Kasus keracunan massal di program Makan Bergizi Gratis (MBG) Bandung Barat mengguncang. Lima mahasiswa UB hadirkan Kulkita, inovasi AI revolusioner untuk manajemen makanan yang higienis, segar, dan aman. Mampukah solusi ini mengubah masa depan gizi bangsa dan menekan food waste?
INDONESIAONLINE – Gelombang kekhawatiran menyapu negeri. Lebih dari 1.000 siswa di Bandung Barat dilaporkan mengalami keracunan massal, sebuah insiden mengerikan yang kembali menyoroti kerapuhan sistem dalam program ambisius Makan Bergizi Gratis (MBG).
Ini bukan kasus pertama. Sejak diluncurkan, program yang seharusnya menjadi tulang punggung peningkatan gizi anak bangsa ini, justru diwarnai serentetan insiden serupa di berbagai daerah.
Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan di Indonesia masih menjadi ancaman serius, dengan ratusan kasus dan ribuan korban tercatat setiap tahunnya, seringkali berakar pada praktik penanganan makanan yang tidak higienis atau bahan baku yang tidak layak konsumsi.
Fenomena ini memicu pertanyaan krusial: bagaimana program sebesar MBG, dengan visi mulia mencerdaskan generasi penerus, bisa tergelincir dalam persoalan fundamental keamanan pangan?
Tekanan logistik, volume makanan yang masif, serta keterbatasan SDM dan teknologi dalam manajemen bahan baku, diduga menjadi biang keladinya.
Kulkita Menjawab Keresahan
Di tengah krisis yang membayangi, secercah harapan datang dari lima mahasiswa visioner Universitas Brawijaya (UB) yang tergabung dalam tim Kulkita (Kulkas Kita). Richard, Jason Surya Wijaya, Kadek Nandana Tyo Nayotama, Fatoni Murfid Syaafii, dan Muhammad Rafly Ash Shiddiqi, semua dari Jurusan Teknik Informatika FILKOM angkatan 2023, tak sekadar mengamati. Mereka bertindak.
“Kami melihat pemberitaan tentang keracunan ini terus bermunculan, dan itu sangat mengkhawatirkan. Program MBG punya visi besar, tapi tantangan di lapangan, terutama soal keamanan dan kesegaran bahan, harus segera diatasi,” ungkap Richard, salah satu anggota tim.
Dari keresahan inilah, lahirlah Kulkita: sebuah platform digital revolusioner yang didukung Kecerdasan Buatan (AI), dirancang khusus untuk merevolusi manajemen bahan makanan, memastikan higienitas, kesegaran, dan keamanan di dapur-dapur MBG. Inovasi ini bukan sekadar ide, melainkan sebuah solusi konkret yang telah menarik perhatian serius di panggung nasional.
Pada 24 Agustus 2025, Kulkita berhasil meraih posisi Top 3 Grand Finalist di ajang bergengsi National Hackathon 2025, yang diselenggarakan oleh Pikiran Terbaik Negeri Yayasan BUMN dan ElevAIte.
Tak hanya itu, ide brilian ini bahkan mendapat “lampu hijau” langsung dari seorang staf Wakil Presiden yang berjanji akan membawa Kulkita ke meja Wapres untuk ditindaklanjuti. Sebuah pengakuan yang menegaskan potensi besar Kulkita dalam skala nasional.
Di Balik Layar Kulkita: AI, Prediksi, dan Masa Depan Tanpa Food Waste
Apa yang membuat Kulkita begitu istimewa? Fitur utamanya berpusat pada pemanfaatan AI untuk mengatasi dua tantangan kritis: keamanan pangan dan efisiensi logistik.
“Kita memanfaatkan AI dari Azure Microsoft untuk memprediksi sisa life span bahan atau buah, yaitu berapa hari lagi sebelum membusuk,” jelas Fatoni Murfid Syaafii.
“Dari hasil prediksi tersebut, bahan-bahan di dalam inventori dapat diurutkan berdasarkan prioritas, sehingga yang masa simpannya lebih singkat bisa dikeluarkan terlebih dahulu,”lajutnya.
