Pembangunan Gedung DPRD Dibatalkan, Anggaran Rp 70 Miliar Kota Batu Dialihkan

Pembangunan Gedung DPRD Dibatalkan, Anggaran Rp 70 Miliar Kota Batu Dialihkan
Gedung DPRD Kota Batu lenggang dan sepi tanpa para anggota dewan (jtn/io)

Pembatalan proyek gedung DPRD Kota Batu senilai Rp 70 miliar menjadi sorotan. Simak alasan di balik keputusan ini, analisis akademisi, dan bagaimana anggaran fantastis itu akan dialihkan untuk kesejahteraan masyarakat. Sebuah langkah berani di tengah tantangan ekonomi.

INDONESIAONLINE – Wacana pembangunan gedung baru Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batu yang sempat menuai badai kritik, akhirnya dipastikan batal. Sebuah keputusan strategis yang diambil di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang penuh tantangan, menyisakan dana fantastis sebesar Rp 70 miliar yang kini siap dialokasikan untuk kebutuhan yang lebih mendesak: kesejahteraan rakyat.

Pembatalan ini bukan sekadar keputusan administratif, melainkan cerminan responsibilitas pemerintah daerah terhadap aspirasi publik dan kondisi fiskal yang harus dikelola dengan bijak. Semula, proyek ambisius ini dirancang untuk menampung 30 anggota legislatif, dengan total anggaran yang direncanakan mencapai sekitar Rp 70 miliar, dilaksanakan secara bertahap.

Rencana ini bahkan telah tertuang dalam Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2026, yang disepakati Pemkot Batu dan DPRD pada Jumat, 12 September 2025 lalu.

Efisiensi Anggaran dan Prioritas Rakyat: Suara Wakil Wali Kota

Wakil Wali Kota Batu, Heli Suyanto, secara tegas mengonfirmasi pembatalan tersebut. “Nggak jadi [pembangunan gedung DPRD Batu, red]. Karena efisiensi anggaran dan kami prioritaskan untuk program-program masyarakat terlebih dahulu,” ujar Heli belum lama ini.

Pernyataan ini sekaligus menepis keraguan publik dan menggarisbawahi komitmen pemerintah kota untuk mengalihkan fokus pada isu-isu vital yang langsung bersentuhan dengan hajat hidup orang banyak.

Lalu, bagaimana nasib gedung DPRD Kota Batu yang ada saat ini? Heli menjelaskan bahwa langkah selanjutnya masih menunggu hasil forensik terkait kondisi bangunan. “Kita perlu tunggu kajian forensiknya gedung dewan itu seperti apa, apakah cukup renovasi saja atau dibangun. Alhamdulillah anggota dewan legowo,” tambahnya, menunjukkan adanya kesepahaman dari para wakil rakyat terkait keputusan ini.

Keputusan pembatalan ini diperkuat oleh pandangan akademisi. Dr. M. Lukman Hakim seorang pakar dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Brawijaya, menyoroti ketidaktepatan pembangunan gedung DPRD dari kacamata komposisi fiskal Kota Batu.

“Kalau dilihat dari komposisi fiskal Kota Batu tahun 2026 maka pembangunan gedung DPRD kurang tepat dan membebani anggaran daerah,” terang Lukman.

Ia memaparkan data krusial: dalam KUA dan PPAS Tahun Anggaran 2026, pendapatan direncanakan Rp 1,11 triliun, sementara pengeluaran diproyeksikan Rp 1,18 triliun. Artinya, Kota Batu sudah menghadapi potensi defisit anggaran sekitar Rp 75 miliar.

Lukman menjelaskan bahwa tanpa pembangunan gedung DPRD, defisit anggaran hanya akan sebesar Rp 5 miliar. Angka ini jauh lebih ringan dan menunjukkan betapa besarnya dampak proyek Rp 70 miliar tersebut terhadap kesehatan fiskal daerah.

“Ini saya kira satu alasan kebijakan yang patut dipertimbangkan. Kemudian pembangunan gedung DPRD di samping tidak mendesak, ada sejumlah program prioritas yang jauh lebih penting dan menyangkut hajat hidup orang banyak,” lanjutnya.

Rp 70 Miliar untuk Kesehatan dan Pendidikan: Sebuah Harapan Baru

Lalu, ke mana anggaran Rp 70 miliar ini sebaiknya diarahkan? Lukman menyarankan agar dana tersebut digunakan untuk sektor yang lebih vital dan berdampak langsung pada kualitas hidup masyarakat: meningkatkan layanan kesehatan dan juga pendidikan.

Di tengah pandemi yang masih menyisakan jejak, serta tuntutan untuk terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pengalihan anggaran ini menjadi angin segar. Bayangkan, dengan Rp 70 miliar, Kota Batu dapat memperkuat fasilitas kesehatan, menyediakan alat medis yang lebih memadai, meningkatkan ketersediaan tenaga medis, atau bahkan mengoptimalkan program beasiswa serta infrastruktur pendidikan.

Keputusan pembatalan pembangunan gedung DPRD Kota Batu menjadi preseden positif bagi tata kelola pemerintahan yang responsif dan berpihak pada rakyat. Ini adalah bukti bahwa ketika kritik publik bersatu dengan analisis yang kuat, serta niat baik dari pemangku kebijakan, perubahan signifikan dapat terwujud.

Masyarakat Kota Batu kini dapat menantikan realisasi program-program yang lebih konkret, berkat alokasi anggaran yang lebih bijak.

Inisiatif seperti ini patut dicontoh, menunjukkan bahwa pembangunan bukan hanya soal infrastruktur megah, melainkan tentang membangun fondasi kesejahteraan yang kokoh bagi seluruh warga (pl/dnv).