JATIMTIMES – Sebagai umat muslim, doa bangun tidur kiranya menjadi rutinitas yang biasa dilakukan. Bahkan, doa ini terbilang sangat familiar lantaran telah diajarkan sejak usia kanak-kanak.

Lafadz doa bangun tidur:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُور

Alhamdullillaahilladzii ahyaanaa ba’da maa amaatanaa wa ilaihin nusyuur.

Artinya:“Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah Dia mematikan kami, dan kepada-Nyalah kami dikembalikan.” (HR Bukhari).

Lantas, di balik doa itu, tahukah Anda makna apa yang ada? Umat muslim selalu dianjurkan membaca doa tersebut setelah bangun tidur salah satunya sebagai bentuk rasa syukur atas karunia Allah SWT.

“Alhamdulillah”. Iulah kalimat utama dan pertama yang kita ucapkan atas karunia Allah yang telah menidurkan kita semalam.

Allah SWT berfirman:

وَهُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الَّيْلَ لِبَاسًا وَّالنَّوْمَ سُبَاتًا وَّجَعَلَ النَّهَارَ نُشُوْرًا

Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan malam untukmu (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangkit berusaha.” (QS Al-Furqan: 47).

Karena itulah, orang yang beriman kepada Allah, saat kembalinya bangun dari tidur dan akan memulai aktivitas, diawali dengan kalimat pujian kepada Allah, “Alhamdulillah”.

Memuji Allah, bersyukur kepada-Nya, atas dihidupkan-Nya kembali setelah kematian sementara, yakni tidur. Artinya kita masih diberi kesempatan oleh Sang Pencipta untuk memuji-Nya, untuk menyembah-Nya, untuk mengabdi kepada-Nya, dan untuk berbuat kebajikan terhadap sesama untuk meraih rida-Nya.

Baca Juga  Viral, 3 Ustaz Ini Sebut Nabi Muhammad adalah Wujud Allah

Ahli kesehatan menyebut, tidur adalah istirahat terbaik untuk fisik dan psikis kita. Maka, bersyukur jika kita masih diberi kemudahan untuk dapat tidur malam dan dapat bangun kembali sesudahnya. Sementara banyak orang yang susah tidur karena penyakit insomnia misalnya, akan mengalami gelisah atau memikirkan hal-hal besar yang mengancam jiwanya.

Tidur diibaratkan kematian dan bangun adalah kebangkitan. Sama juga kematian di alam kubur, itulah kematian. Dan kelak akan dibangkitkan pada hari akhir dengan membawa amalannya masing-masing.

Allah mengingatkan kita di dalam Surat Al-Mulk ayat kedua:

الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًاۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُۙ

Artinya: “(Allah) yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.” (QS Al-Mulk: 2).

Di dalam Tafsir Al-Quran Kementerian Agama RI dijelaskan, Allah SWT pemegang kekuasaan kerajaan dunia dan kerajaan akhirat serta menguasai segala sesuatunya. Adalah Tuhan yang menciptakan kematian dan kehidupan. Hanya Dia yang menentukan saat kematian setiap makhluk-Nya. Tidak seorang pun manusia atau makhluk hidup lain yang dapat menghindarkan diri dari kematian yang telah ditetapkan Allah SWT.

Baca Juga  Menjadi Kewajiban, Begini Hukum Jika Suami Menolak Jima

Demikian pula dinyatakan bahwa Allah SWT yang menciptakan kehidupan. Dialah yang menghidupkan seluruh makhluk hidup yang ada di alam ini. Dialah yang menyediakan segala kebutuhan hidupnya dan Dia pula yang memberikan kemungkinan kelangsungan jenis makhluk hidup itu, sehingga tidak terancam kepunahan.

Allah SWT pula yang menentukan sampai kapan kelangsungan hidup suatu makhluk. Sehingga bila waktu yang ditentukan-Nya itu telah berakhir, musnahlah jenis makhluk itu sebagaimana yang dialami oleh jenis-jenis hewan purba.

Allah SWT menciptakan kematian dan kehidupan itu tidak lain adalah untuk menguji manusia. Siapa di antara mereka yang beriman dan beramal saleh dengan mengikuti petunjuk-petunjuk yang dibawa Nabi Muhammad SAW dan siapa pula yang mengingkarinya.

Allah SWT juga memberi kesempatan yang sangat luas kepada manusia untuk memilih mana yang baik menurut dirinya. Apakah ia akan mengikuti hawa nafsunya, atau ia akan mengikuti petunjuk dan ketentuan Allah SWT sebagai penguasa alam semesta ini.

Seandainya manusia ditimpa azab yang pedih di akhirat nanti, maka azab itu pada hakikatnya ditimpakan atas kehendak diri mereka sendiri. Begitu juga jika mereka memperoleh kebahagiaan, maka kebahagiaan itu datang karena kehendak diri mereka sendiri sewaktu hidup di dunia.



Arifina Cahyati Firdausi