Skandal Elle UK yang memotong Rose BLACKPINK dari foto PFW memicu amarah global. Diskusi tentang bias representasi media Barat terhadap artis Asia kembali mencuat.
INDONESIAONLINE – Sebuah insiden di media sosial yang melibatkan majalah mode bergengsi Elle UK baru-baru ini menyulut badai kemarahan di jagat maya, menyoroti isu sensitivitas dan representasi dalam industri mode global. Pusat kontroversi adalah penghapusan sosok Rose BLACKPINK, duta global Yves Saint Laurent (YSL) dan salah satu bintang K-Pop paling berpengaruh, dari sebuah unggahan Instagram resmi majalah tersebut.
Insiden ini, yang terjadi pasca-YSL Show di Paris Fashion Week 2025, memicu protes massal dari penggemar internasional dan membuka kembali perdebatan tentang bias media Barat terhadap artis Asia.
Foto yang Hilang, Amarah yang Meledak
Awal mula kegaduhan adalah publikasi momen YSL Show di akun Instagram Elle UK. Dalam foto asli, Rose BLACKPINK terlihat berpose di samping jajaran selebriti papan atas dunia seperti Hailey Bieber, Zoë Kravitz, dan Charli XCX.
Namun, ketika foto itu diunggah oleh Elle UK, bagian yang menampilkan Rose secara mencolok terpotong, menghilangkan kehadirannya sepenuhnya.
Reaksi penggemar, terutama komunitas BLINK (sebutan untuk penggemar BLACKPINK) yang masif dan terorganisir, tidak dapat dibendung. Dalam hitungan jam, kolom komentar dan linimasa media sosial dibanjiri protes.
Banyak yang menuduh tindakan Elle UK sebagai bentuk diskriminasi, bahkan rasisme terang-terangan, terhadap artis Asia. Tagar terkait isu ini segera menjadi trending topic global, memperlihatkan betapa luasnya jangkauan dan pengaruh penggemar K-Pop di era digital.
Permintaan Maaf yang Dinilai “Setengah Hati”
Menghadapi gelombang kecaman, Elle UK dengan cepat menghapus unggahan bermasalah tersebut dan menggantinya dengan foto solo Rose. Namun, api amarah sudah terlanjur membakar. Melalui Instagram Stories, majalah tersebut kemudian merilis klarifikasi.
“Kami dengan tulus meminta maaf atas unggahan terbaru dari Paris Fashion Week, di mana Rose dari BLACKPINK terpotong dari foto grup karena ukuran. Kami tidak bermaksud menyinggung siapa pun,” demikian pernyataan Elle UK pada Jumat (3/10/2025).
Alih-alih meredakan situasi, permintaan maaf ini justru menuai kritik lebih lanjut. Banyak netizen dan pengamat industri menilai alasan “masalah ukuran” sebagai dalih yang lemah dan tidak menyentuh akar masalah yang dipersepsikan: bias representasi terhadap figur Asia di media Barat.
Dalam komunitas daring Korea, sentimen dominan adalah bahwa klarifikasi tersebut terasa makin ofensif, seolah-olah mengesampingkan kekhawatiran yang sah tentang inklusivitas. Ada pula spekulasi bahwa Elle UK hanya merespons karena menyadari kekuatan basis penggemar global Rose.
Representasi Asia dan Seruan Inklusivitas: Mengapa Ini Penting?
Insiden ini bukan kali pertama media Barat dituduh kurang representatif terhadap talenta Asia. Sebuah studi dari University of Southern California (USC) Annenberg Inclusion Initiative pada tahun 2021 menemukan bahwa representasi Asia di Hollywood masih jauh dari proporsional, dengan hanya 5,9% karakter utama film adalah orang Asia atau Kepulauan Pasifik, meskipun mereka membentuk 7% populasi AS. Data ini, meskipun berfokus pada industri film, mencerminkan pola yang lebih luas dalam media dan hiburan.
Rose BLACKPINK, sebagai ikon fesyen global dan duta YSL, memiliki visibilitas yang tak terbantahkan. Kehadirannya di Paris Fashion Week selalu menjadi magnet bagi media internasional, membuktikan statusnya sebagai figur penting di persimpangan mode dan budaya pop.
Tindakan Elle UK, sebuah publikasi mode terkemuka, dianggap sebagai kesalahan fatal yang mencoreng profesionalisme mereka dan mengabaikan pentingnya representasi yang adil.
Penggemar terus membanjiri kolom komentar Elle UK, menuntut media internasional untuk lebih berhati-hati dan inklusif dalam menampilkan artis Asia di platform global.
“Insiden ini membuktikan bahwa masih ada pekerjaan rumah besar untuk menghilangkan bias rasial dalam pemberitaan,” tulis seorang pengguna di X (sebelumnya Twitter).
“Kami berharap ini menjadi pelajaran berharga,” tambah yang lain, “agar media besar dunia lebih sensitif, inklusif, dan adil dalam meliput tokoh-tokoh internasional, terlepas dari latar belakang etnis mereka.”
Meskipun Elle UK telah mencoba memperbaiki kesalahannya, insiden ini berfungsi sebagai pengingat keras akan tuntutan publik akan inklusivitas sejati dalam media. Di era konektivitas global, di mana selebriti dari berbagai latar belakang etnis memiliki basis penggemar yang melintasi benua, kegagalan untuk mengakui dan merayakan keragaman dapat memiliki konsekuensi reputasi yang signifikan.
Industri mode, yang selalu mengklaim diri sebagai pelopor tren dan keberagaman, kini ditantang untuk membuktikan komitmennya pada inklusivitas bukan hanya dalam narasi, tetapi juga dalam praktik editorial sehari-hari (ina/dnv).