Polisi Tangkap Cepat Penculik Bocah, Minta Tebusan Rp150 Juta

Polisi Tangkap Cepat Penculik Bocah, Minta Tebusan Rp150 Juta
Pelaku penculikan anak empat tahun digelandang kepolisian (jtn/io)

INDONESIAONLINE – Kamis (22/5/2025) pagi menjelma horor bagi sebuah keluarga di Malang Raya. Seorang bocah laki-laki berusia empat tahun, sebut saja ADR, diculik dari rumahnya di Desa Karangwidoro, Kabupaten Malang.

Namun, dalam drama yang berlangsung singkat dan menegangkan, sinergi aparat kepolisian gabungan dari Polresta Malang Kota, Polres Malang, dan Polres Batu berhasil meringkus pelaku hanya dalam tempo 3,5 jam. Motifnya? Uang tebusan Rp 150 juta diminta dari ibu korban yang tengah diliputi kepanikan.

Peristiwa ini menggarisbawahi kerentanan anak-anak terhadap kejahatan, bahkan dari orang yang dikenal. Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kerap menunjukkan bahwa pelaku kekerasan dan penculikan terhadap anak tidak jarang adalah orang-orang dari lingkaran terdekat korban.

Kronologi Penculikan

Kapolresta Malang Kota Kombes Pol Nanang Haryono dalam konferensi pers yang digelar Kamis (22/5/2025) sore di Mapolresta Malang Kota, membeberkan kronologi peristiwa yang mengoyak ketenangan warga. Didampingi kakek dan ibu korban yang masih tampak terguncang, Nanang menjelaskan bahwa semua berawal pukul 10.30 WIB.

“Cerita singkatnya modus operandi dengan cara memberikan pesan lewat WhatsApp kepada ibu korban (ACA, 34 tahun) mengajak ketemu di outlet es krim di Kelurahan Oro-Oro Dowo, Kecamatan Klojen, untuk membicarakan bisnis,” ungkap Nanang.

Sebuah siasat licik. Saat ACA, sang ibu, bertolak ke lokasi pertemuan fiktif tersebut, pelaku, AEP (35 tahun), warga Kecamatan Blimbing, Kota Malang, langsung bergerak menuju rumah korban di Desa Karangwidoro, Kabupaten Malang. Di rumah tersebut, hanya ada dua anak, SB (9 tahun) dan ADR (4 tahun), bersama seorang asisten rumah tangga (ART).

Detik-detik penculikan berlangsung mencekam. “Sambil bawa pisau mengancam di depan pintu,” lanjut Nanang, menggambarkan keberingasan pelaku.

“Kebetulan anaknya ada 2 orang, SB (9) dan ADR (4), yang diambil yang ADR. Kakaknya takut nangis, ART diancam dengan pisau akhirnya ADR dibawa ke dalam mobil dan pelaku lari,” lanjutnya.

ART yang ketakutan segera menghubungi ACA, memberitahukan kabar buruk tersebut. Tak lama berselang, telepon dari pelaku datang. AEP meminta tebusan sebesar Rp 150 juta. Ancaman mengerikan pun dilontarkan: jika uang tebusan tidak dipenuhi, ADR akan dijual.

Dalam situasi panik dan demi keselamatan buah hatinya, ACA sempat mentransfer sejumlah uang secara online kepada pelaku.

“Ibunya sudah transfer dua kali, pertama Rp 10 juta di perjalanan dan Rp 10 juta lagi. Akunnya (pelaku) nyambung ke judi online,” terang Nanang, menyingkap kemungkinan motif tambahan atau pelarian uang tebusan ke aktivitas ilegal.

Fenomena keterkaitan kejahatan dengan judi online memang menjadi perhatian serius aparat penegak hukum dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang sering mengungkap aliran dana mencurigakan ke platform-platform tersebut.

Tak mau menyerah pada tekanan pelaku, ACA dengan sigap mengambil keputusan krusial: melaporkan kejadian tersebut ke Polresta Malang Kota.

Respons cepat langsung ditunjukkan. Tim gabungan dari Unit Penindakan Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) Polresta Malang Kota, bersama Polres Malang dan Polres Batu, segera bergerak melakukan pengejaran.

“Tidak sampai 4 jam, pelaku bisa diamankan di Kecamatan Junrejo, Kota Batu,” tegas Nanang, yang juga mantan Kapolresta Banyuwangi.

Keberhasilan penangkapan ini salah satunya berkat kejelian petugas dalam menganalisis rekaman CCTV yang menangkap mobil Toyota Calya yang digunakan pelaku saat melintas. Peran CCTV dalam membantu pengungkapan kasus kejahatan memang sangat signifikan, sebagaimana sering ditekankan oleh para ahli kriminologi dan kepolisian.

Kenyataan pahit harus diterima keluarga korban. Budiono, kakek ADR, dengan suara bergetar mengungkapkan bahwa pelaku adalah orang yang mereka kenal baik.

“Pelaku itu sangat kita kenal, mungkin motif ekonomi, sehingga kita harus bisa berhati-hati,” ucap Budiono, sembari tak henti bersyukur atas kesigapan aparat.

“Bersyukur dengan gerak cepat polisi. Kejadiannya terjadi 10.30, jam 14.00 sudah diamankan polisi,” ungkapnya.

Kini, AEP harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Ia dijerat dengan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Pasal tersebut menyatakan bahwa setiap orang yang memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300 juta.

Kasus ini menjadi pengingat keras bagi masyarakat akan pentingnya kewaspadaan terhadap lingkungan sekitar dan perlindungan terhadap anak-anak. Kecepatan dan sinergi aparat kepolisian Malang Raya patut diapresiasi, namun pencegahan tetap menjadi kunci utama agar teror serupa tak terulang kembali (ir/dnv).