INDONESIAONLINE – Blitar sebuah kota yang terletak disepanjang tepi Gunung Kelud, bukan sekadar tempat peristirahatan terakhir Bung Karno belaka. Kota ini menyimpan sejumlah misteri dalam jejak sejarahnya, di antaranya adalah kisah yang menarik dari Adipati Arya Balitar.
Dalam narasi tradisional, Arya Balitar sering kali dikaitkan dengan legenda lokal. Namun, melalui penelitian historiografi terbaru, kita dapat mengungkap fakta yang lebih dalam dan menakjubkan mengenai sosok ini.
Untuk memahami peran Arya Balitar, kita harus memulai dari runtuhnya Kerajaan Majapahit pada abad ke-15. Setelah kejatuhan tersebut, wilayahnya terbagi-bagi menjadi sejumlah kadipaten yang berlomba-lomba untuk memperoleh kekuasaan. Salah satunya adalah Kadipaten Balitar, yang terletak di kawasan selatan Gunung Kelud dan berbatasan dengan Kediri.
Arya Balitar memimpin Kadipaten Balitar. Menurut catatan sejarah, ia adalah cucu dari Sinuhun Ampel Denta dan keturunan langsung dari Raja Majapahit Brawijaya V. Dalam perpolitikan pascakejayaan Majapahit, wilayah-wilayah seperti Daha, Kahuripan, dan Tanjungpura mulai muncul, menandai pecahnya kekuasaan Majapahit menjadi kadipaten-kadipaten yang lebih kecil.
Arya Balitar memiliki saudara kandung bernama Adipati Sengguruh, yang juga dikenal sebagai Ki Ageng Sengguruh. Bersama-sama, mereka memainkan peran yang signifikan dalam memperluas pengaruh Islam di Jawa Timur. Adipati Sengguruh memimpin Kadipaten Sengguruh di wilayah Malang, sementara Arya Balitar bertanggung jawab atas Kadipaten Balitar.
Kedua saudara ini bukan hanya penguasa lokal, tetapi juga agen dakwah Islam di tengah-tengah masyarakat yang masih kuat dengan tradisi Hindu-Buddha. Peran mereka dalam menyebarkan agama baru ini terlihat jelas dalam konflik dengan Adipati Srengat Nilosuwarno, yang mewakili tradisi Hindu yang kuat di wilayah tersebut.
Tragedi di Kali Brantas
Puncak perjuangan Arya Balitar dan Adipati Sengguruh terjadi dalam pertempuran sengit melawan Adipati Srengat Nilosuwarno di Kali Brantas. Dalam serangan yang dipimpin oleh Adipati Srengat dan dibantu oleh Adipati Panjer, Arya Balitar dan Sengguruh bersama pengikut setia mereka gugur dalam pertempuran yang bersejarah ini.
Kematian mereka meninggalkan jejak mendalam dalam sejarah Blitar. Arya Balitar dimakamkan di utara Kali Brantas, yang sekarang menjadi bagian dari kota Blitar, sementara Adipati Sengguruh dimakamkan di selatan sungai, di wilayah Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung.
Seringkali, ketika membicarakan Arya Balitar, ada kebingungan dengan sosok Pangeran Blitar yang terlibat dalam Perang Suksesi Jawa II (1719-1723). Pangeran Blitar dari periode itu adalah putra Sunan Pakubuwono I dan Ratu Mas Blitar dari Madiun, bukan sama dengan Adipati Arya Balitar dari era sebelumnya.
Pangeran Blitar dari Kesultanan Mataram ini terlibat dalam serangkaian konflik internal yang melemahkan Mataram dan memperkuat kekuasaan Belanda di Jawa. Dia dimakamkan di Nusukan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, bukan di Blitar.
Sebagai bagian dari keluarga Sultan Demak dan keturunan langsung dari Raja Majapahit Brawijaya V, Arya Balitar dan Adipati Sengguruh mewakili hubungan yang kompleks antara kekuasaan, agama, dan politik di Jawa pada masa transisi tersebut. Keberanian mereka dalam menyebarkan agama Islam dan perjuangan mereka melawan penindasan Hindu-Buddha menunjukkan betapa pentingnya peran mereka dalam sejarah Blitar dan Jawa Timur.
Kisah mereka tidak hanya menjadi simbol perjuangan lokal, tetapi juga jembatan antara masa lalu yang kaya dengan masa depan yang terus berkembang. Dengan memahami sejarah Arya Balitar, kita dapat lebih menghargai kompleksitas dan kekayaan warisan budaya yang membentuk identitas Blitar dan Jawa Timur seperti yang kita kenal saat ini (ar/dnv).