk bendera sudut. Sepak pojok untuk Inter.

Dari sanalah petaka Fiorentina bermula. Bola lambung dari sepak pojok itu meluncur deras ke kotak penalti. Marin Pongracic, bek Fiorentina, dalam upaya menghalau, justru membelokkan bola ke gawang sendiri.

Gol bunuh diri yang menyakitkan, gol pembuka bagi Inter yang kontroversial.

Amarah di Lorong Stadion

Usai peluit panjang berbunyi, lorong Stadion Giuseppe Meazza menjadi saksi bisu amarah yang membara. Bukan hanya dari bangku pemain Fiorentina, tetapi juga dari staf pelatih hingga ofisial tim. Wajah-wajah tegang, mata merah menahan geram, dan suara-suara meninggi mempertanyakan keadilan.

Rafaelle Palladino, pelatih muda Fiorentina yang dikenal tenang, kali ini tak mampu menyembunyikan kekecewaannya. Di ruang konferensi pers, suaranya bergetar menahan emosi.

“Bola sudah keluar lapangan! Semua orang melihatnya! Bagaimana bisa wasit memberikan sepak pojok? VAR itu untuk apa?” serunya dengan nada tinggi, gestur tangannya menggambarkan betapa ia merasa dicurangi.

“Kami datang ke sini untuk bermain sepak bola, untuk bertarung secara sportif. Tapi, rasanya perjuangan kami dirampok begitu saja,” lanjut Palladino sorot matanya menyiratkan kekecewaan mendalam.

“Ini bukan hanya tentang kekalahan, tapi tentang rasa keadilan yang dilukai,” ucapnya getir.

Kekecewaan Palladino bukan tanpa dasar. Tayangan ulang dari berbagai sudut kamera dengan jelas menunjukkan bahwa bola telah melewati garis lapangan sebelum disentuh Bastoni. Seharusnya, lemparan ke dalam untuk Fiorentina, bukan sepak pojok untuk Inter.

Namun, keputusan wasit tak berubah, dan VAR, si “mata elang” sepak bola modern, memilih bungkam.

VAR, Sang Penjaga Keadilan yang Memilih Bisu?

Keberadaan VAR (Video Assistant Referee) seharusnya menjadi jaminan keadilan dalam sepak bola. Teknologi ini hadir untuk meminimalisir kesalahan manusia, membantu wasit membuat keputusan yang lebih tepat dan akurat. Namun, dalam laga Inter vs Fiorentina, VAR seolah absen, atau mungkin, memilih untuk tidak melihat.

“Saya tidak mengerti mengapa VAR tidak turun tangan,” keluh Palladino.

“Ini bukan situasi abu-abu. Ini jelas kesalahan. VAR seharusnya mengintervensi dan mengoreksi keputusan wasit di lapangan,” tegasnya.

Pertanyaan besar pun muncul: mengapa VAR tidak berfungsi dalam insiden sepak pojok kontroversial ini? Apakah ada inkonsistensi dalam penerapan VAR di Liga Italia? Atau, adakah faktor lain yang membuat teknologi canggih ini menjadi tak berdaya di momen krusial?

Inzaghi Mengakui, Namun Membela Diri

Di kubu Inter Milan, Simone Inzaghi, sang pelatih kepala, mencoba meredam tensi. Ia mengakui bahwa bola memang terlihat keluar lapangan sebelum sepak pojok diberikan.

“Ya, dari tayangan ulang, bola memang tampak sudah keluar,” kata Inzaghi dalam konferensi pers usai pertandingan.

Namun, alih-alih meminta maaf atau mengakui keuntungan yang didapat timnya, Inzaghi justru memilih untuk membela diri. Ia mengalihkan perhatian dengan mengkritik keputusan wasit yang memberikan penalti kepada Fiorentina di akhir babak pertama.

“Saya juga melihat tayangan ulang penalti tersebut, dan menurut saya itu seharusnya tidak diberikan,” ujarnya.

“VAR juga tidak mengintervensi dalam laga derbi (kontra Milan) dan kami akan memenangkan pertandingan itu,” lanjut Inzaghi.

Pernyataan Inzaghi ini justru semakin memanaskan suasana. Alih-alih meredakan amarah Fiorentina, ia seolah ingin mengatakan bahwa kesalahan wasit adalah hal yang biasa, dan timnya pun pernah dirugikan. Sikap ini dinilai kurang sportif dan kurang empati terhadap kekecewaan kubu lawan.

Lebih dari Sekadar Sepak Pojok

Kontroversi sepak pojok dalam laga Inter vs Fiorentina ini bukan hanya tentang satu keputusan wasit yang salah. Ini adalah cerminan dari masalah yang lebih besar dalam sepak bola modern: konsistensi penerapan VAR, kualitas kepemimpinan wasit, dan sportivitas di lapangan hijau.

Bagi Fiorentina, kekalahan ini terasa lebih pahit dari biasanya. Bukan hanya karena mereka kehilangan poin penting, tetapi juga karena mereka merasa diperlakukan tidak adil.

Rasa keadilan yang dilukai inilah yang membuat amarah mereka membara, dan tangis kekecewaan mereka pecah di lorong Stadion Giuseppe Meazza.

Kemenangan Inter Milan memang membawa mereka semakin mendekati puncak klasemen Liga Italia. Namun, kemenangan ini terasa hambar, diwarnai noda kontroversi yang akan terus diperdebatkan.

Di balik gemerlap lampu stadion dan hiruk pikuk pertandingan, terukir kisah tentang kekecewaan, amarah, dan pertanyaan besar tentang keadilan dalam sepak bola modern. Sebuah pertandingan yang seharusnya menjadi perayaan olahraga, justru berakhir dengan tangis dan amarah yang membara.