Sembilan pengusaha swasta menghadapi vonis kasus korupsi impor gula Kemendag pada 30 Oktober 2025. Akankah putusan hakim mengembalikan kerugian negara Rp 578 miliar? Simak selengkapnya.
INDONESIAONLINE – Detik-detik krusial akan segera tiba bagi sembilan pengusaha swasta yang terjerat kasus korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dijadwalkan akan membacakan vonis pada Kamis, 30 Oktober 2025.
Keputusan ini dinantikan tidak hanya oleh para terdakwa dan keluarga, tetapi juga oleh publik yang berharap adanya keadilan dan pemulihan kerugian negara yang ditaksir mencapai angka fantastis: Rp 578 miliar.
Juru Bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Andi Saputra, mengonfirmasi jadwal tersebut. “Vonis gula baru diagendakan hari Kamis tanggal 30 Oktober (2025),” ujarnya pada Rabu (22/10/2025).
Namun, Andi juga mengingatkan bahwa jadwal tersebut masih bersifat tentatif, mengingat agenda persidangan yang dinamis.
Perjalanan Panjang Menuju Vonis
Sebelum sampai pada tahap vonis, para terdakwa masih harus melewati serangkaian proses hukum yang panjang. Saat ini, mereka tengah menghadapi agenda replik, yakni tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas nota pembelaan atau pleidoi yang diajukan. Selanjutnya, pada Senin, 27 Oktober 2025, para terdakwa diwajibkan untuk membacakan duplik mereka.
“Semoga (vonis) sesuai jadwal karena duplik hari Senin tanggal 27 (Oktober 2025),” imbuh Andi, mengindikasikan harapan agar proses dapat berjalan lancar tanpa penundaan lebih lanjut.
Sembilan terdakwa ini sebelumnya telah dituntut dengan hukuman yang seragam: 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, JPU juga menuntut masing-masing terdakwa untuk membayarkan sejumlah uang pengganti.
Menariknya, Kejaksaan Agung telah berhasil menyita uang sesuai dengan total uang pengganti yang dituntut, sebuah langkah proaktif dalam upaya pemulihan keuangan negara.
Jika majelis hakim sependapat dengan JPU dan memutuskan para terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi, uang sitaan tersebut akan dirampas untuk negara. Namun, jika hakim memiliki pandangan berbeda, uang pengganti ini berpotensi dikembalikan kepada para terdakwa, sebuah skenario yang tentu saja sangat dinanti oleh pihak terdakwa.
Siapa Saja yang Terlibat?
Kasus ini menyeret nama-nama besar di industri gula swasta Tanah Air. Mereka adalah:
Wisnu Hendraningrat, Presiden Direktur PT Andalan Furnindo
Hansen Setiawan, Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya
Indra Suryaningrat, Direktur Utama PT Medan Sugar Industry
Ali Sanjaya, Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas
Tony Wijaya N.G, Direktur Utama PT Angels Products
Eka Sapanca, Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama
Hendrogiarto Antonio Tiwon, Direktur PT Duta Sugar International
Hans Falita Hutama, Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur
Then Surianto Eka Prasetyo, Direktur Utama PT Makassar Tene
Jaksa Penuntut Umum meyakini bahwa kesembilan terdakwa ini terbukti melakukan korupsi sesuai dakwaan primair Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dampak dan Latar Belakang Kasus
Kasus korupsi importasi gula ini bukan hanya soal kerugian finansial negara, tetapi juga mencoreng citra tata kelola niaga komoditas vital dan berpotensi memengaruhi stabilitas harga di pasar. Di tengah upaya pemerintah untuk menjaga ketersediaan dan keterjangkauan harga gula bagi masyarakat, praktik korupsi semacam ini tentu menjadi tantangan serius.
Data Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa kebutuhan gula nasional masih tinggi, dengan sebagian besar dipenuhi melalui impor. Kebijakan impor yang tidak transparan dan rentan terhadap praktik korupsi dapat berdampak langsung pada petani tebu lokal dan konsumen.
Studi dari Pusat Data dan Informasi Perekonomian (PDIP) mengindikasikan bahwa setiap penyimpangan dalam kuota atau proses impor dapat memicu kenaikan harga di tingkat konsumen sebesar 5-10%.
Kasus ini juga sempat menyeret nama mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. Tom bahkan sempat divonis 4,5 tahun penjara oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Namun, ia kemudian menerima abolisi dari Presiden Prabowo Subianto dan dibebaskan pada 1 Agustus 2025.
Meskipun Tom Lembong mendapat abolisi, proses hukum untuk sepuluh terdakwa lainnya terus bergulir. Satu terdakwa, mantan Direktur PT PPI Charles Sitorus, telah divonis 4 tahun penjara. Kini, nasib sembilan pengusaha swasta lainnya akan ditentukan pada 30 Oktober mendatang.
Putusan majelis hakim dalam kasus ini akan menjadi tonggak penting dalam upaya pemberantasan korupsi di sektor perdagangan. Ini juga akan menjadi ujian bagi sistem peradilan Indonesia dalam memastikan akuntabilitas dan pemulihan kerugian negara akibat praktik-praktik ilegal yang merugikan rakyat. Publik menanti dengan cermat, apakah keadilan akan ditegakkan sepenuhnya, dan uang negara yang raib dapat kembali ke kas negara.