DPRD Jatim soroti ketimpangan kinerja PT JGU. Aset Rp797 miliar hanya hasilkan laba Rp4 miliar. Persoalan sertifikasi aset hingga regulasi jadi kendala klasik.
INDONESIAONLINE – Istilah “kaset rusak” menggema di ruang rapat Balai Kota Batu, Rabu (17/12/2025). Metafora tajam yang dilontarkan anggota Panitia Khusus (Pansus) DPRD Jawa Timur, Fuad Bernardi, menggambarkan kejenuhan legislatif terhadap stagnasi kinerja PT Jatim Graha Utama (JGU).
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang memegang aset ratusan miliar ini kembali menjadi sorotan karena kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dinilai tidak masuk akal.
Rapat pembahasan kinerja BUMD hari itu bukan sekadar evaluasi rutin. Ini adalah bedah kasus terhadap inefisiensi yang menggerogoti potensi pendapatan provinsi. Sorotan utamanya adalah ketimpangan ekstrem: aset jumbo senilai hampir Rp800 miliar yang hanya mampu menelurkan laba bersih di kisaran Rp4 miliar.
Raksasa Berkaki Lempung
Berdasarkan data yang dihimpun dalam rapat Pansus, PT JGU tercatat mengelola total aset senilai Rp797 miliar. Namun, dari gunungan aset tersebut, laba bersih yang disetorkan sangat minim.
Jika dianalisis menggunakan rasio profitabilitas Return on Assets (ROA), kinerja JGU berada di angka yang mengkhawatirkan, yakni sekitar 0,5%. Sebagai pembanding, tingkat inflasi tahunan rata-rata atau bunga deposito bank pemerintah saja berada di kisaran 2-4%. Artinya, nilai ekonomis aset JGU secara teknis tergerus setiap tahunnya karena imbal hasil yang jauh di bawah standar investasi teraman sekalipun.
“Sangat tidak proporsional jika aset senilai hampir Rp800 miliar hanya menghasilkan pendapatan bersih sekitar Rp4 miliar,” tegas Sri Untari Bisowarno, anggota Pansus sekaligus Ketua Komisi E DPRD Jatim. Angka ini memicu pertanyaan besar tentang tata kelola aset strategis provinsi.
Sengketa Lahan dan Regulasi yang Mengunci
Direktur Utama PT JGU, Mirza Muttaqien, tidak menampik rapor merah tersebut. Namun, ia menyodorkan pembelaan yang menunjuk pada masalah struktural yang diwariskan bertahun-tahun. JGU, menurutnya, terjebak dalam masalah legalitas aset.
Tiga aset raksasa yang dikelola JGU—Puspa Agro, kawasan Kletek, dan Tanjungsari—masih belum mengantongi sertifikat resmi. Puspa Agro di Jemundo, Sidoarjo, misalnya, secara historis merupakan proyek ambisius Pemprov Jatim yang menelan anggaran ratusan miliar sejak satu dekade lalu, namun kerap terkendala sepi penyewa dan aksesibilitas, diperparah dengan status lahan yang belum ‘clean and clear’.
“Persoalan sertifikat ini menjadi batu sandungan klasik yang menghambat kerja sama strategis dengan pihak ketiga,” ungkap Mirza. Tanpa sertifikat, investor swasta enggan masuk.
Lebih jauh, JGU menghadapi “tembok” regulasi. Peraturan daerah melarang aset BUMD dijaminkan ke lembaga keuangan. Akibatnya, aset senilai Rp797 miliar tersebut menjadi aset mati (dead capital) yang tidak bisa di-leverage untuk mendapatkan suntikan modal segar guna ekspansi bisnis. Kondisi ini diperparah oleh hangover ekonomi pasca-pandemi yang sempat membekukan sektor properti pada 2021-2022.
Transparansi Setengah Hati
Ketua Pansus BUMD, dr. Agung Mulyono, menilai alasan manajemen JGU tidak cukup kuat tanpa didukung data yang transparan. Kekecewaan Pansus memuncak ketika bahan paparan direksi dinilai tidak lengkap dan miskin strategi konkret.
“Data yang dikirim ke kami tidak lengkap. PT JGU harus memaparkan secara transparan apa saja capaian yang sudah diraih dan apa rencana strategis ke depan,” cecar Agung.
Sikap DPRD Jatim jelas: Status opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari auditor hanyalah validasi administratif, bukan indikator kesuksesan bisnis. Bagi legislatif, BUMD dibentuk untuk dua tujuan utama: pelayanan publik (public service) dan keuntungan (profit). Jika JGU gagal mencetak laba yang sepadan dengan modal yang ditanamkan rakyat Jawa Timur, maka keberadaannya perlu ditinjau ulang secara radikal.
Seperti yang ditekankan anggota Pansus Yordan M. Batara Goa, akar masalah harus dicabut. “Kalau perbedaan pendapat soal aset tidak selesai, ya tidak akan jalan,” tandasnya.
JGU kini berada di persimpangan jalan. Membenahi legalitas aset secepat kilat atau terus menjadi “kaset rusak” yang membebani neraca keuangan Jawa Timur (mca/dnv).












