INDONESIAONLINE – Dalam narasi besar eskatologi Islam mengenai akhir zaman, sosok Dajjal kerap menjadi pusat perhatian. Namun, di balik layar kemunculan tokoh antagonis utama ini, terdapat entitas misterius yang perannya tak kalah krusial namun sering terabaikan: Al Jassasah.
Makhluk ini disebut-sebut sebagai agen intelijen utama Dajjal, bertugas memata-matai dan melaporkan setiap denyut perkembangan dunia kepada tuannya yang terbelenggu.
Keberadaan Al Jassasah, meski tidak sepopuler Dajjal, dikukuhkan dalam beberapa hadits sahih, terutama riwayat yang terdokumentasi oleh Imam Muslim dalam bab Qisshatul Jassasah.
Para ulama terkemuka, seperti Syekh Mutawalli Sya’rawi dalam kitabnya Alaamaat Al-Qiyaamah Al-Kubra, dan Umar Sulaiman Al-Asyqar melalui Qashash Al Ghaib Fii Shahih Al Hadits An Nabawi, menjelaskan bahwa nama “Al Jassasah” secara harfiah merujuk pada aktivitasnya sebagai pengintai (tajassus) atau mata-mata.
Imam Nawawi dalam syarah Shahih Muslim, serta Brilly El-Rasheed dalam bukunya Ad-Dabbah: Misteri Mutan Akhir Zaman, mempertegas bahwa tugas pokok Al Jassasah adalah mengumpulkan kabar-kabar penting dari seluruh penjuru dunia.
Informasi ini kemudian disampaikan kepada Dajjal, yang menurut Ibnu Manzhur, menanti di sebuah pulau terpencil di tengah lautan, terus mengawasi dan menghimpun data melalui agennya ini.
Kisah paling fenomenal yang mengungkap eksistensi Al Jassasah datang dari pengalaman sahabat Nabi Muhammad SAW, Tamim Ad-Dari. Dalam sebuah pelayaran yang nahas, Tamim dan rombongannya terdampar di sebuah pulau asing.
Di sanalah mereka bertemu dengan makhluk aneh berbulu sangat lebat, hingga sulit dibedakan bagian depan dan belakang tubuhnya. Makhluk inilah yang memperkenalkan diri sebagai Al Jassasah.
Namun, Al Jassasah tidak banyak bicara tentang dirinya. Sebaliknya, ia justru bertindak sebagai perantara, mengarahkan Tamim Ad-Dari dan rombongannya untuk menemui seorang pria raksasa yang terkurung di dalam sebuah biara di pulau tersebut. Pria itu, kata Al Jassasah, sangat menantikan kabar dari dunia luar.
Sosok raksasa yang tangannya terbelenggu ke leher dan kakinya dirantai itu tak lain adalah Al-Masih Dajjal. Dalam dialog yang menegangkan, Dajjal melontarkan serangkaian pertanyaan kepada rombongan Tamim: tentang kondisi kebun kurma di Baisan, status air di telaga Thabariyyah, hingga perkembangan dakwah Nabi Muhammad SAW di Madinah.
Jawaban-jawaban mereka seolah menjadi konfirmasi atas informasi yang telah dikumpulkan Dajjal, menandakan efektivitas jaringan intelijen Al Jassasah.
Dajjal kemudian mengungkapkan identitas dan rencananya, “Aku ini Al-Masih Dajjal. Tak lama lagi aku akan diizinkan keluar dan menjelajahi seluruh penjuru bumi dalam empat puluh malam,” seraya menegaskan bahwa ia tidak akan bisa memasuki dua kota suci, Makkah dan Thaybah (Madinah), karena dijaga ketat oleh para malaikat.
Meski seringkali hanya disebut sepintas, peran Al Jassasah sebagai “mata-mata” Dajjal memiliki signifikansi mendalam dalam narasi akhir zaman.
Keberadaannya menjadi indikasi bahwa setiap peristiwa besar di dunia tidak luput dari pemantauan dan menjadi bagian dari skenario besar menjelang munculnya fitnah Dajjal. Kisah Tamim Ad-Dari, yang disepakati oleh para ulama sebagai riwayat sahih dan kuat, menjadi jendela penting bagi umat Islam untuk memahami lebih dalam tentang persiapan Dajjal dan pentingnya senantiasa waspada terhadap berbagai ujian akhir zaman. Wallahu a’lam (as/dnv).