DPRD Jember Sidak Sengketa Lahan 18 Hektare: Ada Kejanggalan Sertifikat Hak Pakai?

DPRD Jember Sidak Sengketa Lahan 18 Hektare: Ada Kejanggalan Sertifikat Hak Pakai?
Sidak DPRD Jember dan BPN terkait sengketa lahan antara Tampina dan ahli waris dengan Pemdes Lojejer

Sengketa tanah puluhan tahun antara ahli waris Ny. Tampina dan Pemdes Lojejer memanas. DPRD Jember dan BPN sidak lahan 18 hektare yang bersertifikat hak pakai atas nama desa, namun sebagian dikuasai warga. BPN didesak patuhi putusan MA dan PTUN.

INDONESIAONLINE – Drama sengketa lahan warisan almarhumah Ny. Tampina dan ahli warisnya melawan Pemerintah Desa (Pemdes) Lojejer, Kecamatan Wuluhan, Jember memasuki babak baru yang semakin kompleks. Setelah puluhan tahun berlarut-larut, kasus ini kini menarik perhatian Komisi A DPRD Jember.

Pada Kamis (6/11/2025), jajaran Komisi A yang diwakili Siswono, Alfan Yusfi, dan Ahmad Tabroni, didampingi perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jember, melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi sengketa.

Sidak ini dilakukan menyusul rapat dengar pendapat (hearing) antara kuasa hukum ahli waris, BPN, dan Pemdes Lojejer. Objek sengketa adalah lahan seluas sekitar 18 hektare yang diklaim sebagai Tanah Kas Desa (TKD) Pemdes Lojejer dan telah diterbitkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) atas nama desa tersebut.

Ilustrasi

Fakta Mengejutkan di Lapangan

Dalam sidak tersebut, terungkap fakta mengejutkan. Dari total 18 hektare lahan yang telah bersertifikat hak pakai atas nama Pemdes Lojejer, sekitar 5 hektare di antaranya selama ini digarap oleh masyarakat atas izin almarhumah Ny. Tampina. Anggota Komisi A dan perwakilan BPN juga sempat berdialog dengan warga sekitar, yang turut membenarkan bahwa tanah tersebut dikenal sebagai milik Tampina.

“Kami melakukan cek lokasi setelah sebelumnya menggelar hearing di Komisi A beberapa waktu lalu. Kedatangan kami hanya ingin memastikan status tanah tersebut, terutama dasar BPN menerbitkan SHM atas penguasaan Pemdes Lojejer. Namun faktanya, ada sebagian yang ternyata dikuasai warga,” jelas Siswono, anggota Komisi A DPRD Jember dari Fraksi Gerindra.

Siswono menegaskan bahwa pihaknya akan mendalami dasar penerbitan SHM tersebut kepada Kepala BPN Jember. Pertemuan kembali akan diinisiasi, menghadirkan semua pihak berkepentingan: BPN, Pemdes Lojejer, dan kuasa hukum ahli waris Tampina.

“Kami juga akan melihat dasar atas tanah tersebut dari semua pihak, termasuk dasar Pemdes Lojejer menguasai lahan ini,” tambahnya.

BPN Jember Bungkam, Ahli Waris Bersikukuh

Sementara itu, Eko Prianggono, Staf Bagian Perkara BPN Jember yang turut hadir dalam sidak, enggan berkomentar banyak terkait temuan di lapangan.

“Saya hanya perwakilan kantor saja, dan nanti hasil dari cek lokasi ini akan kita sampaikan ke pimpinan. Sudah itu saja ya,” ujarnya singkat kepada wartawan.

Di sisi lain, Masyhuri, selaku kuasa hukum ahli waris, menyuarakan harapannya agar BPN Jember mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Putusan tersebut memerintahkan BPN untuk menerbitkan sertifikat atas nama Tampina alias Erly (anak Tampina) dan membatalkan SHP atas nama Pemdes Lojejer.

“Kami minta BPN mematuhi putusan PTUN dan mengabulkan sertifikat atas nama Ibu Tampina selaku penggugat. Kami sudah jelas dasarnya, ini BPN kok malah menerbitkan sertifikat atas nama tergugat yang jelas-jelas kalah dalam gugatan,” sesalnya dengan nada geram.

Kronologi Sengketa dan Kecolongan BPN

Sengketa lahan ini bukanlah barang baru, telah berlangsung sejak tahun 2001 melalui berbagai proses hukum. Mulai dari gugatan perdata ke PN Jember hingga PTUN dan Kasasi ke Mahkamah Agung.

Menariknya, putusan dari gugatan tersebut justru memenangkan ahli waris dan memerintahkan BPN untuk menerbitkan sertifikat atas nama penggugat. Namun, putusan ini seolah diabaikan oleh BPN Jember.

Bahkan, pada tahun 2023, BPN Jember justru menerbitkan SHP atas nama Pemdes Lojejer. Kepala BPN Jember saat itu, Akhtar Tarfi, yang menandatangani penerbitan SHP tersebut, sempat mengakui merasa ‘kecolongan’ dan berjanji akan menyelesaikannya. Namun, masalah ini belum sempat tuntas, yang bersangkutan telah dipindah tugas ke BPN Bogor.

Kini, bola panas sengketa lahan ini kembali bergulir, dengan Komisi A DPRD Jember berjanji akan mengawal tuntas kasus ini demi keadilan bagi semua pihak (mam/dnv).