Rektor UIN Maliki Malang Prof. Dr. Hj. Ilfi Nur Diana menyerukan revolusi pendanaan kampus melalui wakaf, menargetkan kemandirian finansial seperti Harvard dan Al-Azhar. Sebuah seruan strategis untuk masa depan pendidikan Islam di Indonesia.
INDONESIAONLINE – Di tengah momen haru wisuda, Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang, Prof. Dr. Hj. Ilfi Nur Diana, M.Si., melontarkan seruan strategis yang mengguncang paradigma pendanaan pendidikan tinggi Islam. Bukan sekadar khotbah, ajakan optimalisasi dana wakaf yang ia kumandangkan adalah cetak biru menuju kemandirian kampus, meniru jejak raksasa global seperti Harvard University dan Universitas Al-Azhar.
“UIN Maliki Malang harus kuat dari sisi pendanaannya. Kami tidak pernah meminta sumbangan apa pun dari mahasiswa. Kami ingin berdiri di atas kaki sendiri, dan wakaf adalah jalannya,” tegas Prof. Ilfi di hadapan ribuan wisudawan, orang tua, dan civitas akademika.
Pernyataan ini bukan sekadar janji, melainkan visi jangka panjang untuk membebaskan mahasiswa dari beban biaya pendidikan, sebuah model yang telah terbukti berhasil di berbagai belahan dunia.
Menengok Jejak Filantropi Kampus Dunia
Rektor perempuan pertama UIN Maliki Malang ini tak segan menyebut nama-nama besar. Ia merujuk Universitas Al-Azhar di Mesir dan Al-Qarawiyyin di Maroko sebagai bukti nyata kekuatan wakaf.
“Al-Azhar kaya dengan dana wakafnya. Semua mahasiswanya mendapat beasiswa, dari dalam dan luar negeri,” ujarnya, menggarisbawahi bagaimana wakaf uang (cash waqf) mampu menjadi pilar utama pendanaan pendidikan, bahkan hingga membiayai seluruh mahasiswa.
Fenomena ini tak hanya berlaku di kampus Islam. Prof. Ilfi menyoroti bagaimana universitas-universitas kelas dunia telah lama mengandalkan endowment fund atau dana abadi yang berasal dari wakaf dan filantropi.
Data menunjukkan, Harvard University mengelola dana wakaf fantastis senilai Rp 857 triliun, sementara Yale University tak kalah mentereng dengan Rp 683 triliun. Di Indonesia sendiri, kampus non-Islam seperti IPB University telah sukses mengelola wakaf senilai Rp 100 miliar, dan Universitas Brawijaya memiliki puluhan miliar.
“Lalu bagaimana dengan UIN Maliki Malang, kampus Islam dengan mahasiswa, orang tua, dan alumni yang semuanya muslim? Dana wakaf kita masih minim,” sindir Prof. Ilfi, menyuntikkan refleksi moral sekaligus ajakan untuk bertindak.
Menurut data dari Badan Wakaf Indonesia (BWI), potensi wakaf uang di Indonesia pada tahun 2023 mencapai Rp 188 triliun, namun realisasinya masih jauh di bawah potensi tersebut, menunjukkan ruang besar untuk optimalisasi.
Dies Maulidiyah ke-64: Titik Tolak Kebangkitan Wakaf Digital
Seruan ini bertepatan dengan Dies Maulidiyah ke-64 UIN Maliki Malang, momen yang disebut Prof. Ilfi sebagai titik awal kebangkitan wakaf kampus. Ia mengajak seluruh civitas akademika, alumni, dan orang tua mahasiswa untuk memulai wakaf secara digital.
Mekanisme yang dirancang memungkinkan setiap mahasiswa tercatat berdasarkan fakultas dan nominal wakaf yang diberikan, sekecil apa pun nilainya. Ini adalah upaya demokratisasi wakaf, menjadikan setiap individu bagian dari gerakan besar.
“Saya ingin 10 tahun ke depan, dana wakaf UIN Maliki Malang bisa memberikan beasiswa bagi seluruh mahasiswa. Hasil investasinya yang akan dimanfaatkan, bukan pokoknya. Hadiah itu akan abadi, bukan hanya di dunia, tapi juga di akhirat,” harapnya penuh keyakinan.
Investasi wakaf di Indonesia, khususnya melalui instrumen sukuk wakaf, menunjukkan tren positif dengan imbal hasil yang stabil, menjadikannya pilihan menarik untuk pendanaan berkelanjutan.
Selain kemandirian finansial, Prof. Ilfi juga menyoroti pentingnya lingkungan pendidikan yang kondusif dalam membentuk karakter mahasiswa. Ia mengaitkannya dengan sistem Ma’had UIN Maliki Malang, asrama wajib selama satu tahun bagi mahasiswa baru, yang disebutnya sebagai “benteng moral kampus.”
“Ma’had adalah tempat membangun akhlak. Kami tidak menerima mahasiswa lebih dari kuota Ma’had karena kami menjaga kualitas. Lingkungan yang baik melahirkan karakter yang kuat,” jelasnya.
Ia menutup dengan kisah alegoris tentang anak burung yang tumbuh di kandang ayam, tidak pernah belajar terbang karena lingkungan yang salah, menekankan bahwa “lingkungan bisa membuat kita jaya, atau justru membatasi terbang.”
Prof. Ilfi menutup pidatonya dengan refleksi Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 91: “Kalian tidak akan mendapatkan kebaikan kalau tidak menginfakkan harta yang kalian cintai.”
Dengan semangat “kita mulai hari ini,” ia mengajak para wisudawan dan seluruh umat untuk menjadikan wakaf sebagai gerakan moral menuju kemandirian umat, hadiah abadi bagi orang tua, dan masa depan anak cucu. UIN Maliki Malang tak hanya mencetak generasi berilmu dan berakhlak, tetapi juga merintis masa depan pendidikan Islam yang mandiri dan berkeadilan, bermula dari langkah kecil bernama wakaf (as/dnv).













