Presiden ke-7 RI Jokowi blak-blakan soal isu ijazah palsu yang tak kunjung padam. Ia menduga ada operasi politik dan aktor besar di baliknya. Simak analisis mendalamnya di sini.
INDONESIAONLINE – Di tengah ketenangan kediaman pribadinya di Solo, Jawa Tengah, Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), membuka tabir gelap di balik narasi yang selama empat tahun terakhir berupaya menggerogoti legitimasinya: isu ijazah palsu.
Dalam wawancara eksklusif, Selasa (9/12/2025) malam, Jokowi tidak lagi melihat isu ini sebagai sekadar rumor liar media sosial. Ia menyebutnya sebagai sebuah “operasi politik” yang terstruktur.
Pernyataan ini mengubah diskursus dari sekadar pembuktian selembar kertas menjadi analisis mengenai lanskap politik pasca-kebenaran (post-truth) di Indonesia.
Anatomi Operasi Politik
“Saya pastikan, iya,” tegas Jokowi saat ditanya mengenai keberadaan agenda dan orang besar di balik isu tersebut.
Jawaban singkat ini mengonfirmasi spekulasi bahwa serangan terhadap kredibilitas akademiknya bukanlah gerakan organik masyarakat, melainkan manuver elit.
Jokowi menyoroti durasi isu yang tak wajar. “Yang membuat ijazah saja sudah menyampaikan asli, masih tidak dipercaya. Dan yang saya lihat ini memang ada agenda besar politik, ada operasi politik, sehingga bisa sampai bertahun-tahun enggak rampung-rampung,” ujarnya.
Secara teoritis, dalam komunikasi politik, strategi ini dikenal sebagai character assassination (pembunuhan karakter) melalui teknik firehose of falsehood. Tujuannya bukan untuk mencari kebenaran, melainkan membanjiri publik dengan keraguan hingga reputasi target runtuh secara perlahan.
“Kenapa sih kita harus mengolok-olok, menjelek-jelekan, merendahkan… Kalau hanya untuk main-main, kan mesti kepentingan politiknya di situ,” tambah Jokowi.
Fakta Vs Fabrikasi: Menggali Data Valid
Jika merujuk pada data tervalidasi, isu ijazah palsu sejatinya telah terpatahkan secara hukum dan institusional jauh sebelum 2025.
Klarifikasi Resmi UGM: Pada 11 Oktober 2022, Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K)., Ph.D., telah menggelar konferensi pers resmi. Ova menegaskan bahwa Jokowi adalah alumni Program S1 di Fakultas Kehutanan UGM angkatan tahun 1980 dan lulus pada tahun 1985. Bukti arsip dan dokumentasi universitas dinilai lengkap dan sah.
Putusan Pengadilan: Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) juga telah mematahkan gugatan terkait ijazah palsu yang dilayangkan oleh Bambang Tri Mulyono pada Oktober 2022. Gugatan tersebut akhirnya dicabut, dan penggugat bahkan terjerat kasus ujaran kebencian dan penistaan agama.
Meskipun fakta institusional dan hukum sudah final, narasi ini terus dihidupkan. Hal inilah yang memperkuat dugaan Jokowi mengenai adanya “mesin” yang terus memompa isu ini demi mendegradasi kepercayaan publik.
Siapa “Orang Besar” Itu?
Ketika didesak mengenai sosok di balik operasi ini, Jokowi memilih menahan kartu truf-nya. “Ya, saya kira gampang ditebak lah. Tidak perlu saya sampaikan,” ucapnya diplomatis.
Alih-alih melancarkan serangan balik frontal yang bisa memicu kegaduhan baru, ia memilih jalur hukum sebagai shock therapy dan pembelajaran publik.
“Jangan sampai gampang menuduh orang, memfitnah orang,” tegasnya.
Poin paling krusial dari wawancara ini adalah kekhawatiran Jokowi akan terbuangnya energi bangsa. Di saat dunia—termasuk Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto—sedang berpacu menghadapi revolusi Artificial Intelligence (AI) dan tantangan robotik humanoid, diskursus publik justru ditarik mundur ke urusan administrasi yang sudah selesai puluhan tahun lalu.
“Jangan malah kita, energi besar kita, kita pakai untuk urusan-urusan yang sebetulnya menurut saya urusan ringan,” pungkas Jokowi.













