Agama  

Ini Alasan Umat Hindu Dilarang Keluar Rumah saat Nyepi

Ini Alasan Umat Hindu Dilarang Keluar Rumah saat Nyepi
Salah satu rangkaian perayaan Nyepi, yakni Melasti. Ini adalah ritual penyucian diri yang dilakukan di laut, danau, atau sungai. (foto: laman Kementerian Pariwisata)

INDONESIAONLINE – Hari Raya Nyepi merupakan perayaan penting bagi umat Hindu di Indonesia, khususnya di Bali. Perayaan ini menandai pergantian Tahun Baru Saka dan biasanya jatuh pada bulan Maret atau April.

Tahun ini, Nyepi akan diperingati pada Sabtu 29 Maret 2025 dan telah ditetapkan sebagai hari libur nasional oleh pemerintah.

Salah satu hal yang paling mencolok saat Nyepi adalah suasana yang hening dan sepi. Seluruh aktivitas masyarakat, termasuk lalu lintas dan kegiatan bisnis, dihentikan total. Bahkan, umat Hindu sendiri dilarang keluar rumah. Lalu, apa alasan di balik aturan ini?

Catur Brata Nyepi: Empat Larangan Saat Nyepi
Mengutip Jurnal Nilai Tradisi Nyepi di Bali (2021) karya I Wayan Mudana, umat Hindu di Bali menjalankan empat pantangan utama selama Hari Raya Nyepi, yang dikenal dengan sebutan Catur Brata Nyepi.

• Amati Lelungan (Tidak Bepergian)
Larangan keluar rumah saat Nyepi berasal dari prinsip amati lelungan, yang berarti tidak boleh bepergian ke mana pun. Ini bertujuan agar umat Hindu bisa fokus pada tapa, brata, yoga, dan samadhi—latihan spiritual untuk mengendalikan diri, emosi, serta pikiran.

• Amati Karya (Tidak Bekerja)
Umat Hindu juga dilarang melakukan pekerjaan fisik atau aktivitas rutin sehari-hari. Larangan ini bertujuan agar seseorang bisa benar-benar introspeksi diri tanpa terganggu oleh kesibukan duniawi.

• Amati Gni (Tidak Menyalakan Api)
Selama Nyepi, umat Hindu tidak menyalakan api, baik untuk memasak maupun penerangan. Ini melambangkan pengendalian hawa nafsu dan menjalani kehidupan dengan sederhana.

• Amati Lelanguan (Tidak Menikmati Hiburan)
Semua bentuk hiburan, seperti menonton televisi atau mendengarkan musik, dihentikan. Fokus utama umat Hindu selama Nyepi adalah mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Dengan menjalankan Catur Brata Nyepi, umat Hindu menciptakan suasana hening dan damai, baik dalam diri maupun di lingkungan sekitar.

Suasana Sunyi Selama 24 Jam
Pelaksanaan Nyepi berlangsung selama 24 jam penuh, dimulai dari Sabtu, 29 Maret 2025, pukul 06.30 WITA hingga Minggu, 30 Maret 2025, pukul 06.00 WITA. Di Bali, suasana menjadi benar-benar sepi karena seluruh masyarakat, termasuk non-Hindu dan wisatawan, juga diminta untuk menghormati aturan ini.

Bahkan, bandara internasional di Bali akan menghentikan operasional selama satu hari penuh. Hanya rumah sakit dan layanan darurat yang tetap beroperasi.

Rangkaian Perayaan Nyepi 2025 di Bali
Mengacu pada Surat Edaran Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali Nomor 17/SK/PHDI BALI/I/2025, berikut ini tahapan pelaksanaan Hari Raya Nyepi:

1. Melasti (28 Maret 2025)
Melasti adalah ritual penyucian diri yang dilakukan di laut, danau, atau sungai. Umat Hindu membawa pratima (arca dewa) dari pura masing-masing untuk disucikan sebelum Nyepi.

2. Ida Bhatara Nyejer di Pura Bale Agung (28 Maret 2025)
Setelah melasti, umat Hindu akan melaksanakan sembahyang di Pura Bale Agung, Pura Desa, atau Pura Puseh.

3. Tawur Kesanga (28 Maret 2025)
Tawur Kesanga adalah upacara besar yang bertujuan untuk menyeimbangkan alam sebelum memasuki Nyepi. Upacara ini dilaksanakan di berbagai tingkatan:
• Tingkat Kabupaten/Kota – Dilaksanakan di Pura Besakih dengan berbagai persembahan suci.
• Tingkat Kecamatan – Menggunakan upakara Caru Panca Sata, yang melibatkan lima ekor ayam sebagai simbol pembersihan.
• Tingkat Desa Adat – Upacara dilakukan di desa adat masing-masing dengan menggunakan upakara sesuai tradisi setempat.
• Tingkat Banjar – Menggunakan Caru Eka Sata, yaitu persembahan ayam brumbun sebagai simbol keseimbangan alam.
• Tingkat Rumah Tangga – Ritual dilakukan di setiap rumah dengan persembahan segehan (sesajen) untuk mengusir energi negatif.

Setelah rangkaian ini selesai, malam sebelum Nyepi biasanya diwarnai dengan pengerupukan, yaitu arak-arakan ogoh-ogoh (patung raksasa) yang nantinya dibakar sebagai simbol pembersihan roh jahat. (bn/hel)