Sorotan Asing: Wacana Pahlawan Soeharto Picu Kontroversi HAM

Sorotan Asing: Wacana Pahlawan Soeharto Picu Kontroversi HAM
Media asing ramai menyoroti usulan gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto (io)

Media asing ramai menyoroti usulan gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto, memicu perdebatan sengit tentang jasa versus dugaan pelanggaran HAM berat di era kepemimpinannya.

INDONESIAONLINE – Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden kedua Indonesia, Soeharto, telah menarik perhatian sejumlah media asing. Alih-alih mendapatkan dukungan bulat, usulan ini justru memicu gelombang penolakan keras dari para pegiat hak asasi manusia (HAM), baik di dalam maupun luar negeri.

Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto bahkan meluncurkan petisi daring yang telah ditandatangani ribuan orang, menunjukkan resistensi yang signifikan terhadap rencana tersebut.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon selaku Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) menyatakan bahwa penolakan publik akan menjadi masukan berharga. Namun, ia juga menegaskan bahwa jasa-jasa Soeharto yang dianggap “luar biasa” tetap menjadi pertimbangan utama.

Sorotan Media Asing: ‘Pengkhianatan Terhadap Korban dan Demokrasi’

Beberapa media asing terkemuka memberikan laporan mendalam tentang kontroversi ini:

The Straits Times (Singapura): Media ini menerbitkan artikel berjudul “National hero proposal for Indonesia’s ex-president Suharto sparks backlash.” Laporan tersebut menggarisbawahi pandangan bahwa pengusulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional dianggap sebagai “pengkhianatan terhadap korban dan nilai-nilai demokrasi.”

The Straits Times menyoroti Soeharto sebagai mantan diktator yang memerintah Indonesia selama tiga dekade, diwarnai tuduhan korupsi dan pelanggaran HAM berat. Sekitar 500 aktivis dan akademisi disebut telah mengirim surat kepada Presiden Prabowo Subianto, mendesak penghentian proses tersebut. Amnesty International juga menyuarakan kekhawatiran bahwa pemberian gelar ini dapat mengaburkan sejarah kelam Indonesia.

The Sun (Malaysia): Dengan judul “Suharto national hero proposal sparks backlash from rights groups,” The Sun Malaysia turut memberitakan penolakan dari kelompok HAM dan akademisi.

Media ini juga menyoroti surat terbuka kepada Presiden Prabowo yang menilai gelar tersebut sebagai “pengkhianatan terhadap korban dan nilai-nilai demokrasi.” Pemerintahan Soeharto selama 32 tahun sejak 1967 disebut The Sun ditandai oleh tuduhan korupsi besar-besaran dan pelanggaran HAM sistematis.

Channel News Asia (CNA): Pada April lalu, CNA memuat artikel “Indonesia’s proposal to name late President Suharto a national hero sparks discussion, backlash.” CNA melaporkan bahwa wacana ini berasal dari aspirasi publik dan masih dalam tahap kajian.

Namun, penolakan keras muncul dari berbagai pihak, termasuk Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), yang menyoroti dugaan pembunuhan massal anti-komunis pada akhir 1960-an. Meskipun demikian, CNA juga mencatat bahwa beberapa ahli menilai Soeharto secara formal memenuhi syarat administratif untuk gelar pahlawan.

Perdebatan mengenai gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto memunculkan dilema sejarah yang kompleks. Di satu sisi, pendukung Soeharto kerap menyoroti prestasinya dalam membangun ekonomi dan menjaga stabilitas negara. Di sisi lain, para penentang tak bisa melupakan catatan kelam dugaan pelanggaran HAM berat yang terjadi selama kepemimpinannya, termasuk peristiwa 1965-1966 dan tragedi 1998.

Usulan ini kini berada di tangan Presiden Prabowo Subianto, yang diharapkan akan membuat keputusan final menjelang Hari Pahlawan pada 10 November. Pilihan yang akan diambil nantinya akan menjadi tolok ukur bagaimana Indonesia menafsirkan dan menghormati sejarahnya, sembari tetap mempertimbangkan keadilan bagi para korban dan nilai-nilai demokrasi.