Eks Kepala Dinkes Malang, drg. Wiyanto Wijoyo, raih kemenangan bersejarah di Mahkamah Agung. MA batalkan pencopotan oleh Bupati Sanusi, perintahkan rehabilitasi jabatan. Saga hukum birokrasi ini menyibak tirai polemik program jaminan kesehatan masyarakat tak mampu Kabupaten Malang.
INDONESIAONLINE – Setelah menempuh jalur hukum yang berliku dan penuh ketegangan, drg. Wiyanto Wijoyo, mantan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang, akhirnya meraih kemenangan gemilang. Mahkamah Agung (MA) RI, pada 23 Juli 2025, menolak permohonan kasasi yang diajukan Bupati Malang, HM. Sanusi, sekaligus mengembalikan kehormatan dan jabatannya. Sebuah saga hukum yang menegaskan supremasi keadilan di tengah pusaran birokrasi.
Putusan MA Nomor: 324 K/TUN/2025 ini menjadi babak akhir dari sebuah drama panjang yang dimulai dari ambisius program jaminan layanan kesehatan masyarakat tidak mampu di Kabupaten Malang pada tahun 2023. Program mulia ini justru berujung pada pencopotan Wiyanto dari kursi Kepala Dinkes Kabupaten Malang, sebuah keputusan yang kala itu tertuang dalam Surat Keputusan Bupati Malang Nomor: 800.1.6.3/148/35.07.405/2024 tertanggal 27 Maret 2024.
Jaminan Kesehatan yang Berujung Polemik
Akar masalah bermula dari program jaminan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu di Kabupaten Malang. Dengan total penduduk Kabupaten Malang mencapai sekitar 2,7 juta jiwa (BPS 2023) dan angka kemiskinan sekitar 7,52% (BPS 2023), kebutuhan akan jaminan kesehatan memang krusial.
Pemkab Malang mengalokasikan anggaran sebesar Rp 72 miliar, ditujukan untuk meng-cover 129.534 jiwa masyarakat tidak mampu melalui pembayaran iuran kepesertaan BPJS Kesehatan pada segmen Penerima Bantuan Iuran Daerah (PBID).
Jika mengacu pada iuran BPJS Kesehatan Kelas III yang seringkali menjadi standar PBID, yakni sekitar Rp 42.000 per jiwa per bulan, maka anggaran Rp 72 miliar tersebut cukup untuk mengcover sekitar 142.857 jiwa per tahun. Ini menunjukkan angka 129.534 jiwa masih realistis.
Namun, pada praktiknya, program ini disiapkan untuk menjamin layanan kesehatan bagi 466.000 jiwa masyarakat Kabupaten Malang dengan total anggaran yang diestimasi mencapai Rp 250 miliar. Disparitas angka inilah yang memicu krisis.
Ambisi yang melebihi kapasitas anggaran menciptakan tunggakan ke BPJS Kesehatan sekitar Rp 86 miliar per Juli 2023. Bupati Sanusi menilai adanya kesalahan input data dan manajemen anggaran yang berujung pada pencopotan Wiyanto.
Perjalanan Hukum yang Penuh Tantangan
Tak terima dengan keputusan yang membebaskannya dari jabatan struktural dan menempatkannya sebagai pelaksana, Wiyanto tak tinggal diam. Ia memilih jalur hukum, sebuah langkah yang seringkali menantang bagi seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam menghadapi atasan.
Gugatan pertama Wiyanto diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya. Namun, palu PTUN Surabaya melalui putusan Nomor: 98/G/2024/PTUN.SBY tertanggal 28 November 2024, belum berpihak padanya. Ia kalah di babak awal.
Dengan semangat tak patah, Wiyanto mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Surabaya. Kali ini, nasib baik berpihak padanya. PTTUN Surabaya mengabulkan permohonannya melalui putusan Nomor: 11/B/2025/PT.TUN.SBY tertanggal 12 Februari 2025.
Bupati Sanusi, tak mau menyerah, kemudian mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung RI. Namun, episode terakhir drama hukum ini justru menjadi kemenangan puncak bagi Wiyanto. Pada 23 Juli 2025, berdasarkan rapat permusyawaratan majelis hakim, permohonan kasasi Bupati Sanusi ditolak.
Keadilan di Mahkamah Agung
Salinan putusan MA yang diterima Wiyanto melalui kuasa hukumnya pada 27 Agustus 2025, menjadi penanda resmi dari rehabilitasi karirnya. Dalam putusan tersebut, Mahkamah Agung menyatakan batal Surat Keputusan Bupati Malang Nomor: 800.1.6.3/148/35.07.405/2024 tentang pembebasan dari jabatan atas nama drg. Wiyanto Wijoyo.
Lebih dari itu, putusan MA secara tegas mewajibkan Bupati Malang HM. Sanusi untuk mencabut SK pencopotan tersebut, merehabilitasi nama baik Wiyanto, dan mengangkatnya kembali dalam jabatan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang atau jabatan lainnya yang setara Eselon IIb.
Ini adalah penegasan kuat terhadap perlindungan hak-hak ASN yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, di mana setiap ASN berhak atas perlindungan hukum dan keadilan.
Saat ini, posisi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang dijabat oleh Pelaksana Tugas (Plt) Ivan Drie. Menanggapi putusan bersejarah ini, Wiyanto menyampaikan harapannya agar proses pelaksanaan putusan majelis hakim dapat berjalan lancar.
“Menunggu ya Mas. Prosesnya sedang berjalan. Alhamdulillah semoga lancar,” ungkap Wiyanto dengan nada optimisme yang terpancar.
Ia berharap Pemkab Malang segera menempatkannya kembali sesuai putusan MA. “Sesuai putusan. Saya akan bekerja sebaik-baiknya dan memajukan derajat masyarakat Kabupaten Malang,” pungkas Wiyanto.
Kemenangan ini bukan hanya personal, melainkan juga simbol harapan bagi setiap individu yang mencari keadilan dalam sistem birokrasi (ta/dnv).