Ini adalah game-changer. Menurut data FAO (Food and Agriculture Organization), sekitar sepertiga dari seluruh makanan yang diproduksi secara global hilang atau terbuang setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri, angka food waste masih sangat tinggi, mencapai jutaan ton per tahun, yang tidak hanya menyebabkan kerugian ekonomi, tetapi juga berdampak pada lingkungan.
Kulkita berpotensi besar menekan angka ini, khususnya dalam skala program pemerintah. Di mana, inovasi ini memiliki fitur-fitur andalan seperti:
Prediksi Masa Simpan Berbasis AI (Azure Microsoft): Sistem cerdas ini mampu menghitung secara akurat berapa lama bahan makanan dapat bertahan sebelum membusuk, memberikan data krusial bagi pengelola dapur.
Prioritisasi Stok Cerdas: Bahan dengan masa simpan lebih pendek akan otomatis diprioritaskan untuk digunakan terlebih dahulu, mencegah pembusukan dan pemborosan.
Monitoring Real-time Visual: Indikator warna (hijau-kuning-merah) memudahkan pengelola memantau tingkat kesegaran bahan secara instan, layaknya lampu lalu lintas kesegaran.
Notifikasi Dini: Peringatan otomatis akan dikirim saat bahan mendekati masa busuk, memicu tindakan cepat untuk mengolahnya atau memindahkannya.
Manajemen Stok Detail: Informasi lengkap tentang kategori, berat, sumber, tanggal masuk, hingga lokasi penyimpanan, semuanya terorganisir rapi dalam satu platform.
“Para pengelola dapur MBG sering kewalahan memantau bahan segar yang jumlahnya menumpuk. Dengan Kulkita, mereka bisa tahu kapan stok mulai rusak dan mencegah food waste,” tambah Richard.
Perjalanan Kulkita
Perjalanan Kulkita menuju pengakuan nasional tidaklah instan. Sebelum menembus panggung National Hackathon, tim ini telah meraih Juara 1 dalam Hackathon ElevAIte Indonesia Hub UB 2025 pada Juni lalu. Mereka kemudian harus melewati seleksi ketat, termasuk pitching online dengan lima slide presentasi selama 30 menit di hadapan juri dari Yayasan BUMN.
Meski sempat merasa minder bersaing dengan puluhan entrepreneur senior, tim Kulkita tetap tampil percaya diri. Hasilnya, mereka menjadi salah satu dari tiga ide sosial terbaik berbasis AI yang lahir dari National Hackathon 2025 di Jakarta. Booth Kulkita bahkan diserbu pengunjung, menarik investor perbankan, dan yang terpenting, staf khusus Wapres.
Penghargaan nasional ini bukanlah titik akhir bagi tim Kulkita. Harapan mereka jauh melampaui itu. “Harapannya, Kulkita bisa segera diimplementasikan sehingga permasalahan di dapur MBG dapat teratasi. Dengan begitu, risiko keracunan bisa diminimalisir dan food waste akibat makanan terbuang dapat ditekan,” tutur Fatoni.
Lebih jauh lagi, tim ini memiliki visi untuk memperluas cakupan Kulkita. “Ke depan, kami juga ingin Kulkita bisa diterapkan di sektor lain, misalnya pengelolaan buah segar di pasar modern atau bahkan rantai pasok distribusi makanan,” imbuhnya.
Richard menegaskan komitmen timnya: “Kami melihat program MBG punya visi-misi yang besar untuk berkembang. Karena itu, kami ingin mendukung keberlangsungan cita-cita dan kesinambungan program ini agar manfaatnya bisa dirasakan lebih luas.”
Kisah Kulkita adalah bukti nyata bahwa inovasi teknologi yang digerakkan oleh kepedulian sosial, dapat menjadi solusi transformatif bagi tantangan-tantangan bangsa. Di tangan lima mahasiswa UB ini, AI bukan sekadar algoritma, melainkan penjaga gizi, penyelamat dari ancaman keracunan, dan pendorong efisiensi untuk masa depan pangan Indonesia yang lebih baik (ima/dnv).